Devil's Fruit (21+)

Dante Melihat Sesuatu



Dante Melihat Sesuatu

0Fruit 365: Dante Melihat Sesuatu     
0

Di Hutan Kegelapan, hubungan antara Nivria dan Andrea kian erat kian akrab. Begitu juga antara Andrea dan Ruenn. Mereka bertiga seolah sahabat karib.     

Meski Ruenn tidak ikut menginap di pondok Andrea, namun ia sering datang dan pulang jika hari menjelang petang.     

Satu lagi... Zardakh yang mengetahui istri barunya pergi ke hutan menemui anaknya, terkadang berkunjung diam-diam tanpa sepengetahuan Andrea. Nivria selalu mengusir Zardakh yang dianggap mengganggu.     

"Pulang saja sana! Aku sedang menikmati kebersamaan aku dengan putriku, Zardakh!" usir Nivria terang-terangan.     

"Sampai kapan kau di sini, heh? Ini sudah berminggu-minggu kau tidak kembali ke istana, Nivria!" Zardakh mencengkeram lengan istrinya.     

"Jangan katakan kau hanya kehilangan teman tidur, Zardakh." Nivria seolah menusuk tepat ke jantung sang Iblis.     

Zardakh mengerang kesal. "Nah, kalau kau sudah tau itu, ayo pulang bersamaku!"     

Nivria menepis tangan yang mencekal lengannya. "Tidak! Aku masih ingin di sini! Bersama anakku!"     

Zardakh kenal betul sifat keras kepala Nivria. Oleh karena itu ia mengalah dan pergi. Seperti itu berulang kali yang terjadi.     

Namun kali ini, ada yang beda. Usai Zardakh pergi dan Nivria kembali masuk ke pondok, ada sosok yang berdiri tegang tak jauh dari tempat pertemuan Nivria dan Zardakh tadi.     

Dante.     

"Aku harus beritahu Andrea."     

Pria Nephilim itu mencari kesempatan agar bisa bicara berdua saja dengan istri dadakannya. Sesudah makan malam dan Rueen baru saja pulang ke istana, Dante mendekati Andrea.     

"Yank... nanti malam aku ingin bicara denganmu. Berdua saja. Serius," bisiknya agar Nivria yang sedang mencuci piring tidak mendengar.     

Andrea mengernyitkan dahi. "Oke." Ia pun menyetujui.     

Saat Nivria sudah lelap di kamar Andrea, gadis Cambion itu turun pelan-pelan dari ranjang untuk menemui Dante.     

"Sekarang ngomong deh, apaan yang serius itu. Buruan. Aku dah ngantuk ini!" Andrea terhuyung-huyung mencapai kursi di ruang makan. Dia memang sudah mengantuk.     

Dante ambil nafas dahulu, mempersiapkan kalimat yang sekiranya bisa diterima Andrea.     

"Begini, sayank... tadi sewaktu aku sedang cari buah di tengah hutan, aku bertemu dengan Via. Dia--"     

"Astaga, Dante! Lagi-lagi kau menjadikan Via sebagai topik obrolan!" seru Andrea, tertahan. "Tak bisakah kau percaya padanya? Tak bolehkah aku punya sahabat di sini? Kau pikir enak apa sendirian di dunia asing? Aku butuh teman ngobrol! Sedangkan kalo ama kamu, seringnya cuma sekitar seks doang!"     

Pemuda Nephilim tak diberi kesempatan bicara. Andrea terus saja memberondong Dante dengan omelan.     

"Dah! Aku mo tidur! Ngantuk banget, gilak! Awas aja kalo kamu masih nyinggung-nyinggung tentang Via dan kecurigaan kamu!" ancam Andrea sambil tatap tajam Dante. Kemudian gadis itu pun melangkahkan kaki ke kamar,  menyusul Nivria tidur.     

Dante cuma bisa menelan ludah. Andrea sudah begitu buta mengenai Nivria. 'Oke, kalo kamu memang tak mau dengar aku, yank... aku akan buktikan aku tidak sembarang tuduh ke Via sialan itu!' batinnya geram.     

Sejak itu, Dante memilih banyak diam dan tak mau memancing amarah Andrea. Hormon kehamilan Andrea makin membuat gadis itu sensitif dan mudah marah.     

Ia hanya bisa menatap saat Nivria mengelus perut Andrea dan si Cambion terkekeh senang.     

Dante juga ingin begitu! Ia sudah lama tidak menyentuh Andrea. Bahkan perut sebuncit itu membuat dia gemas ingin turut mengelus. Tapi, itu mustahil dilakukan jika Andrea masih dalam mode terlalu emosional.     

Sang Nephilim tampan kadang mengintip pertemuan antara Zardakh dan Nivria di tengah hutan. Ia mengawasi saja. Berharap Nivria tidak menyakiti Andrea.     

Tuan Nephilim tak punya teman mengobrol. Siapa lagi yang bisa diajak bicara? Apakah ia harus ke pondok batu milik Kenzo? Cih! Rasanya ia lebih memilih kakinya dipotong ketimbang mendatangi Kenzo hanya untuk bercakap-cakap.     

Yang benar saja!     

Kehamilan Andrea sudah makin besar. Sudah enam bulan. Ruenn memperkirakan Andrea akan melahirkan di usia kehamilan tujuh bulan.     

"Kau yakin, Ruenn?" tanya Andrea ketika adik tirinya mengucapkan prediksi.     

"Iya, Kak. Yang aku baca di buku-buku kuno milik perpustakaan Iblis, biasanya kehamilan seperti Kakak ini spesial. Takkan sampai sembilan bulan." Ruenn menjabarkan.     

"Memangnya kehamilan Iblis berapa bulan biasanya?" Andrea penasaran.     

"Untuk kami... antara 10 bulan hingga 15 bulan."     

"Waooww! Lama nian! Hahah! Apa tidak tersiksa membawa perut sebesar ini sampai begitu lama? Lima belas bulan! Bayangkan! Setahun lebih!"     

Ruenn terbahak mendengar kekaguman kakaknya. Atau... itu bukan kagum?     

"Aku sudah tak sabar ingin lihat ponakanku!" Ruenn tampak berseri-seri.     

"Aku juga tak sabar lihat..." Nivria terdiam sejenak. Lalu melanjutkan dengan nada canggung. "... ponakanku. Hahah! Pasti sangat menawan. Ya, kan Puteri Ruenn?"     

Ruenn mengangguk. "Tentu! Dan aku harus mulai berbelanja baju-baju bayi untuk kado ponakanku nanti."     

"Aku bisa menemanimu, Tuan Puteri." Nivria menawarkan diri pada Ruenn.     

"Waahh! Itu bagus! Akan kuberitau jika saatnya berbelanja tiba!"     

"Heeiiii... bukankah harusnya si ibu hamilnya juga diikutsertakan?"     

"Hahaha! Tidak boleh, Kak. Kakak harus di sini saja, tak boleh terlalu capek."     

"Heeiiii... aku tidak selemah itu, you know..." protes Andrea, ditanggapi kekehan Ruenn dan Nivria.     

-0-0-0-0-     

"Ratu, kapan kita mulai berangkat menyerang Underworld?" tanya Rean pada Ratu Voira saat pemimpin Antediluvian akan beranjak tidur.     

Baju sudah diganti dengan piyama sutera kesukaan Ratu Voira. Ia pun telah merebahkan diri ke atas peraduan.      

"Sebentar lagi. Setelah semua pasukan Nephylim siap. Kulihat mereka masih kurang tangguh. Beri aku waktu seminggu lagi untuk menggembleng mereka secara khusus." Ratu Voira menarik selimut bulu beruang menutupi tubuhnya.     

Rean ikut naik ke peraduan, bergabung dengan Ratu Voira. Mereka sudah biasa tidur satu ranjang begitu. Ratu Voira yang menginginkan.     

"Pasti kita akan menang secara gemilang, Paduka." Rean sudah memasukkan tubuh ke dalam selimut yang sama dengan junjungannya.     

Ratu Voira tersenyum miring. "Tentu. Tentu saja kita yang akan menjadi pemenangnya. Pasukan kita begitu hebat. Kita dibantu Angel. Tak mungkin kalah."     

Tangan Ratu Voira mulai merayap di bawah selimut, mencari sesuatu.     

"Aannghh... Yang Mulia..." desah Rean apa adanya saat puting dadanya sudah dipilin jemari Ratu Voira.     

"Sepertinya aku tidak akan langsung tidur malam ini." Mata Ratu Voira berkilat nakal. Ia mengarahkan tangan ke area selatan Rean, sehingga gadis itu kian jelas mengerang.     

"Haanghh... Ratu... Ra--aanghh..."     

"Hahahaha! Kau suka disentuh di sini, ya kan Rean?" Jemari Ratu Voira sudah mengusap-usap klitoris Rean.     

Gadis muda itu menggelinjang. Dua tangan meremas seprei di atas kepalanya. "Aa-aarrnnghhh... Yang Mulia... haaanghh..." Kini jari-jari nakal padukanya sudah melesak masuk ke vagina.     

"Hihihi! Aku suka suara binalmu, Rean. Kau memang jalangku. Jalang kesayanganku... hahah!" Ratu Voira kian bersemangat mengaduk liang intim Rean. Dan mencari-cari titik nikmat Rean.     

"Aaaghh... haaanghh... aargh... arrmghh... AARRGHH!!!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.