Devil's Fruit (21+)

Welcome, Dear Baby



Welcome, Dear Baby

0Fruit 377: Welcome, Dear Baby     
0

Tiba-tiba ia ada di tempat asing. Tempat indah mirip taman bunga. Andrea menggumam lirih. "Apakah... ini Surga? Aku... sudah mati? Eh, tapi aku kan banyak dosa. Mana mungkin langsung masuk ke Surga..." Ia malah bergumam sendiri seolah menjawab pertanyaan dia sendiri pula.     

"Andrea..." Ada suara halus yang mengalun merdu memasuki indera pendengaran Andrea.     

Siapa?     

Nona Cambion menoleh kaget mendengar namanya dipanggil suara yang tak asing meski ia berada di tempat antah berantah. "Ibu?"     

Andrea menyipitkan matanya, seolah dia sedang memfokuskan pandangannya, khawatir jika itu hanya sebuah fatamorgana ataupun mata dia mendadak minus sekian.     

Nivria berjalan mendekat ke arah Andrea sembari uraikan senyum lembut seperti biasa. "Halo, sayank."     

Wajah itu...     

Tidak disangsikan lagi, itu memang wajah Nivria, sang ibunda dari Nona Cambion. Tapi... bagaimana bisa? Bukankah Andrea melihat sendiri bahwa sang ibu sudah dilahap kobaran api yang sangat ganas dan ... mati?     

Mati.     

Ya, Nivria bukannya sudah tiada? Bagaimana dia bisa mendatangi Andrea? Gadis itu makin bingung dengan apa yang sedang dia alami saat ini.     

"Ibu, kenapa aku ada di sini? Ini tempat apa?" tanya sang putri pada sosok yang dia yakini sebagai ibunya. "Kau... kau beneran ibu, kan?"     

"Ini taman Nirwana, Nak." Sang ibunda menyahut disertai senyuman lembut yang biasa dia berikan pada Andrea. "Tentu saja ini adalah Ibu. Memangnya siapa lagi, Nak?"     

Andrea mencerna jawaban sang ibunda. Jika benar itu adalah Nivria, bukankah itu artinya sosok di depannya adalah arwah dari Nivria? Atau apapun sebutannya. Yang pasti, bukan sosok dengan jasad darah dan daging.     

Lalu... jika itu benar-benar Nivria, maka....     

"Berarti aku sudah..." Andrea sampai tidak berani melengkapi kalimatnya.     

"Apa kau menginginkan itu terjadi?" Nivria justru balik menanyakan sesuatu yang ditakutkan Andrea.     

Andrea termangu. Mati? Apakah ia ingin mati? "Aku... aku tak ingin mati, Bu." Yah, segila-gilanya sang Cambion, dia masih ingin hidup. Dia masih ingin bersama dengan orang-orang yang dia sayangi.     

Dahulu, di alam Cosmo, dia pernah hampir salah paham mengira dirinya akan mati cepat hanya karena sebuah mutiara merah aneh tiba-tiba masuk begitu saja di tubuhnya. Dan Andrea berusaha tegar ketika mutiara itu disinyalir bisa menghisap daya hidup makhluk apapun.     

Tapi, sekarang setelah dia mengetahui bahwa itu bukan mutiara mengerikan yang dia khawatirkan, dia pun meneguhkan diri untuk tidak ingin mati, apapun alasannya.     

"Kalau begitu, berjuanglah, anakku sayank..."     

"Tapi, Bu... kenapa Ibu harus melakukan itu? Kenapa Ibu menyamar sebagai Zardakh?"     

"Terkadang... apa yang kita anggap benar, belum tentu baik. Begitu juga sebaliknya. Tak ada kebenaran hakiki di dunia manapun. Kebenaran diciptakan oleh masing-masing orang, menurut pandangan mereka yang lebih kuat dan berkuasa."     

"Apakah Ibu membicarakan keinginan aku membuang darah Iblis ini? Apakah itu salah menurut Ibu?"     

"Nak, salah atau benar tidak ditentukan oleh sepihak. Biarkan hatimu yang menuntun. Biarkan waktu yang berbicara."     

"Bu, apakah kau mencintai iblis brengsek itu?" Andrea selalu ingin tau mengenai perasaan Nivria pada King Zardakh.     

Nivria mengangguk masih dengan senyum tak pernah pudar dari wajah ayunya.     

"Kenapa? Kenapa Ibu malah mencintai makhluk laknat seperti itu?" Andrea mempertanyakan seolah dia sedang memprotes ibunya.     

"Cinta itu sesuatu yang ajaib, sayank." Nivria mengelus rambut putrinya. "Awalnya Ibu juga sama sekali tidak ingin bersinggungan dengan ayahmu. Tapi... lama demi lama... hati Ibu mulai bergetar setiap dia ada di dekat Ibu. Dari situlah Ibu tau Ibu menyukainya, lalu mencintainya."     

"Cih! Memangnya apa bagusnya sih dia? Dia mesum, cabul, egois, kasar, dan brengsek." Andrea mendengus keras.     

Nivria terkekeh ringan. "Bukankah menurutmu dia tampan dalam wujud manusianya?"     

"Ibu, apa kau hanya suka dia karena dia tampan? Ibu, kau ini receh sekali."     

Nivria tidak tersinggung dengan ejekan dari putrinya, dia tetap terkekeh sambil mengelus rambut sang anak. "Dulu, Ibu justru takut dia dekati karena dia tampan. Ibu mulai jatuh cinta padanya ketika... dia terus memberikan perhatian dan sikap posesifnya yang bagi Ibu... itu manis, hehe."     

"Ceh! Masih saja itu receh bagiku, Bu." Andrea mencibir meski tetap saja Nivria tergelak kecil, tidak tersinggung sama sekali. "Iya, sih, dia memang tampan untuk ukuran manusia, tapi... tetap saja... brengsek."     

"Tsk, kau ini." Nivria mencubit lembut hidung putrinya. "Ibu harap, sepeninggal Ibu, kau dan ayahmu bisa lebih akrab dan kompak."     

"Aku masih ingin bersama Ibu."     

"Di sini kah?"     

"Terserah." Tiba-tiba, Andrea ingin lebih lama lagi dengan sang bunda. Ada sebuah dorongan aneh yang seakan membujuk dia untuk tetap di sana bersama Nivria.     

"Apakah kau tak ingin melihat wajah anakmu? Tak ingin mencoba membangun rumah tangga bersama Dante?"  Nivria mengelus lembut rambut legam anaknya.     

"Aku merindukan Ibu semenjak kecil. Tapi kenapa-"     

Nivria sentuhkan telunjuk ke bibir Andrea. "Ssshhhh... Ibu selalu ada di dekatmu. Kau harus tau itu. Ibu pasti bersamamu meski kau tak bisa melihat Ibu. Kau akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanmu tadi."     

"Ibu... aku takut..."     

Nivria merengkuh tubuh anaknya ke dalam dekapan. "Ibu yakin kau kuat dan pemberani. Jauh lebih berani ketimbang Ibu."     

"Aku gak yakin, Bu." Andrea yakin dirinya bukan manusia super yang selalu kuat. Dia juga bisa lemah dan lelah.     

"Kau belum mencoba, sayank. Ayolah, berjuanglah demi anakmu dan Dante."     

"Aku lelah, Bu."     

"Tidak. Ibu masih bisa merasakan semangat membara ada dalam dirimu. Kau bukan wanita lemah. Ibu tau itu."     

"Benarkah?"     

"Kau sayang anakmu, bukan?"     

Andrea mengangguk.     

"Kau cinta suamimu, bukan?"     

Andrea tertunduk malu.     

"Ohh, ayolah... Ibu tau persis kau mencintai dia, Nak. Tampak jelas, kok! Haha."     

"Ibu menggodaku..."     

Nivria terkekeh kecil lalu elus pipi anaknya. "Nah, kalau kau benar sayang mereka, lakukan yang terbaik. Perjuangkan rasa sayang itu. Jangan menyerah. Ibu selalu bersamamu."     

Mendadak bayangan Nivria memudar, taman bunga pun sirna berganti dengan suasana kamar Andrea.     

"Tuan Puteri! Syukurlah!" Druana tersenyum senang.     

"Terima kasih, Tuhan Kau sudah sadarkan istriku!" Dante memanjatkan syukur. Ia amat lega Andrea kembali sadar setelah sempat pingsan baru saja.     

"A-aku... masih hidup?" tanya Andrea lirih.     

Druana mengangguk mantap. Dante mengecupi kening istrinya. "Tentu saja! Tentu kau masih hidup, sayank."     

Andrea tatap kedua orang yang ada di ranjang bersamanya.     

"Tuan Puteri, ayo kita berjuang lagi. Kepala bayimu sudah nyaris keluar tadi. Tapi, masuk lagi saat Puteri melemah."     

Andrea mengulum bibirnya. Kembali menggenggam erat tangan Dante. "Iya, ayo kita lakukan lagi."     

Dante dan Druana mengangguk.     

Cambion itu kembali mengejan kuat. Wajahnya merah padam, peluh membanjiri sekujur tubuh. Otot di leher tampak jelas. "Eeeeerrrgghhh!"     

"Ayo, sedikit lagi, Puteri!"     

"Heerrrghhhh!"     

"Ayo, Nak. Ibu yakin kau bisa."     

"Sayank, sebentar lagi anak kita lahir!"     

Nivria hadir di kamar itu meski hanya suara yang mampu didengar Andrea saja. Dante dan Druana tidak bisa.     

"HERRRRGHHH! ERRRRGHHHHH!"     

"SEDIKIT LAGI, PUTERI!"     

"HEEERRRRGGGHHHHHH!" Andrea mengejan kuat dan panjang. Buku tangannya memutih, wajahnya makin merah padam, tangan mencengkeram kuat pada tangan Dante.     

Tak lama kemudian... sesuatu meluncur keluar dari liang vagina Andrea berwarna merah terang dan diselimuti selaput tipis.     

"Hoaaahh! Hoaaahh!" Terdengar tangisan kuat bayi usai ditepuk-tepuk lembut punggungnya saat dijungkirkan Druana. Ia pun tersenyum lega.     

Druana lekas membawa bayi tersebut untuk dibersihkan menggunakan air hangat.     

Tuan Nephilim menatap bayinya penuh syukur dan bahagia. Ia kecupi kepala basah Andrea. "Terima kasih, sayank. Terima kasih melahirkan anakku."     

Sedangkan Andrea terlalu lemah untuk menyahut. Ia ukirkan senyum damai melihat anaknya sudah dibungkus selimut hangat dan diberikan padanya.     

"Selamat atas kelahiran anak lelaki Anda, Tuan Puteri." Druana serahkan sang bayi ke gendongan Andrea. "Susui saja langsung."     

Andrea patuh. Segera ia dekatkan puting susu ke mulut sang anak yang langsung dihisap rakus hingga Puteri Cambion meringis antara geli dan sakit. "Dia... kuat sekali menghisapnya."     

Druana menatap senang. "Dia kelaparan, Puteri. Haha."     

"Ibu tau kau kuat, Nak," bisik Nivria yang direspon senyum kecil Andrea.     

Ibu muda itu pun memandangi bayinya. Seorang anak lelaki. Begitu manis sekaligus tampan. "Helo. Selamat datang, baby Jovano."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.