Devil's Fruit (21+)

Lebih Baik Tinggal di Hutan Kegelapan



Lebih Baik Tinggal di Hutan Kegelapan

0Fruit 355: Lebih Baik Tinggal di Hutan Kegelapan     
0

Zolda lekas mengamankan junjungannya, sedangkan Myren langsung maju menahan Andrea. Dante sudah bersiap mengeluarkan kekuatan petir putih barunya, namun tiba-tiba suara Zardakh menggelegar.     

"JANGAN SAKITI MEREKA!" teriak Zardakh tegas dan keras. Ia membiarkan Zolda dan Druana bekerja sama menyembuhkan luka dari Lovero milik Andrea yang menggores lengan sang Raja. "Jangan ada yang menyentuh anakku Andrea dan menantuku!"     

"Tapi dia sudah menyerangmu dan malahan membuatmu terluka!" seru Byorc, salah satu Istri Zardakh.     

"Kau diam saja, Succubus tua. Tak perlu berlebihan," ucap Zardakh pada istri pertamanya. Sang istri yang diteriaki hanya bisa menunduk dan tidak lagi berani mengucapkan kalimat lain.     

"Tuanku... apakah masih terasa sakit?" Fru, istri kedua puluh sembilan maju mendekati Zardakh, memeriksa luka di lengan sang Raja.     

"Sudah, sudah, ini hanya luka kecil. Kalian tak perlu berlebihan kuatir begitu." Zardakh menenangkan semua istrinya yang hadir di situ. Kemudian Baginda Raja Zardakh menoleh ke anaknya yang berpangkat Jenderal. "Myren sayank, lepaskan adikmu."     

"Kau yakin, Zardakh?!" Myren masih membelitkan tali cambuk berkekuatan spesial ke tubuh Andrea, mengakibatkan gadis Cambion tak berkutik. "Bagaimana kalau dia menyerangmu lagi, Ayah tolol?"     

"Tidak, Ayah yakin tidak. Mungkin tadi hanya dorongan hormon kehamilan dia saja. Ayo, lepaskan cambuk Centaur-mu itu. Kasian adikmu dan ponakanmu di dalam sana." Zardakh membujuk Myren.     

Akhirnya setelah berusaha yakin pada ucapan ayahnya, Myren pun melepaskan belenggu pada tubuh Andrea. Namun ia sempat membisikkan sesuatu pada Andrea, "Sekali lagi kau berani menyerang orang tua tolol itu, maka kupastikan kau dan anakmu takkan punya jasad. Camkan itu!"     

Andrea balas tatapan sengit dari kakak tirinya. Sepertinya dia salah strategi. Dia terlalu gegabah. Mungkin harus memikirkan cara yang lebih baik untuk membunuh Zardakh.     

Walau tadi Andrea sudah akurat dan begitu cepat melesatkan tombak cahaya Lovero-nya, namun ternyata Zardakh begitu gesit dan berhasil menghindari serangan mematikan semacam itu.     

Tak salah jika dia dijuluki Raja Incubus hebat nomer 2 di Underworld.     

Nomer 1? Ayah dari Pangeran Djanh.     

"Antarkan adikmu ke Istana yang sudah aku persiapkan, Myren." Zardakh kembali duduk di singgasana dengan beberapa istri dan Zolda rapat mengelilinginya seolah takut kecolongan lagi.     

"Tidak mau." Myren menolak tegas.     

"Seperti aku sudi saja tinggal di Istanamu, Ayah keparat! Aku lebih memilih tinggal di Hutan Kegelapan daripada di tempatmu!" Andrea tak kalah tegas mengucap itu.     

Zardakh bukannya tersinggung, malah terkekeh. "Nah, kalian semua bisa lihat dan dengar sendiri... anakku yang ini sungguh hebat. Dia berhasil menaklukkan Hutan Kegelapan yang jadi momok kalian semua. Aku yakin tidak ada yang seberani dia. Kehehehee..."     

Maka, seperti ucapan Andrea, gadis Cambion pun melenggang pergi menuju hutan itu kembali. Kenzo ingin turut menyertai, namun Andrea mencegah. "Memangnya kau bisa betah mendengar sewaktu aku dan Dante...." Ia tak sanggup meneruskan karena telanjur merona.     

Dante menatap mesra ke Andrea, hingga gadis Cambion pun mengernyitkan dahi, akhirnya paham makna tatapan Dante. "Hoiii! Aku bilang gitu ke Kenzo bukan karena demi kamu! Jangan ge-er, napa? Dih!"     

Kenzo diam berfikir. Memang terasa sakit sekali saban ia mendengar suara aktifitas mereka. Sanggupkah dia menerima siksaan itu lagi? "Baiklah. Hamba akan berkemah di luar hutan, agar hamba bisa lekas datang jika Tuan Puteri butuh bantuan."     

"Terserah." Andrea meneruskan langkahnya. Aura megahnya bagai sosok batu karang, mendominasi mereka yang di sana, membuat semua iblis di ruangan itu akan terus mengingat sosok perkasa Andrea yang pemberani, yang patut disejajarkan dengan Jenderal Myren.     

Beberapa menteri terlihat mengulum senyum kecut dan merasa iri pada hatinya karena tidak memiliki anak seperti Andrea.     

.     

.     

Andrea bergegas masuk ke hutan tanpa perdulikan kekehan geli Dante yang melayang menyusulnya, sedangkan Kenzo bertahan di tempat dia berdiri, di dekat pintu masuk hutan keramat.     

Druana dan dua Soth yang menyertainya memandang ke Kenzo.     

"Panglima tampan yakin akan berkemah di sini?" Druana menanya.     

Kenzo mengangguk mantap. "Sudah menjadi tugasku untuk melindungi Tuan Puteri." Meski sebenarnya motif sesungguhnya adalah ia tak ingin jauh dari Andrea, meski terasa sakit harus menyaksikan kebersamaan sang Cambion dengan pria Nephilim, sang rival.     

"Kami temani, yah!" Soth 2 berujar.     

"Jangan. Biar saja aku sendirian. Sekalian aku ingin meditasi." Kenzo mulai kibaskan tangan dan muncullah tenda kokoh dari batu. Errr... apa itu masih bisa disebut tenda?     

Druana dan yang lain pun pergi meninggalkan Kenzo. Sementara itu... Andrea sudah menemukan tempat yang dirasa nyaman, serta tak begitu jauh dari jalan masuk hutan ini.     

"Sini aku buatkan tempat kita berteduh, sayank..." Dante maju dan siap keluarkan ilmu sihir dia untuk menciptakan apa yang ada di pikirannya.     

Dalam sekejap mata, tampaklah sebuah pondok kayu yang terlihat hangat serta nyaman. "Kau suka?" Ia menoleh ke Andrea.     

Andrea tidak membalas tatapannya, malah mulai memasuki pondok kayu tersebut. "Lumayan." Lirih saja dia berucap, karena tak mau Dante senang.     

"Apa salahnya sih menyenangkan suami sendiri, Ma?" Anak di perut Andrea memprotes sikap sang mama.     

"Dia udah senang mulu dari kemarin-kemarin. Udah, kamu jangan ceriwis. Mama tabok, ntar." Andrea memasuki pondok dan berkeliling. Lantas berkacak pinggang menatap tajam Dante. "Maksudnya apa nih, kamar kok cuma ada satu, heh?!"     

Dante yang sudah hafal tabiat tsundere istrinya cuma mesem-mesem santai seraya hampiri sang Cambion. "Biar lebih gampang cari asupan." Dicondongkan wajahnya mendekati raut Andrea.     

Gadis itu buru-buru dorong wajah pria Nephilim. "Kau tidur di ruang tengah! Gak mau tau!"     

Malam itu Andrea tidur cepat. Ia sudah lelah luar dalam. Maksudnya, lelah hati, pikiran dan raga.     

Hutan juga terasa sunyi. Hanya suara binatang kecil malam yang entah apa namanya. Hanya berbunyi 'kruk... kruk.. kruk' lirih. Mungkin itu ala jangkrik dunia Underworld. Keduanya sudah hafal dan tak merasa terganggu karena pengalaman berhari-hari di tempat itu.     

Mereka tidak mengkuatirkan mengenai monster, karena Andrea yakin monster kepala rusa sudah menceritakan pada penghuni hutan lainnya mengenai Andrea.     

Dante yang patuh tidur di sofa ruang tengah pondok, sudah menciptakan selimut karena hawa malam ini lumayan dingin. Ia sudah minum segelas coklat hangat, dan tak sempat menawari Andrea karena gadis itu keburu tidur terlebih dahulu.     

"Semoga tak perlu ada monster apapun yang datang mengganggu," lirih Dante sambil menaikkan selimut hingga sebatas lehernya.     

Namun baru saja dia akan memejamkan mata, dia dibuat kaget setengah mati saat pintu kamar terbuka dan Andrea keluar dengan penampilan luar biasa hingga jakun Dante naik turun berkali-kali tanpa sadar.     

"Dante... dingiiinnn..."     

"Haahh?" Dante sampai susah meneguk saliva. Demi apa Andrea tiba-tiba sudah memakai lingerie tipis tembus pandang berwarna biru putih dan bersikap provokatif begitu?     

Tunggu, jangan-jangan itu bukan Andrea. Itu pasti Andrea abal-abal! Ya, Dante yakin itu. Mana mungkin Andrea asli bisa sebinal demikian? Menatap manja seraya bahasa tubuh sangat mengundang.     

Apakah ini di alam mimpi? Dante segera mencubit keras dirinya. Ia mengaduh kesakitan, dan itu artinya dia tidak berada di alam mimpi.     

Lalu ini....     

"Daaanteee..." Kini malah gadis itu berganti pose. Tubuhnya melorot ke lantai dan kian atraktif memprovokasi libido Tuan Nephilim. "Apa kau tak kasian padaku, hmm?" Tatapannya sayu merayu. Bahkan tiba-tiba sudah ada bantal di sana. Sejak kapan?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.