Devil's Fruit (21+)

Menyapa Kenikmatan



Menyapa Kenikmatan

0Fruit 338: Menyapa Kenikmatan     
0

Gadis itu melingkarkan kedua lengan di leher Dante seraya kepala menempel di perpotongan leher tuan Nephilim. Dante melirik, tersenyum bahagia atas aksi Andrea. Ia lega. Amat lega. Semoga saja itu berlangsung lama, Dan.     

Keduanya melayang di udara, dan pencarian Dante tak sia-sia. Ada sebuah danau kecil di bawah sana usai mereka meninggalkan gua. Ia pun lekas turun dan jejakkan kaki Andrea ke tanah secara hati-hati.     

"Mandilah dan bersihkan dirimu. Aku akan menunggu." Dante berikan senyum terbaiknya.     

Jantung Andrea terasa berdegup aneh. Perutnya pun bergolak kecil. Ada apa? Hanya karena senyuman Dante? Isshh! Andrea merasa receh sekali.     

"L-lu jauhan sono!" Andrea gugup juga, tapi berusaha menutupi. Ia menunjuk ke arah semak tinggi tak jauh dari danau. "Pokoknya lu di sana aja. Awas kalo lu ngintip, gue colok mata lu pake jurus gue!"     

Yaelah... jurus.     

Dante kembali senyum. "Iya, iya. Aku akan di sana menunggu kamu. Ya sudah, sana mandi sepuasmu." Dante pun balik kanan grak dan menuju ke semak yang ditunjuk Andrea. Ia tak mau berdebat dan mengakibatkan Andrea kembali membencinya.     

Jangan. Jangan sampai Andrea balik benci dia seperti sebelumnya. Jangan sampai progres ini jadi sia-sia. Makanya Dante patuh. Ia mendekam diam di balik semak.     

Kaki jenjang Andrea mulai masuk ke danau. Pakaian sudah ia tanggalkan semua. Pakaian yang sudah compang-camping akibat ulah kelima pria brengsek.     

Air danau membelai tubuh sang Cambion, membuat Andrea mendesah nyaman. "Aahhh... enaknya berendam begini." Ia pejamkan mata, menikmati sejuknya air danau.     

Namun seketika teringat kembali tujuan dia ke sini untuk membersihkan tubuh dari bekas sentuhan-sentuhan laknat kelima pria sebelumnya. Ia menatap nanar badannya sendiri. Menatap payudara yang sudah diperlakukan kasar, lalu menyentuh bibir yang terasa membengkak akibat paksaan.     

Terakhir, ia menyentuh vaginanya. Masih terasa ngilu perih karena paksaan kocokan tangan Javier menggunakan tiga jari sekaligus. Amat menyakitkan. Sama sekali tidak membangkitkan berahi.     

"Hiks! Hiks!" Andrea menangis lagi, merutuki nasibnya. Semua karena dia adalah Cambion. Dan itu artinya sang Bapak yang paling bersalah. "Aku pasti akan membunuh keparat itu! Pasti!" Namun, tiba-tiba terjangan sakit kembali terasa di perutnya. "Awwrrghhh!" erangnya spontan.     

Dante dari balik semak pasti lah mendengar suara Andrea kesakitan. Ia segera menoleh. "Andrea! Kau tak apa?!"     

"Jangan ke sini! Tetap di sana! Awwwhhh... ssshhhh... eermmgghhh..." Andrea memegangi perut disertai raut kesakitan. Duduk tambah sakit, maka ia pun berdiri, agak merunduk karena nyeri yang ia rasa.     

"Tapi kau--" Dante pun keluar dari semak. Kini sudah tak peduli apakah setelah ini kembali dibenci Andrea, terserah! Pokoknya dia cemas dan ingin tau kondisi istrinya.     

Begitu Dante keluar dari semak, Andrea lekas membelakangi Dante. Ia malu. Tak mau dilihat dalam kondisi telanjang. Ingin duduk tapi malah sakit luar biasa. Maka terpaksa berdiri dan membiarkan mata Dante bisa menyaksikan lekukan tubuh belakangnya dari kepala hingga paha.     

"Sudah gue bilang jangan keluar! Ngeyel banget sih lo?!" Andrea panik. Memeluk dadanya meski tentu saja Dante tak bisa melihatnya karena dipunggungi.     

"Aku kuatir, Andrea."     

"Kagak usah kuatir, napa?"     

"Mana bisa?! Kau istriku dan mengandung anakku. Suami mana yang tidak kuatir kalau istrinya kesakitan?!"     

"Istri apaan?! Jangan Ge-eR, hoi! Gue... gue baik-baik aja! Tadi cuma kaget ada batu tajem keinjek! Dah gih, sono balik ngumpet!"     

"Kenapa kamu memegangi perut? Sakit lagi, ya kan?"     

Andrea akhirnya tersadar ia memang tengah memegangi perut. "Shit!" umpatnya atas kebodohan sendiri. "Udah pokoknya sana pegi!"     

"Tidak! Aku akan pergi kalau kau benar-benar baik-baik saja!" Dante berkeras, dan bahkan mulai maju ke danau.     

Andrea melirik ke belakang tanpa memutar tubuhnya. "Heh! Mo ngapain lo?!" Ia makin panik. "Syuuhh! Pegi, syuuhh!"     

Dante terkekeh geli. "Kau pikir aku ini ayam, hemm?"     

"Pokoknya pegi dah, gih!" teriak Andrea mulai memeluk dada lagi. "Gue kagak napa-napa, dodol!"     

Dante sudah di tepi danau. Menyaksikan tubuh Andrea, meski hanya belakang saja, membuat dia berdesir. Ia ingat jelas semua lekuk sang istri. Begitu memikat. Tak heran para lelaki manapun akan hilang akal waras jika melihat tubuh seksi Andrea.     

Tuan Nephilim jadi ingat ketika ia menyatukan diri walau secara paksa dengan Andrea. Sensasi luar biasa. Melebihi saat ia bersenggama dengan Revka. Jauh.     

Pria itu menarik nafas dalam-dalam. "Andrea... aku ke situ. Silahkan pukul atau bunuh aku, aku tak peduli. Pokoknya aku ke situ karena aku mendengar bisikan aneh."     

Andrea berusaha menoleh ke belakang. "Bisikan apaan?!"     

"Suara anak kecil yang meminta ditenangkan. Apakah anak kita?"     

"Kagak usah delusi deh lu! Mana ada bisikan kayak gitu?!"     

Dante tetap maju, masuk ke danau dan mendekati Andrea yang kian gugup panik.     

Gyuutt~     

Pria Nephilim sudah melingkupi tubuh Andrea dengan pelukan. Seketika rasa sakit memang hilang. Malahan perut terasa amat nyaman. "Eermmgghhh..." Andrea mengerang frustrasi. Kenapa selalu saja sentuhan Dante bisa berakibat enak luar biasa?!     

Sedangkan si Nephilim benamkan wajah ke rambut legam panjang Andrea, menghirup aroma di sana. Aroma manis. Namun ia masih sadar sepenuhnya, tidak seperti biasa yang bila terkena aroma Andrea langsung hilang akal. Dia hanya memeluk Andrea, mengusap perut itu penuh sayang.     

Cambion itu pun diam, menikmati kenyamanan yang ia dapatkan hanya dari sentuhan saja dari pria Nephilim yang telah memberi dia janin. Ya, janin yang terus manja minta sentuhan sang Bapak.     

Syuutt~     

Andrea menumpangkan tangan ke atas punggung tangan Dante, sedikit berikan remasan. "Sebenernya gue benci kayak gini ama elu, tapi... tapi..."     

"Tapi Anak kita menginginkan hal berbeda dari kemauanmu, iya kan, Andrea?" lanjut Dante. Usapan itu pun naik ke atas, mengelus diafragma Andrea. Ohh, sumpah! Andrea merasa enak sekali. Ia sampai terpejam.     

"Dan... gue... kotor. Lu liat sendiri, kan... gue diapain aja di gua tadi?" Tiba-tiba mulutnya menyuarakan kalimat demikian. Mana pakai suara lemah, lagi!     

"Tak apa," balas Dante lirih. "Aku akan bantu membersihkan semua kotoran akibat pria-pria keparat itu." Dante menggunakan tangan kanannya untuk menampung air danau dan menuangkan ke tubuh Andrea berkali-kali seolah bagai sedang memandikan.     

Seiring dengan tuangan air danau ke tubuh Andrea, Dante sekaligus mengusapi badan Andrea. Ia sibak rambut legam Andrea hingga tengkuk mulus putih itu terpapar kemilau mentari. Iya, di Underworld pun ternyata ada matahari juga. Entah betulan atau ciptaan Iblis.     

'Aahh... Sentuhan dia... Aahhh... enak sekali...' batin Andrea sembari pejamkan mata membiarkan tangan Dante mengusapi leher, turun ke punggung, dan akhirnya ke pinggul.     

"Ermmhh... Daaan..." Andrea meloloskan sebuah erangan. Tak bisa ditarik. Sudah terlanjur diucapkan.     

"Iya, Andrea..." Dante ikutan berbisik seperti sang Cambion.     

"Be-bersihkan aku..." bisik Andrea malu-malu,  mengakibatkan darah Dante berpacu.     

"Kau yakin?"     

Andrea menoleh sedikit ke belakang, meski tak bisa menatap mata onix Dante. "Apa kau ingin aku berubah pikiran, heh?" Kini dia mulai tidak memakai bahasa lu-gue ke Dante. Apa itu artinya dia sudah... memaafkan si Nephylim?     

"Tidak, tidak! Jangan. Jangan berubah pikiran. Baiklah... aku akan bersihkan semuanya. Agar kau kembali suci sebagai istriku." Nekat saja Dante mengucapkan itu. Rasa sayang sudah mulai muncul pada sang Cambion.     

"Ermmhh..." balas Andrea menggunakan erangan lirih. Ia letakkan kepala ke bahu Dante. Sikapnya pasrah.     

Dante tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan sang istri. Tangannya mulai mengusap perut depan Andrea hingga Cambion itu mengerang nikmat. Lalu usapan naik ke atas, ke payudara Andrea.     

"Haannghh..." Andrea kian meluncurkan erangan lebih keras dari sebelumnya. Terlebih ketika jemari Dante memilin lembut putingnya. "Arrngghh... Daann... mmffhh..." Rasa ngilu di puting akibat perlakuan Vasco dan Faruq bagai hilang tanpa bekas. Andrea heran juga. Ternyata sentuhan Dante sungguh-sungguh mampu menyembuhkan semua sakit di tubuhnya.     

Tangan kanan Dante sibuk di payudara montok Andrea. Memilin dan meremas lembut, hingga erangan Andrea terus berlanjut tanpa henti.     

Apalagi ketika tangan kirinya turun ke area paling sensitif Andrea. Kewanitaannya. Tangan tersebut mengusap lembut bukit kewanitaan Andrea.     

"Arrnghh... mmmhh..."     

Mendengar suara erotis Andrea bagai menjadi pemicu nyali Dante untuk lebih dari itu. Jemari kiri pun menyibak bibir vagina demi menemukan permata berharga nan peka milik sang Cambion.     

"Haannghh! Daaaann..." Andrea terpejam seraya satu tangan mencekal erat pergelangan tangan Dante yang ada di payudaranya.     

"Enak?"     

Andrea dilema. Haruskah dijawab? Tapi harusnya Dante paham arti suara itu, suara kesakitan atau nikmat tentu bisa dibedakan, bukan? Jangan-jangan Dante hanya menggodanya.     

"Apa harus dijawab?" Andrea pun menoleh mencari mata Dante. "Nephilim bodoh."     

Namun Dante tidak tersinggung. Dia malah terkekeh geli. Ia justru kian mengusap intens klitoris Andrea.     

"Arrnghh! Dan! Dante! Haannghh!" Andrea sampai terengah-engah akibat aksi nakal Dante.     

"Kenapa?" tanya Dante. "Tak suka? Ingin aku berhenti?" Pria itu pun mulai hentikan aksinya, makin membuat frustrasi Andrea.     

"Sialan kau, Nephilim brengsek!" umpat Andrea disela engah nafas.     

"Hahahaha, aku suka reaksi istriku."     

"Huh! Siapa yang sudi jadi istrimu! Pede banget!" rutuk Andrea. Tapi ujung-ujungnya ia malah mengerang keras karena klitorisnya terus distimulasi jemari piawai Dante. Wajahnya merona parah.     

Dante menikmati suasana intim ini. Menstimulasi erogenus istrinya dari belakang membuat penisnya menegang tanpa bisa dicegah. Memangnya siapa yang akan mencegah?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.