Devil's Fruit (21+)

Nyanyi Pilu Sang Abu



Nyanyi Pilu Sang Abu

0Fruit 372: Nyanyi Pilu Sang Abu     
0

Para Nephilim perempuan kembali ke Antediluvian dengan kondisi memperihatinkan.     

Semua dikumpulkan ke hall istana Ratu Voira.     

Sang Ratu menatap para Nephilim yang tertangkap Iblis. Matanya nyalang menatap satu persatu para wanita malang tersebut.     

"Kurung mereka semua!" titah Ratu Voira, mengakibatkan suasana riuh mendadak di hall itu. "Masukkan mereka ke penjara, besok... eksekusi mereka!"     

"Ratu! Ratu! Kenapa harus begitu?" protes salah satu Nephilim yang dijatuhi vonis.     

"Ratu! Tolong pertimbangkan lagi keputusan Ratu! Kami mohon!" Kini salah satu pengawal istana berteriak memohon karena anaknya termasuk yang divonis.     

"Ratu, kasihanilah mereka..." Pengawal lain berujar. "Mereka sudah melalui sesuatu yang amat buruk. Mereka sudah menderita batin juga raga, Ratu!"     

"Tolong, Ratu Voira. Tolong jangan hukum mati istri saya. Tolong..." ratap seorang pengawal yang ternyata istrinya menjadi korban Iblis di peperangan.     

Namun, Ratu Voira tak bergeming menghadapi semua protes dan ratap yang terdengar di segala sudut hall.     

Setelah keadaan makin riuh, Ratu Voira melemparkan bola energi ke dinding hingga semua orang bungkam seketika. Tak ada lagi yang berani bicara. Hanya ada isakan tertahan.     

"Ini aku putuskan dengan berat hati!" Suara Ratu Voira menggelegar. "Siapapun kalian... rakyat Antediluvian... jika kalian disentuh Iblis, maka hukumannya adalah kematian untuk kalian!"     

Semua tercengang mendengar ada hukum baru dari sang Baginda Ratu.     

"Tidak ada ampun bagi ras kita yang sudah terkotori Iblis laknat! Harus dimusnahkan!" Ratu Voira berapi-api.     

Ia teringat pengkhianatan Dante dan Revka. Tangannya erat mencengkeram ujung lengan kursi singgasana.     

"Ratu... hamba mohon ampuni kami. Hiks! Kami juga punya keluarga... hiks!" Salah satu Nephilim perempuan nekat berbicara.     

Swoosshh!     

Wusshhh!     

Ratu Voira melemparkan bola energi ke wanita malang tadi yang langsung terbakar hebat dan menjadi debu dalam hitungan detik. "Masih ada yang ingin cepat mengikuti jalang yang lancang tadi?!"     

Semua terdiam. Beberapa bahkan menunduk ketakutan. Mereka semua tidak pernah menyangka kekejaman dari junjungan mereka. Mereka saling bertanya-tanya di dalam hati, apakah itu wajah asli dari ratu mereka?     

"Aku tegaskan lagi, bahwa aku tak sudi ada rakyatku yang disentuh Iblis! Mati adalah hukumannya! Tak pantas ras suci seperti kita bersentuhan apalagi bersenggama dengan Iblis dan semua keturunannya!" Ratu Voira kembali menggelegarkan suaranya.     

"Kau!" Ratu Voira menunjuk pengawal yang tadi sempat bicara meratap. "Memangnya kau sudi istrimu disetubuhi Iblis? Bagaimana kau saat sedang bersenggama dengannya nanti? Bukankah akan terbayang terus tubuh istrimu sudah dikotori Iblis? Belum lagi jika ia hamil anak Iblis! Paham kau?!"     

Pengawal tersebut menunduk menahan tangis. Tak mampu menjawab ucapan Ratu Voira. Meski dia benci akan kenyataan mengenai sang istri, namun ia sangat menyayangi istrinya.     

"Dan kau!" Kini telunjuk Ratu Voira terarah pada pengawal lainnya. "Apakah kau sudi anakmu itu bekas mainan Iblis? Bagaimana kau akan menjalani hari-hari jika sekitarmu akan bergunjing tentang putrimu?! Kalau dia hamil, apa kau sanggup memiliki cucu berdarah Iblis, musuh besar kita?!"     

Pria paruh baya itu menunduk dalam, melirik putrinya yang terisak-isak. "Hamba... paham, Ratu." Ia harus menelan kepahitan yang disajikan.     

"Bagus kalau kau paham!" sahut Ratu Voira puas. "Bayangkan bagaimana masa depan kalian jika kalian kuampuni! Masihkah akan mendapatkan cinta suami kalian sebesar sebelumnya? Masihkah kalian akan laku dipersunting pria?!"     

Semua tak berani menjawab. Karena mereka paham. Tapi... itu terasa sangat menyakitkan. Bagaimanapun, mereka masih ingin hidup.     

Akhirnya ditetapkan besok pagi usai matahari muncul di ufuk timur adalah waktu eksekusi bagi para Nephilim perempuan yang sudah diperkosa Iblis.     

Semua saling bertangisan. Berpelukan seolah kebersamaan sebentar lagi akan terenggut di antara mereka.     

"Kenapa Ratu Voira bisa sekejam itu?"     

"Ssshhhh! Pelankan suaramu! Jangan sampai Ratu tau atau kau akan diubah menjadi abu!"     

.     

.     

Pagi berikutnya, halaman Istana Antediluvian menjadi tempat eksekusi. Seluruh warga Antediluvian dipersilahkan hadir menyaksikan.     

"Ini adalah hukuman bagi kalian jika berani bersentuhan secara intim dengan Iblis LAKNAT!" seru Ratu Voira sebelum acara eksekusi. Lalu ia bertitah ke semua algojo. "Penggal kepala mereka semua yang sudah terkotori Iblis!"     

Maka, ratap dan jeritan ngeri pun bergaung bersahutan mengiringi pemenggalan 373 Nephilim perempuan. Setelah dipenggal, jenasah mereka dibakar hingga menjadi abu sesuai perintah Ratu Voira dengan alasan agar semua benih iblis musnah tanpa bekas.     

-0-0-0-0-0-     

Perut Andrea kian membesar. Terkadang ia kesulitan berjalan hingga harus rela dipapah Dante atau Nivria.     

Sebenarnya ia tak mau, tapi apa daya jika ia merasakan kenyamanan akan sentuhan Dante. Apalagi Nivria tak kenal lelah mendekati dia.     

"Mama... sebentar lagi aku akan bertemu Mama di dunia nyata. Rasanya tak sabar." Sang anak di dalam perut berceloteh riang.     

"Hei, hei, jangan brojol duluan. Keadaan lagi ruwet. Jangan nambah ruwet laahh..."     

"Mama tak mau cepat bertemu dengan aku? Ini aku nampilkan wajah sedih di sini loh, Ma..."     

"Tsk! Gak usah ngerajuk, deh. Maksudku gak gitu, Nak. Ini kita lagi perang. Mama kan kuatir kalau ada apa-apa di kamu entar." Andrea ada di balkon kamarnya sembari elus-elus perutnya.     

"Semoga kita semua selamat, yah Ma!"     

"Hu-um." Andrea tersenyum kecil. Hanya itu yang bisa dia harap saat ini. Selamat bersama anaknya. Oke, dan juga dengan Dante. Yah, dia kan tak mau nantinya kerepotan sendiri merawat sang Anak.     

Benarkah itu saja yang kau pikirkan, Nona Cambion?     

Tepp...     

Sentuhan lembut pada dua bahunya membuat Andrea menoleh ke belakang. Dante.     

"Sedang ngobrol apa dengan anak kita?" tanya Dante seraya dekatkan wajah ke pipi Andrea.     

Nona Cambion lekas jauhkan wajah suaminya sambil pipi merona. "Enggak bicara apa-apa. Dah ah, jangan deket-deket, napa?!"     

"Mama dan aku sedang ngobrol bahwa Mama ingin kita bertiga selamat dalam suasana perang ini, Pa." Sang anak menjawab.     

"He-heeiii!" Andrea panik. Ingin tabok si anak, tapi bakalan menyakiti perut sendiri.     

"Wah, wah, aku jadi terharu." Dante mulai duduk di pagar pembatas, menghadap Andrea.     

"G-gak usah ge-er! Itu kan biar... biar aku kagak kerepotan ngurus dia entar! Enak aja kamu udah nanem benih tapi gak ikut ngurus!" Wajah Andrea kian memerah.     

Dante tergelak geli. "Hahaha, iya deh, iya... jangan kuatir, sayank... aku pasti akan bantu merawat anak kita. Itu sudah pasti."     

Andrea menoleh ke arah lain, menghindari tatapan Dante. "Humft!"     

Tuan Nephilim ulurkan tangan usai berdiri di depan istrinya. "Yuk, masuk ke dalam. Di sini dingin. Aku tak mau kau dan anakku sakit."     

"Gak mau!" tolak Andrea.     

"Maaa... dingiiinnn..." rengek anaknya.     

"Woi!" Andrea mendelik ke perutnya.     

"Hahaha! Tuh, anak kita jujur sekali. Yuk!" Dante langsung saja membopong Nona Cambion tanpa perduli protes yang mengalir deras dari bibir Andrea. "Kau tambah berat, nih!"     

"Ma-makanyaa! Turunin!"     

"Tidak mau! Anggap saja ini latihan angkat beban untukku. Hahah!"     

"Nephilim sialan!"     

Dante hanya terbahak menanggapi hujatan Andrea. Ia sudah paham bahwa istrinya hanya malu mengakui perasaannya saja.     

Ia bopong Andrea ke ranjang. Letakkan perlahan sang istri di atas peraduan empuk dan besar. "Sudah lama sekali kita tidak saling sayang di tempat privat begini, yank."     

Lagi-lagi Andrea jauhkan wajah Dante yang mendekat. Ia tak menyahut, justru balik badan memunggungi suaminya.     

"Pasti anak kita sudah rindu nutrisi bergizi dariku. Iya, kan Nak?" Dante tak menyerah, julurkan tangan menggapai tepi badan Andrea dan berakhir di dadanya.     

Andrea terkejut. Segera saja ia tepuk keras tangan Dante.     

"Iya, Pa. Kangen sekali. Mama juga butuh nutrisi Papa supaya kuat, tidak lemas seperti belakangan ini." Si anak seolah bekerja sama dengan ayahnya.     

Andrea tak berkutik jika anaknya sudah berkomplot dengan suaminya. Anak macam apa ini, hah?!     

"Ha-aanghhh..." Andrea gagal menahan desahannya. Meluncur mulus begitu saja ketika tangan Dante memainkan puting payudara dia yang langsung mengeras.     

Desahan bertambah kencang saat tangan nakal Tuan Nephilim merayap ke bawah, menjangkau titik tersensitif Nona Cambion.     

"Kenapa, sayank?" Dante sok tak peka.     

Andrea sudah melelehkan keringat. Jantung berdebar kencang. Lama nian tidak disentuh seperti ini. Yah, itu juga karena kau sendiri yang terus menolak, Nona.     

"Haanghh~ agghhhh~ dasar... Nephilim mesum--anghhhh..." Jemari tangan kanan Tuan Puteri meremas kuat bantal, masih enggan balik badan ke Dante.     

"Ayo..." bisik Dante di belakang telinga istrinya. "Aku beri asupan bergizi untukmu dan anak kita..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.