Devil's Fruit (21+)

Kini Mengetahui Kebenarannya



Kini Mengetahui Kebenarannya

0Fruit 368: Kini Mengetahui Kebenarannya     
0

Malam itu sembari Andrea tidur bersama Nivria sesudah Ruenn pulang ke istana, mereka saling bercerita seperti biasa.     

Namun kali ini Andrea ingin mengungkapkan sesuatu yang penting. Ia percaya Nivria. Oleh sebab itu ia ingin membagi pemikiran dia pada Ibu yang dianggap Kakak karena ketidaktahuannya.     

"Kak Via..."     

"Humm?" Via menoleh ke samping, mendapati Andrea yang menoleh ke arahnya.     

"Kalau aku curhat ke Kakak, janji gak akan sebar-sebarkan, ya kan?"     

Nivria terkekeh, sekaligus senang. "Tentu saja. Kalau kau minta dirahasiakan, ya pasti akan aku rahasiakan."     

Andrea tersenyum lega. Nivria sudah mendapatkan kepercayaan dia. Tak ada salahnya membagikan apa yang ada dalam benak ke 'Kakak' dia.     

"Kak Via, Kakak tau gak apa tujuanku datang ke sini? Ke kerajaan ini?"     

Nivria menggeleng. "Tidak. Memangnya apa motif kamu kemari?"     

"Aku... Aku ingin membunuh Ayahku. Ingin membuang darah Iblis ini dari tubuhku."     

Nivria terkesiap. Tak menyangka jika anaknya memiliki pemikiran seekstrim itu. "Mem...bunuh ayahmu? Berarti... membunuh Raja Zardakh?"     

Nona Cambion mengangguk.     

"Kenapa kau ingin membunuh dia?"     

"Karena Raja sialan itu sudah mewariskan darah busuk Iblis ke tubuhku."     

"Begitu bencinya kau pada Raja Zardakh, Andrea?"     

"Sangat! Dia sudah membawa petaka pada keluargaku. Membuat Ibuku menghilang, mengakibatkan jatuhnya kehidupan Oma dan Opa karena diusir dari desa dan harus berjuang mati-matian di kota besar demi aku." Andrea lepas mengatakan semua pikiran. "Makanya aku ingin membalaskan dendam ini dengan membunuh Iblis biadab itu."     

Nivria sempat terdiam beberapa saat. Hatinya mencelos. Ternyata sang anak sangat membenci darah Iblis yang mengalir dalam dirinya. Ia merasa turut berdosa telah mengakibatkan Andrea memiliki sesuatu yang dibenci.     

Sang Ibunda sungguh ingin mengutuk dirinya sendiri mengetahui betapa Andrea benci menjadi keturunan Iblis. Bahkan menderita karena ditinggalkan Nivria sejak lahir.     

Rasanya begitu banyak dosa Nivria pada Andrea. Entah apakah sang anak bisa memaafkan dia jikalau nantinya Andrea tau siapa dirinya.     

Malam itu usai Andrea meluapkan isi benaknya, Nivria susah tidur. Ia disesaki oleh perasaan bersalah. Andai. Andai... Ah, semuanya hanya bisa dikatakan andai...     

Keesokan harinya, Ruenn datang sejak pagi seperti biasa. Mereka kini sudah asik di dapur menyiapkan makan siang. Dante sudah menangkap ikan dan juga memetik sayuran.     

Saat sedang asyik bersenda gurau, tiba-tiba tangan Nivria tersayat pisau.     

"MAMA!" Ruenn lekas menyeru tanpa bisa dicegah. "Kau baik-baik saja?" Ia lekas menarik tangan Nivria untuk diperiksa.     

"Ahh, hanya luka begini saja, kok. Tak perlu kuatir, sayank." Nivria mencoba tersenyum lembut ke Ruenn.     

Mereka tak menyadari tatapan syok milik Andrea. "Mama?" Matanya menyipit. "Kau memanggil Kak Via... Mama?!"     

Ruenn dan Nivria menoleh kaget ke Andrea seolah kucing kepergok mencuri ikan. "Aku..." Ruenn tak tau harus berkata apa.     

"Berarti..."     

"Ya." Nivria berikan seulas senyum. "Ruenn anakku. Maaf kami tak mengatakannya sedari awal. Dia anakku. Dan kau juga boleh memanggilku Mama kalau kau mau, Andrea."     

Ruenn ikut tersenyum kini setelah mendengar Nivria tak lagi menutupi identitasnya, walau belum semua. "Aku memang anak Mama,'' ujarnya sembari memeluk Nivria, begitu manja. "Makanya aku sering kemari. Nah, Kak Andrea juga boleh panggil Mama, kok. Kan kita keluarga."     

Ya, terasa manis dan sepoi-sepoi bagai angin surgawi ucapan Ruenn barusan. Namun Ruenn tak tau betapa Andrea membenci ras Iblis dan juga membenci takdirnya. Lalu kini ia harus gembira karena punya keluarga Iblis?!     

Cambion itu tersenyum kecut. Dia sudah terlanjur mempercayai Via. Sudah kepalang basah akrab dan nyaman di dekat Via. "Aku... lebih baik memanggil Ibu saja kalau kalian tak keberatan. Aku rindu Ibuku yang sudah tiada."     

Nivria dan Ruenn saling bertatapan. Ada yang terasa nyeri di hati Nivria. Anaknya menderita. Dan itu semua karena dia. Harus dengan cara apa dia menebus dosa-dosanya?     

Seminggu berlalu tanpa ada masalah. Andrea mulai bisa menerima bahwa Via adalah salah satu istri Zardakh. Ia secara lugu berpikir positif bahwa kedatangan Via ke pondoknya hanya ingin berkenalan dan mengakrabkan diri sebagai keluarga besar. Baiklah.     

Hingga suatu sore, Dante nekat membangunkan Andrea yang sedang tertidur, membopong ke dalam hutan untuk menyaksikan sesuatu.     

"Kau harus melihat dengan mata kepala kau sendiri, sayank." Dante terbang menggendong Andrea yang sibuk protes ke sebuah area lapang.     

Ia menurunkan Andrea dan meminta Andrea berhenti bicara. "Ssshhhh... jangan bicara dulu,'' bisik Dante ketika mereka ada di balik pohon besar.     

Andrea sudah ingin menyahut kesal, namun mulutnya keburu dibekap tangan Dante dan sayup-sayup ia mendengar suara dua orang bercakap-cakap tak jauh dari tempat ia berdiri.     

Setelah mempertajam pendengaran, ia jadi tau suara siapa saja itu. Nivria dan Zardakh. Andrea mematung demi tidak ketahuan sedang menguping bersama Dante.     

"Kumohon kembalilah ke istana, Nivria. Aku mohon."     

"Tidak mau! Berapa kali harus kukatakan kalau aku ingin di sini, dekat dengan anakku!" tegas Nivria.     

"Tapi keadaan sedang darurat, Nivria. Para Angels dan kaum Nephilim sudah tiba di gerbang Underworld. Sebentar lagi akan mencapai tempat ini. Kalian dalam bahaya besar!"     

Nivria menatap kalut ke Zardakh. "Benarkah?" Ia melongo. Pasukan Heaven sudah datang!     

"Tentu saja benar, Nivria! Kau harus tau, janin di perut anakmu sedang diincar mereka untuk dimusnahkan." Zardakh menambahkan.     

"Dan salah siapa hingga anak serta cucuku dikejar-kejar untuk dimusnahkan, hah?! Salah siapa?!" Nivria syok.     

Sama syok-nya seperti Andrea yang sempat membeku di tempatnya ketika mendengar nama yang diucapkan Zardakh. Nivria. Nama itu begitu familiar, amat sangat ia tau.     

"Ibu..." lirih Andrea. Lalu ia cengkeram batang pohon tempat dia berlindung, dan meremas hingga batang itu porak poranda menimbulkan suara yang mengagetkan Nivria dan Zardakh.     

Nivria menatap ngeri ke arah putrinya. Ia menggeleng, berharap itu bukan Andrea. "Tidak. Tidak, sayank. Ini tidak seperti yang kau pikirkan." Ia berjalan mendekat ke Andrea.     

Namun, sang Cambion justru mundur. "Kau... Kau Ibuku. Ibu yang kukira sudah mati. Ternyata kau... kau di sini... menjadi istri Iblis keparat itu." Ia menunjuk ke Zardakh yang terdiam menatap tajam ke arah Andrea.     

"Andrea sayank, maafkan Ibu. Nanti akan Ibu jelaskan. Sekarang ayo kita mengungsi ke istana agar kau dan janinmu bisa terlindungi." Nivria ingin menggapai tubuh putrinya, tapi Andrea mengelak.     

"Kenapa kalian amat suka menyakiti perasaan aku? Apakah aku hanya sekedar bahan iseng kalian saja?" Andrea menatap linglung ke semua yang di dekat dia. Nivria, Dante, dan juga Zardakh.     

"Tak ada waktu untuk bicara sentimentil, Andrea." Zardakh kini mulai berujar.     

Nivria mengangguk. "Kita bisa tinggal di istana pribadiku jika kau tak sudi tinggal dengan ayahmu, sayank."     

Andrea terkekeh. "Hebat. Bahkan kau juga punya istana pribadi setelah mengabdi pada Iblis."     

"Andrea!" bentak Zardakh. "Jangan kurang ajar pada ibumu!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.