Devil's Fruit (21+)

Ketidakperdulian King Zardakh



Ketidakperdulian King Zardakh

0Fruit 347: Ketidakperdulian King Zardakh     
0

"Tuanku..."     

"Ada apa?"     

"Tuan Puteri Andrea ada di Hutan Kegelapan." Zolda berucap hati-hati. Raja Zardakh bukan jenis orang yang gampang menerima ucapan bawahannya.     

"Memangnya kenapa?"     

"Apakah... Tuanku tidak ingin menyelamatkan dia dari Iblis-Iblis buas di sana?"     

Zardakh topang kepala menggunakan satu tangan sembari duduk santai di singgasananya saat hanya ditemani sang tangan kanan kepercayaan Beliau. "Biar saja."     

"Tuan... yakin?"     

"Iya. Biar saja dia di sana. Anakku harus bisa menghadapi semua situasi. Kalau dia gagal, berarti dia tidak pantas jadi anakku."     

"Baik, Yang Mulia..." Akhirnya Zolda membungkuk hormat ke Raja Zardakh. Tak ada gunanya membujuk sang Raja jika sudah demikian.     

"Zolda."     

"Hamba, Yang Mulia?"     

"Jangan sampai Nivria tau anaknya datang ke Underworld."     

Zolda terdiam sekian detik sebelum akhirnya mengiyakan titah tuannya penuh kepatuhan. "Hamba mengerti, Yang Mulia."     

Maka demikianlah terjadi sesuai kemauan Zardakh. Dia membiarkan Andrea, Dante dan Kenzo berada di hutan paling mengerikan di kerajaan tersebut. Bahkan Iblis biasa pun enggan pergi ke sana. Itu semacam tempat pembuangan. Berisi Iblis buas barbar tanpa daya pikir dan nalar.     

Di hutan tersebut hanya ada 3 pilihan yang bisa didapatkan bila bertemu Iblis di sana. Dicabik-cabik untuk disantap, atau digauli secara brutal. Yang ketiga... yaitu mendapatkan kedua perlakuan tadi.     

Meski bukan Zardakh yang 'melempar' tiga orang itu ke hutan, namun sang Raja tidak berhasrat menolong puterinya.     

Hari kedua Andrea dan kedua pria berbeda ras di dalam hutan merupakan hari yang dirasa berat. Iblis berwujud monster menyeramkan kian banyak mereka jumpai. Sedangkan jalan keluar belum juga ditemukan.     

"Zo, emangnya kau tak pernah ke sini?!" Andrea terduduk di batang pohon yang tergeletak usai menumpas satu monster sebelum ini. Ia tampak kelelahan.     

"Tidak, Tuan Puteri. Kalau hamba tidak salah menduga, ini adalah Hutan Kegelapan, tempat pembuangan makhluk yang tidak diinginkan Paduka Zardakh," jawab Kenzo.     

"Csk! Bapak sialan. Apa dia sengaja membuang aku ke sini?!" Andrea geram. Ia mengira Ayahnya yang mengirim mereka bertiga ke hutan tersebut.     

Kenzo menggeleng. "Tidak, Tuan Puteri. Hamba tidak yakin Paduka Zardakh yang melakukan ini pada kita."     

"Lalu siapa?" Andrea mendongak ke arah Panglimanya yang juga kelelahan.     

Kenzo menggeleng. Kali ini lemah. "Hamba tidak tau perbuatan siapa ini."     

"Oi, Iblis. Tak bisakah kau terbang tinggi untuk melihat jalan keluar atau apa?" Dante menatap tajam Kenzo sembari mengelap keringat menggunakan lengan baju.     

"Coba saja kau, Nephilim payah," balas Kenzo sengit. Ia takkan mungkin melaksanakan ucapan Dante. Pertama, karena ia tak sudi diperintah oleh Dante. Kedua, sekuat apapun makhluk yang masuk ke hutan ini, takkan bisa menembus mantra langit hutan. Mereka harus melayang lurus hingga menemukan jalan keluar yang juga merupakan jalan masuk hutan.     

"Kau kan katanya panglima. Tunjukkan pengabdian kau pada Tuan Puterimu." Dante belum mau kalah.     

"Dasar kau Nephilim tak tau apa-ap—"     

"Woi! Woi! Udaaahh! Kagak usah ribut banyak bacot. Nguras tenaga, tauk! Lama-lama aku suruh kalian jambak-jambakan sambil guling-guling di tanah daripada aku puyeng denger bacotan kalian." Andrea mengibaskan tangan untuk mendapatkan angin agar rasa gerah berkurang.     

Dua pria itu pun terdiam.     

"Apakah Tuan Puteri mulai kehabisan tenaga?" Kenzo tampak kuatir karena tau Andrea terlihat kelelahan. Apalagi wajahnya memerah penuh peluh.     

"Mama tau caranya mengisi tenaga, kan?"     

"Diam, anak nakal!" Andrea makin merah padam. Kali ini disebabkan rasa malu karena ingat saran sang Anak cara mendapatkan suplai tenaga. Apalagi kalau bukan berkaitan dengan Dante.     

Pria Nephilim di dekat Andrea terkekeh geli. Hanya Kenzo yang tak bisa mendengar ucapan anak di dalam perut nona Cambion.     

"Aku siap, sayank." Dante merunduk ke Andrea.     

"Diam kau, mesum!" Tangan Andrea mendorong wajah Dante yang mendekat. "Tsk! Jangan ambil kesempatan dalam kesempitan, yah!"     

"Bukankah yang sempit itu enak, sayank? Seperti milikmu." Dante masih menggoda 'istrinya'.     

"EKHEM!" Kenzo berdehem. Rasanya mendadak tak nyaman dengan adanya percakapan antara Tuan Puterinya dengan Dante barusan. "Hamba... akan mengecek dulu apakah ada monster dekat sini."     

"Baguslah," sahut Dante senang. "Harusnya sejak tadi kau lakukan itu."     

Kenzo menoleh seraya berikan tatapan tajam bagai ingin merobek tubuh Dante. "Hrrghh..." Ia menggeram lirih. Namun memilih melayang menjauh.     

"Jangan buru-buru kembali, Tuan Panglima. Lebih lama lebih baik." Dante melambaikan tangan ke Kenzo yang kesal.     

Andrea menyodok pinggang Dante dengan kepalan tangan. "Gak usah gitu juga ngomongnya ke Kenzo, keleus!"     

Dante terkekeh singkat sambil usap yang barusan disodok Andrea. "Aku hanya menggoda dia. Jangan kuatir. Dia takkan bunuh diri karena kesal."     

"Tsk!" Andrea palingkan pandangan ke arah lain selain Dante.     

"Ayo kita naik ke atas pohon saja. Sepertinya Iblis di hutan ini tak ada yang berada di pohon." Dante langsung membopong Andrea tanpa menggubris protes sang Cambion.     

"Jangan mulai mesum!"     

"Tidak, kok." elak Dante. "Tidak kalau tidak terpaksa. Hehe..."     

"Dante!!!" Andrea kesal setengah mati.     

"Iya, sayank. Aku di sini. Tak perlu sekencang itu memanggilku."     

"Bukan itu, bodoh!"     

"Lalu apa? Kau mulai ingin asupan dariku!" Dante mulai menyibakkan jubah bawahnya.     

"KAGAAAKKK!!!" Andrea melotot ngeri.     

Di tempat lain ...     

"Zardakh!!!"     

Semua mata langsung tertuju ke suara keras yang menyebut nama Raja di istana itu. Terutama pemilik nama tersebut. Mereka semua menatap seorang wanita yang berjalan memasuki ruang utama istana di mana Zardakh sedang berunding dengan para menterinya.     

"Tumben kau ke sini, cintaku. Merindukan aku?" Zardakh langsung mengubah sikap duduknya ke santai.     

Nivria menatap tajam ke sang Raja sembari dia naik ke singgasana, berdiri di depan Tuan Zardakh. "Kau... kau tidak memberitahu aku tentang anakku!"     

"Maksudmu?" Zardakh masih berlagak santai. Para bawahannya menunggu di bawah singgasana.     

"Jangan sok tolol! Anakku datang ke sini, kan? Ke Underworld. Iya, kan?!"     

"Memangnya kenapa kalau iya, Nivria sayank?"     

"Kenapa aku tidak kau beritahu?!" Nivria kesal sekali mendapati informasi bahwa anak semata wayangnya datang ke kerajaan itu. "Bahkan konon dia terjebak di dalam Hutan Kegelapan, iya kan?"     

"Ya lalu?"     

"Kau!" Ibunda Andrea tambah kesal menyaksikan respon Zardakh. "Hgh! Baiklah! Aku akan menyelamatkan anakku kalau kau tak mau!"     

Tepp!     

Sebelum Nivria memutar tubuh dan melenggang pergi, Zardakh sudah meraih tangan wanita itu. Sekaligus menarik tubuh langsing Nivria hingga jatuh ke pangkuan Raja Zardakh.     

Sang Raja menyeringai. "Mau ke mana, heh? Di sini saja menemaniku."     

Nivria memberontak. "Tak mau! Aku ingin selamatkan anakku kalau kau tak sudi melakukan itu!"     

"Heiii... memangnya kau bisa apa di hutan itu, hemm?" Tangan Zardakh kian erat memeluk tubuh Nivria.     

"Le-lepas!" Wanita itu masih mencoba memberontak pada belitan lengan Zardakh di pinggangnya. "Aku... Sudah kubilang aku akan menyelamatkan anakku! Apa kau tuli?!" Nivria melirik ke para menteri yang menonton mereka berdua. "Zardakh, lepaskan! Apa kau tak malu dilihat bawahanmu?!"     

"Ingat, sayank. Kau ini takkan bisa berbuat apapun di hutan tersebut. Salah-salah kau mati duluan sebelum bertemu anakmu." Zardakh mencoba berikan pemahaman.     

"Setidaknya aku masih punya rasa kemanusiaan daripada kau, bapak keji yang membiarkan anaknya dalam bahaya!" Nivria menoleh ke belakang karena Zardakh memeluk dari belakang.     

"Kemanusiaan? Hahaha! Kau ini sudah jadi Iblis, Nivria."     

"Tidak! Aku masih tetap manusia!"     

"Kau sudah punya darah Iblis sekarang, Nivria. Terima kenyataan itu."     

Wanita cantik itu bertambah kesal. "Tidak seluruhnya! Aku masih punya darah manusia. Oleh karena itu aku masih punya belas kasih!"     

"Darah manusiamu sudah berkurang banyak. Karena sudah aku suntikkan gen Iblis melalui vaginamu, sayank..." bisik Zardakh membuat Nivria bergidik.     

"Baiklah. Kalau memang aku sudah banyak memiliki darah Iblis, maka aku pasti akan bisa bertahan di hutan sialan itu untuk menemukan anakku!"     

"Kau memang wanita keras kepala, humm..." Tangan Zardakh mulai merayap ke dada Nivria yang membusung padat.     

Wanita itu pun tercekat. "Zardakh! Hentikan, bodoh! Kau pikir ini di mana?!" Wajah Nivria merah padam malu. Menteri berjumlah belasan masih ada di depan mereka. Menonton.     

Zardakh terkekeh dalam. Ia mengibaskan tangan, dan para menteri serta Zolda pun melesat pergi meninggalkan ruangan seketika. "Nah, sekarang hanya ada kita berdua, sayank."     

Nivria meneguk saliva. Alarm bahaya serasa meraung di telinganya. "A-aku..."     

"Kita sepertinya belum pernah bergumul di atas singgasanaku, kan?" bisik Zardakh penuh makna.     

Tak lama terdengar jeritan Nivria. Tak perlu dijabarkan lebih detil apa yang terjadi. Bahkan rumput di depan ruangan itu pun paham apa yang sedang dilakukan Zardakh pada Nivria di dalam sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.