Devil's Fruit (21+)

Berikan Cairanmu Padanya!



Berikan Cairanmu Padanya!

0Fruit 345: Berikan Cairanmu Padanya!     
0

"Enak saja! Untuk apa sedih? Ngawur sekali kau—arrnghh!!" Buru-buru perempuan itu mengalungkan dua lengan ke leher Zardakh ketika Sang Raja membalikkan tubuhnya saling berhadapan dan dua kakinya sudah diangkat sembari ditahan pada siku dalam lengan Zardakh. Punggung pun menempel ke pohon. Untung saja pohonnya tergolong mulus.     

"Fuhuhuu... manja sekali..."     

"Bukan! Ini... karena aku tak mau jatuh konyol!" tangkis si perempuan meski wajah merona disertai muka kesal.     

"Baiklah, baiklah. Terserah apa alibimu."     

"Bukan alibi! Argh! Zardakh! Pelan! Arghh! Pelan saja, bodoh!"     

"Tidak bisa! Hrgh! Sudah akan ... Erghh! Sebentar lagi! Sebentar lagi, sayaaankkkhh! Hrghh!"     

Zardakh pun memajukan wajah hingga ia bisa leluasa melumat bibir sang wanita yang membalas sama agresifnya.     

Bersandar pada pohon dan dua kaki mengait pada siku dalam lengan Zardakh,  perempuan itu pasrah diayun kuat-kuat.     

"Urmmcchh... mmrrffhh... rmmsscchh... fuaahhh! Zardakh... akuuuhh... akuuhh..."     

"Iya sayank. Aku juga. Sebentar lagiiii. Ayo sama-sama!"     

Perempuan itu pun sandarkan kepala ke bahu Zardakh sementara sang Raja Incubus terus memacu penisnya tanpa jeda sedikit pun.     

"Za-Zardakggghh! Akuhhh!" Perempuan itu mendadak tegakkan kepala. Wajahnya memerah. Ujung penis Zardakh menusuk sebuah titik peka miliknya. Rasanya bagai disengat ribuan voltase. "A—AARRNGHHH!"     

Tubuh wanita itu segera lunglai setelah kejang-kejang kecil beberapa saat. Zardakh tak mau berhenti. Kepalang tanggung. Ia sudah mendekati limitnya.     

"Sayaaankkkhh! Sayaankkuuhh! Orgh! Horgh! Hampir! Hampirrhh! Nivriaaghh! Nivri—ORRGGHHH! NIVRIAAAA!"     

Zardakh menyeru sebuah nama. Yah, nama milik perempuan itu. Nama yang harusnya tidaklah asing.     

Dan teka-teki keberadaan Nivria pun terkuak sudah. Ia ada di Underworld. Di salah satu istana milik Zardakh.     

Nivria.     

N I V R I A.     

.     

.     

>> Di pelosok kerajaan milik Paduka Zardakh <<     

"Tuan Puteri, lebih baik kita istirahat dulu," ujar Kenzo mendekat ke Dante yang menggendong Andrea.     

Dante lekas menoleh ke arah Andrea sembari tetap terbang. "Kau lelah, sayank?" tanyanya lembut pada sang Cambion.     

"Tsk! Ga usah sok-sokan mesra napa, sih?" Andrea palingkan wajah ke arah lain karena mendadak pipinya panas. Jelas dia merona.     

"Yah tentunya wajar aku mesra ke kamu, karena kamu kan—"     

BWOOSSSHHH!!     

Mereka semua terkejut tiba-tiba ada kilatan cahaya ungu menyergap rombongan tersebut. Lalu langit terasa berbeda. Andrea reflek saja memeluk erat leher Dante. Tuan Nephilim merespon dengan kian mengeratkan pegangannya ke Andrea.     

Saat kilatan ungu terang tadi padam, baru disadari bahwa mereka terpisah dari rombongan. Namun, rupanya Dante dan Andrea tidak sendiri.     

"Tuan Puteri tidak apa-apa?"     

Rupanya Kenzo juga ada di dekat keduanya. Mereka bertiga seolah ada di alam lain yang berbeda dengan suasana kerajaan Zardakh. Apakah mereka sedang dikirim ke dimensi lain?     

Bagi Dante, dikirim ke dunia lain bersama Andrea merupakan hal yang menyenangkan. Tapi ... kenapa harus ada Kenzo pula?! Di bagian itulah Dante kesal. Tak bisakah pembuat dimensi mengatur dengan benar siapa saja yang terperangkap?     

"Kita... di mana?" Andrea melihat sekeliling.     

Alam yang sebelumnya cerah, kini hanya ada suasana suram. Puteri Cambion pun berontak dari gendongan dan turun. Dante tak bisa menolak. Pria itu tetap waspada pada sekitar dengan terus menempel ke Andrea.     

"Sepertinya kita ada di dunia lain dari Underworld, Tuan Puteri," jawab Kenzo yang segera mengeluarkan pedang Velaxz miliknya.     

Dante tak bisa keluarkan pedang Rogard-nya dikarenakan pedang kebanggaannya masih tertinggal di alam Cosmo.     

Terlebih lagi, Dante sudah cukup menguras tenaga dengan menggendong Andrea sembari terbang. Bagaimanapun, atmosfer Underworld cukup mencekik bagi tuan Nephilim.     

"Groaagghh!" Tiba-tiba dari arah depan, muncul Iblis berwujud aneh dan mengerikan dengan mata bersinar bagai lampu serta tangan bercakar panjang menjuntai hingga hampir menyentuh tanah.     

"Haakhh!" Andrea lekas mundur, berlindung di belakang Dante. Kenzo lekas saja maju melawan makhluk tersebut yang ternyata berdatangan bergerombol menuju ke tiga orang itu. "Dih! Ga adakah yang lebih gantengan dari mereka nyerang aku?"     

Dante putar bola matanya, berusaha tak menggubris ucapan ngawur Andrea. "Teruslah di dekatku, Andrea. Jangan sampai kita jauh." Dante meremas tangan Andrea. "Ingat, jangan lepaskan tanganku."     

Andrea tak punya pilihan lain selain mengangguk mengiyakan kemauan Dante. Di saat krusial begini mana sempat dia memulai perdebatan? Nanti saja.     

Kenzo sudah bergelut melawan beberapa monster setinggi 2 meter lebih itu. Dan beberapa lainnya menyerbu ke arah Dante yang bergandengan erat bersama Andrea.     

"Hraaghhh!" Dante berusaha mengeluarkan bola sihirnya untuk memusnahkan para monster. Meski berhasil melenyapkan sebagian dari yang menyerang keduanya, namun gerombolan monster itu terus saja berdatangan seolah tak ada habisnya.     

"Puteri!" pekik Kenzo, cemas. Dia tau Dante mulai lemah kekurangan tenaga. Namun untuk melesat menuju keduanya juga sulit karena para monster terus saja mengepung dia tanpa memberi celah agar Kenzo bisa lolos.     

"Awwghh!" Andrea berteriak ketika cakar salah satu monster nyaris mengenai lengannya.     

"Hyaakkkhh!!!" teriak Dante sekaligus menebaskan cambuk petir ungu ke tubuh monster itu yang langsung membelah jadi dua. Dante mulai terengah. Tenaganya kian menipis.     

Kenzo menoleh ke Dante. "Jaga baik-baik Tuan Puteri!"     

"Aku tau, tolol! Tak usah kau suruh!" balas Dante kesal. "Kau urus saja dirimu sendiri!"     

Kenzo menggertakkan geraham, kesal. Kini ia tak punya opsi lain selain berubah ke wujud aslinya. Dengan begitu dia bisa lebih kuat. Itu karena gerombolan monster terus berdatangan.     

Sedangkan Dante... ia susah payah menciptakan bola dan petir sihir demi mengalahkan para monster. Dengan satu tangan dia terus berupaya memberikan perlawanan. Tangan satunya erat menggenggam Andrea.     

Andrea justru kesal, kenapa di saat begini kekuatan sihirnya justru menghilang. Kenapa kekuatannya seenak dengkul datang dan pergi? Apakah hanya muncul di saat ia dalam keadaan bahaya? Memangnya saat ini kurang bahaya apa, coba?!     

"Papa, gendong Mama ke atas pohon!" Suara anak mereka di dalam perut Andrea mulai terdengar. Hanya Andrea dan Dante saja yang bisa mendengarnya.     

"Haahh?" Dante menoleh ke perut Andrea.     

"Lekas, Papa! Ayo!"     

"Baiklah, baiklah." Dante patuh. Ia mengerahkan segenap kekuatan ke arah para monster di depan mereka agar punya peluang untuk terbang ke pohon.     

Begitu berhasil sampai ke dahan tinggi pohon di dekat mereka, Dante menurunkan Andrea di pangkal dahan besar tempat mereka berpijak.     

"Papa, lekas minum cairan Mama!"     

"HAH?!"     

"APA?!"     

"Lekas, Pa! Sebelum terlambat! Makhluk itu bisa menebas pohon dengan cakar kuat mereka!"     

"Nak, apa maksudmu Mama memberikan cairan Mama?" Andrea bingung.     

"Mama, biarkan Papa menghisap cairan spesialmu, agar Papa punya tenaga untuk menyelamatkan kita."     

"Ta-tapi, nak..."     

"Hanya itu satu-satunya cara agar Papa kembali bertenaga, Ma."     

Andrea meneguk saliva, lalu menoleh ke Dante. "K-kau... jangan keburu senang! Ini... ini hanya demi keselamatan kita semua!"     

"Iya, iya, aku tau kok," sahut Dante, menahan tertawa karena geli melihat ekspresi kesal Andrea. Apalagi rona pekat di wajah Andrea makin membuat gemas.     

Dante tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia pepetkan punggung Andrea ke batang pohon, lalu sibak ke atas rok Andrea. Segitiga putih di selangkangan Andrea ia tarik paksa.     

"Argh! Dante!" pekik Andrea.     

Kenzo lekas menoleh mencari suara junjungannya. "PUTERI!!"     

"Ja-jangan ke sini! Aku perintahkan kau jangan liat ke sini, Zo!" Andrea bergetar meneriakkan itu karena jemari Dante sudah mengelus cepat klitorisnya.     

"HEI NEPHILIM BRENGSEK! APA YANG KAU LAKUKAN KE TUAN PUTERI?!" teriak Kenzo sambil menangkis serangan para monster padanya.     

"KAU DIAM SAJA KALAU TAK TAU, IBLIS TOLOL! INI DEMI ANDREA DAN BAYI KAMI!" balas Dante sebelum mulai menjejakkan lidah ke klitoris Andrea setelah satu kaki sang Cambion di angkat dan diletakkan ke bahunya saat dia berlutut.     

"Ha-aangghhh~ hnnghh~ Da-Danteee..." lenguh Andrea sembari menyumpal mulut menggunakan telapak tangannya sendiri. Sementara di bawah sana, beberapa monster mencoba mencabik-cabik batang pohon agar tumbang.     

Untung saja Dante memilih pohon yang besar dan berdiameter luas. Berdoa saja tak ada Iblis jenis lain di pohon tersebut.     

"Sllrrthh... sllrrpphh..."     

"Haaanggghh... Dan—teeeegghh... aarnghh..." Satu tangan Andrea meremas helai raven Dante sembari matanya memejam merasakan nikmat, seolah terlupa mereka sedang dikepung monster-monster mengerikan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.