Devil's Fruit (21+)

Karena Dia Anak Spesial



Karena Dia Anak Spesial

0Fruit 370: Karena Dia Anak Spesial     
0

Di Istana Berlian, Andrea terlihat gelisah. Ia tidak diperkenankan ikut bertempur melawan Angels dan Nephilim.     

"Kumohon, Andrea... sayangilah anak dalam perutmu. Dia berhak hidup bersamamu." Nivria tak pernah lelah memberikan kalimat bujukan agar anaknya tidak gelisah.     

"Haahh!" Puteri Cambion akhirnya duduk setelah sibuk mondar-mandir di balkon lantai atas.     

"Aku akan buatkan kau teh camomile agar kau bisa lebih tenang." Nivria berdiri, siap ke dapur.     

"Tak usah repot-repot untukku." Andrea mencegah melalui kata-katanya. "Toh dulu kau juga gak ingin repot mengurusku."     

Sindiran itu terasa menyayat hati Nivria. Begitu tajam dan menyakitkan. Tapi Nivria sadar, dia patut mendapatkan ucapan demikian setelah apa yang ia perbuat pada Andrea di masa lalu.     

"Andrea... Ibu..."     

"Bapak sialan itu kenapa membentengi istana ini dengan mantera segel?!" teriak Andrea frustrasi.     

"Itu karena ayahmu tak mau terjadi sesuatu padamu. Dia tak ingin kau keluar dari istana dan juga agar makhluk yang menyerang kita tak bisa menerobos masuk." Nivria berusaha menjelaskan maksud Zardakh memberikan segel sihir pada istana tersebut.     

"Omong kosong bedebah itu... aku gak percaya secuil pun! Semua Iblis licik dan manipulatif!" Andrea meremas tepian penyangga balkon.     

Nivria mendekat ke anak kandungnya. Memegang lembut lengan sang anak yang tengah gusar. "Bersabarlah, sayank."     

Andrea melepaskan tangan Nivria pada lengannya. "Bukannya kau masih punya janji padaku?"     

Nivria ingin menangis. Andrea yang sekarang begitu berbeda dengan Andrea beberapa minggu lalu. Anaknya kini secara terang-terangan membencinya. "Janji?"     

"Yeah! Janji untuk kasi tau ke aku cara bunuh bapak laknat itu! Masa sih udah lupa?!" Bahkan kalimat Andrea sudah tidak memakai sopan-santun seperti sebelumnya ke Nivria.     

Nivria menarik nafas dan hembuskan pelan-pelan dengan suara lirih. "Janji itu, yah..."     

Nona Cambion menoleh ke Nivria. Pandangannya tidak bisa dikategorikan ramah. "Kenapa? Udah gak minat kasi tau aku? Mo ikut-ikutan kebiasaan Iblis yang demen bohong?!"     

Sang Ibunda menggeleng sembari menahan tangis. Sedih sekali mendengar anaknya justru berkata getir pada dirinya. "Bukan begitu, sayank."     

"Lalu apaan? Sekarang udah termehek-mehek ama tuh Iblis?!" tambah Andrea makin getir. Ia masih belum bisa menerima kebohongan Nivria padanya selama di pondok Hutan Kegelapan, sekaligus marah karena menganggap Nivria lebih memilih King Zardakh ketimbang dirinya waktu dulu.     

Nivria membekap mulutnya agar suara isaknya tidak perlu terdengar. "Maaf. Ibu minta maaf jika Ibu terkesan membuangmu dulu."     

"Terkesan?" Nada suara Andrea meninggi. "Jadi kau masih bakalan berkelit soal itu? Aku kudu percaya bahwa mamak aku kagak lagi ngebuang aku, cuma khilaf amnesia kagak inget punya orok, gitu yah?"     

Kini Nivria tak bisa bendung isak tangisnya lagi. Ia menutup mulutnya sembari tertunduk. "Tidak begitu, sayank. Kau salah paham... hiks!"     

"Lalu emangnya apa alesan kau ninggalin ak--ARRGHHH!" Tiba-tiba Andrea menjerit kesakitan. Tangan kanan memegangi perut.     

"ANDREA!" Nivria memburu tubuh anaknya agar tidak jatuh. "Andrea... kenapa? Apa yang kau rasakan, sayank?" Raut sang ibunda tentu sangat cemas. Dia menyayangi anaknya, putri terkasih milik dia. Justru karena dia sangat menyayangi Andrea, dia memilih ikut King Zardakh ke alam Underworld.     

Wajah Andrea sudah memucat dengan keringat dingin muncul di sekujur tubuh. "A-aarrnghh... sa-sakiittt... aarrgghh..." Satu tangan berpegangan ujung penyangga balkon, berusaha tidak jatuh ke lantai meski susah untuk berdiri tegak.     

"Andrea! Tahan, sayank..." Nivria panik. Ia terus memegangi tubuh anaknya. "DANTEE!!! DANNTEEE!!!" Berteriak sekuat tenaga agar menantunya datang.     

Sesuai harapan, Dante pun datang. "Ada ap--ANDREA!!!" Ia turut panik seperti Ibu mertuanya saat menyaksikan keadaan Andrea.     

.     

.     

.     

Kini Andrea sudah berbaring tenang dan terpejam di ranjangnya. Ada Dante, Nivria, Ruenn, dan Druana di dekat ranjang.     

"Apakah dia baik-baik saja, Druana?" tanya Nivria cemas.     

"Jangan kuatir, Nyonya." Druana tersenyum kecil. "Puteri Andrea hanya memiliki sedikit stres dan berpengaruh pada janin." Sang Iblis medis berupaya membuat orang di ruangan itu menjadi tenang.      

"Stres?" Nivria memicingkan mata.     

"Tuan Puteri tampaknya memiliki beban pikiran berat." Druana menjelaskan sedikit. Ia tak menutupi bagian itu.      

Nivria menghela nafas seraya lunglai di kursinya. "Semua karena aku. Ini salahku. Benar-benar salahku..."     

"Mama..." Ruenn menggapai Nivria. "Jangan menyalahkan diri sendiri begitu."     

"Tapi aku--"     

"Nyonya, tenang saja. Karena obat alami untuk Puteri Andrea ada di sini. Tak perlu kuatir." Druana mengerling. Kemudian dia melirik ke arah Tuan Nephilim tak jauh darinya.     

"Obat alami? Di sini?" Nivria membeo menggunakan nada tanya.     

"Itu." Druana menunjuk ke Dante yang duduk di tepi ranjang, menciumi tangan Andrea tiada jeda. "Dia obat alami Puteri Andrea."     

Nivria menatap tak yakin ke Dante. "Kenapa bisa begitu?"     

Iblis medis Druana tersenyum sekali lagi. "Saban Puteri Andrea kesakitan akibat kehamilan dia, hanya sentuhan Tuan Dante yang bisa menyembuhkan."     

"Ermmghh..." Terdengar erangan lirih dari arah ranjang.     

"Sayank!" Dante menampilkan wajah suka cita. "Kau siuman!"     

Andrea ingin bangkit, namun dicegah Dante.     

"Jangan bangun dulu, sayank. Berbaring saja, yah!" Dante mengecupi punggung tangan istrinya.     

Nivria sudah di tepi ranjang tersenyum bahagia melihat anaknya sudah sadar dari pingsannya. "Syukurlah kau sudah bangun, sayank."     

"Kakak." Ruenn ikut mendekat. "Kami cemas setengah mati!"     

Andrea masih agak bingung, menatap semua orang yang ada di dekatnya. "Anakku!"     

Druana muncul. "Dia baik-baik saja. Asalkan ada bapaknya di dekat dia, maka kalian akan baik-baik saja."     

Andrea menoleh ke Dante. Dibalas tatapan mesra oleh suaminya.     

"Tuan Puteri, perbanyak rileks dan berfikir santai saja," imbuh Druana.     

"Kagak bisa begitu, Druana. Gimana bisa rileks kalo keadaan sedang kacau di luar?" Andrea masih lemah hingga suara saja terdengar lirih dan serak.     

"Jangan kuatir, Puteri. Seluruh tentara negeri ini berjuang melawan musuh agar Tuan Puteri tidak terancam bahaya apapun. Berharap saja musuh lekas dipukul mundur."     

"Semoga saja, Druana," lirih Andrea tak berdaya.     

"Naahh... saranku agar Puteri rileks... perbanyaklah waktu berduaan dengan Tuan Dante. Itu bagus untuk kesehatan janin Puteri." Druana mengerling ke Tuan Nephilim. "Dan banyak-banyak mendapatkan asupan bernutrisi tinggi."     

"Nah, Ma... ingat saran Druana, Ma. Tadi hampir saja aku celaka, Ma." Anak di dalam perut Andrea seakan menyalahkan Andrea atas sikap keras kepala sang Cambion.     

"Diam saja, anak kecil!" desis Andrea ke perutnya.     

"Anak kecil?" Nivria tampak kebingungan. "Kau bicara dengan siapa, sayank?"     

Andrea balas tatapan ibunya. "Dengan anakku. Dia baru saja mengatakan kalimat konyol."     

"Kalimat konyol?" Ruenn miringkan kepala. "Seperti apa, Kak?"     

Nona Cambion menatap ketiga perempuan di sampingnya. "Kalian... benar-benar tak bisa dengar suara anakku?"     

Ketiganya menggeleng.     

"Aku dengar." Dante berbicara.     

"Ohh, berarti yang bisa mendengar suara anak di perut Tuan Puteri hanyalah orang tua si janin." Druana menyimpulkan.     

"Kenapa bisa begitu?" Ruenn penasaran.     

"Karena dia anak spesial. Dari orang tua spesial pula." Druana kembangkan senyum terkulum.     

-0-0-0-0-0-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.