Devil's Fruit (21+)

Welcome, Irony



Welcome, Irony

0Fruit 376: Welcome, Irony     
0

Karuan saja ada angin kencang keluar dari bawah tempat mereka berdiri. Bahkan asap tipis berwarna hitam mulai keluar cepat dari tubuh Andrea dan Zardakh.     

Zardakh mendelik sambil meremas pegangan belati yang ditusukkan Andrea. Darah segar mencuat keluar dari tusukan dan juga mulutnya. Ia mundur, terhuyung menjatuhkan buku dan berusaha berpegangan pada rak buku di belakangnya.     

Andrea heran, kenapa darah yang keluar berwarna merah? Bukankah Iblis berdarah hitam? Atau dia terlalu banyak membaca buku fiksi tentang dunia supernatural?     

"A-aarrkkhh..." Suaranya tercekat. Perlahan tubuh Zardakh lenyap berganti serpihan dan berubah menjadi tubuh... Nivria.     

Andrea melotot kaget melihat sang Ibunda malah muncul. Segera saja ia memburu tubuh limbung ibunya. "Ibu! Ibu!" panggilnya panik.     

Dante ikut maju. Tak menyangka kejadian di depan mata yang sekejap namun mengagetkan sekali.     

"Ibu! Ibu!" Andrea mendekap tubuh Nivria yang sudah berlumuran darah. "Kenapa justru Ibu yang muncul?! Apa maksudmu, Bu?!" Andrea menjerit kalap.     

Nivria menggapai pipi anaknya, tersenyum lembut. "Apapun untuk kebahagiaan kamu, Nak. Sekaligus menebus dosa Ibu padamu."     

"Tapi kenapa harus begini?!" Andrea menangis tersedu.     

"Jika ini bisa membuat apa yang kau ingin capai, maka Ibu rela. Jika ini... UHUK! Bisa membuatmu memanggilku Ibu... aku sudi—uhuk!" Nivria memuntahkan darah segar.     

"Tapi kenapa kau harus menyamar sebagai dia?! Kenapaaa?!" Andrea masih tak terima.     

"Ini... satu-satunya... cara." Nivria sudah payah berujar. Tubuhnya terasa kian dingin.     

Zardakh yang masih memeriksa laporan para menteri, seketika merasakan sakit teramat sangat di jantungnya. Ia langsung tau Nivria dalam bahaya. Ia lekas menghilang menuju tempat Nivria berada.     

Begitu Zardakh muncul, ia bagai dihujam seribu palu Thor menyaksikan Nivria sudah bersimbah darah dalam pelukan Andrea. "APA YANG KAU LAKUKAN KE IBUMU, ANAK TOLOL?!"     

Zardakh sudah akan melemparkan Andrea jika tidak dicegah Nivria yang lemah berbicara.     

"Zardakh, jangan! Jangan sakiti anak kita. Jangan, kumohon..." iba Nivria memandang penuh pinta pada sang suami iblis.     

"Inilah kenapa aku dari dulu tak mengijinkan kau bertemu anakmu! Lihat sekarang, Nivria! Lihat!" Zardakh menggeram kalut.     

Kehebohan itu mengakibatkan Kenzo dan Ruenn datang.     

"MAMAAA!!!" Ruenn menjerit histeris. Kemudian menghambur ke Nivria. Ia rebut tubuh Nivria dari dekapan Andrea. Didorongnya tubuh Andrea agar menjauh. "Kau jahat!! KAU JAHAT MELEBIHI IBLIS YANG KAU LAKNAT!!!"     

Andrea menggeleng linglung. "Aku... aku tidak... itu bukan..."     

"Ruenn..." Nivria lirih menyapa anak tirinya.     

Ruenn segera menyahut disela isak tangisnya. "Iya, Mama! Iya. Ini aku di sini."     

"Berjanjilah pada Mama, kau takkan benci Andrea." Nivria mulai kehilangan pandangan. Semua terasa kabur di matanya. Kesadaran mulai menipis.     

Sang anak tiri menggeleng. Isaknya kian keras.     

Zardakh mengambil alih tubuh Nivria, mendorong Ruenn seenaknya. "Nivria! Nivria! Gadis tololku..." Sang Raja pun menangis.     

Nivria mengenali suara suaminya. "Zardakh..." bisiknya. "Lekas berjanji padaku."     

"Tidak, Nivria. Tidak..." Raja menggeleng seolah tau apa yang akan dipinta istrinya.     

Nivria meraba wajah di depannya dan letakkan jemari di mulut Zardakh. "Ssshhhh... jangan katakan tidak pada keinginan aku yang terakhir. Kumohon. Jaga Andrea, Dante dan cucu kita. Jaga mereka seperti kau... UHUK! Menjagaku..."     

Zardakh tak sanggup berkata apapun selain menangis terisak pilu. "Kenapa kau setega ini padaku, Nivria?" Ia tak berani mencabut belati di jantung Nivria, karena justru akan fatal.     

"Relakan aku, Zar... Daakkhh... semoga... aku diijinkan berein... kar... nassiiii..."     

Perlahan tubuh Nivria mulai mengeluarkan api. Lama-kelamaan tubuh itu melayang di udara, terbakar seluruhnya. "Anakku Andrea, terima kasih kau sudah membebaskan aku pula dari darah Iblis. Maaf Ibu pergi terlebih dahulu. Maafkan semua dosa Ibu. Hiduplah bahagia dengan suami dan anakmu." Suara Nivria menggema di ruangan itu beserta tubuh sudah dibalut api seluruhnya.     

Lalu tubuh api itu pun mulai pudar dan akhirnya menghilang sama sekali.     

Tinggallah orang-orang yang terisak-isak. Zardakh meraung marah. Tatapannya nyalang ke Andrea.     

Dante tau istrinya dalam bahaya. Ia segera maju menjadi perisai Andrea. Kenzo pun demikian.     

"Paduka! Jangan kalut!" teriak Kenzo pada Zardakh yang sudah memancarkan mata merahnya. Rupa pun sudah berganti ke bentuk setengah Iblis, bertaring serta bertanduk besar.     

"MINGGIR, KENZ!" raung Zardakh.     

"Paduka Yang Mulia! Tolong ingat wasiat terakhir Nyonya Nivria!" Kenzo tetap berdiri di depan Andrea bersama Dante.     

"MINGGIR!!!" seru Zardakh seraya kibaskan tangan yang berakibat terpentalnya Kenzo dan Dante secara serempak. Andrea mundur ketakutan. "Kau... ANAK DURHAKA!"     

Sekali kibasan, Andrea ganti yang terpental dan menabrak tembok. Perutnya nyaris bertubrukan dengan lantai jika Druana tidak lekas menangkap.     

Kenzo lekas bangkit dan memegangi tangan Rajanya. "Paduka! Jangan kecewakan Nyonya Nivria!"     

Dante melesat ke Andrea yang dipegangi Druana. "Kau tak apa, sayank? Ada yang sakit?"     

Andrea menggeleng lemah namun segera ia meraung kesakitan. Tangan mencengkeram gaun di bagian perut. Wajahnya memucat.     

Dante panik. "Druana! Kenapa dia..."     

Druana menatap ke Tuan Nephilim. "Sepertinya Tuan Puteri akan melahirkan tak lama lagi."     

"Hah?!" Dante tampilkan wajah terkejut.     

"Air ketubannya pecah." Druana melirik ke lantai yang basah.     

"Astaga!" seru Dante.     

"Bawa dia ke kamarnya. Segera, Tuan!" seru Druana ke Dante yang langsung melaksanakan ucapan Iblis medis tanpa menunggu menit berikutnya.     

Tinggallah Zardakh, Kenzo, dan Ruenn di ruangan itu. Tuan Raja seakan mulai bisa tenang. Kata-kata terakhir Nivria terus memenuhi benaknya. "Lepaskan aku, Kenz."     

"Tidak, Tuanku. Sebelum Paduka—"     

"Aku sudah tidak apa-apa. Lepaskan. Percayalah." Zardakh menggeram lirih.     

Kenzo perlahan lepaskan pelukannya pada tubuh Zardakh. Ruenn lekas menghambur ke pelukan Kenzo, menangis di dada Panglima Incubus itu.     

"Mama! Hiks! Mama dibunuh! Hiks! Dibunuh Cambion laknat itu! Hiks!" Ruenn erat memeluk Kenzo meski pria itu berusaha lepas.     

Zardakh terduduk sambil memandang langit-langit ruangan. Seolah berharap Nivria kembali muncul.     

Di kamar, Andrea sudah dibaringkan Dante ke ranjang. Druana lekas mengkomando para dayang istana untuk menyediakan seember air panas, beberapa handuk bersih, serta gunting.     

"Puteri, tekuk dua kaki anda. Saya akan bantu Anda melahirkan."     

Tak ada yang bisa diperbuat Andrea selain mematuhi perintah Druana. Ia menekuk kedua lutut dan Druana menyingkap roknya.     

"Sudah pembukaan lima. Cepat sekali." Druana takjub. Namun ia sadar anak yang akan dilahirkan adalah anak ajaib.     

Andrea mengerang. Dante lekas mendekat, menggenggam tangan istrinya. "Aaarrgghh!"     

"Ayo, Tuan Puteri, dorong keluar anakmu. Kumpulkan kekuatan untuk mengejan!" Druana menyemangati. Ia tidak bisa memperlakukan persalinan ala kaum iblis karena Andrea masih setengah manusia.     

Persalinan iblis terlalu brutal untuk manusia, Druana khawatir Andrea tidak akan bisa menahannya. Oleh karena itu, sang iblis medis masih menggunakan cara manusia untuk menangani persalinan Andrea.     

Andrea genggam erat tangan Dante. "Sakiitt! Aaarrgghh! Sakiitt! Punggungku... aarrgghh!"     

Druana menoleh ke pria Nephilim. "Tuan, usap-usap punggungnya sembari setengah dudukkan tubuh Tuan Puteri. Topang tubuh dia dengan tubuh Anda, Tuan! Cepat!"     

Tak ada alasan bagi Dante untuk memprotes perintah Druana. Ia naik ke ranjang, setengah dudukkan istrinya dengan menopang tubuh Andrea menggunakan dadanya. Tangan kiri menggenggam tangan Andrea, sedangkan tangan kanan sibuk mengelus-elus punggung bawah istrinya.     

"Errrrghhhhh! Heerrrghhhh!" Andrea berjuang mengejan. Sakit di sekujur tubuh terpaksa ia tahan. Sudah dihempas Zardakh, harus bersalin pula! Kurang sakit apa, coba?     

"Terus, Puteri! Terus! Sudah mulai terlihat kepala bayimu!" Druana berseru sambil menahan lutut Andrea agar terus membuka.     

Andrea terengah-engah. Rasanya tak sanggup lagi. Kepala mulai pening. Akankah ia pingsan dalam kondisi krusial begini?     

"Andrea! Andrea!"     

"Puteri! Ayo berjuang, Puteri!"     

Rasanya suara Dante dan Druana terdengar sayup-sayup. Kesadaran Andrea kian menyusut. Pandangan pun mulai kabur. Wajah panik Dante dan Druana kian samar.     

Tiba-tiba ia ada di tempat asing. Tempat indah mirip taman bunga mawar yang dia pernah tau. Andrea menggumam lirih. "Apakah... ini Surga? Aku... sudah mati?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.