Devil's Fruit (21+)

Mengetuk Pintu Nestapa



Mengetuk Pintu Nestapa

0Fruit 378: Mengetuk Pintu Nestapa     
0

Andrea masih tak percaya dia telah membunuh ibunya sendiri menggunakan tenaga dan tangannya. Tak menyangka jika Nivria menyamar sebagai Zardakh hanya demi bisa memuaskan hasrat Andrea melenyapkan sang Ayah sekaligus hilangkan darah Iblis dalam tubuhnya.     

Namun... apakah setimpal?      

Apakah itu membuat Nona—Nyonya Cambion puas?      

.     

.     

Baby Jovano baru saja tidur setelah kenyang meminum ASI. Meski diyakini kekuatan si bayi menghilang seiring matinya Nivria, namun kamar tempat Jovano tetaplah dijaga oleh para Soth, bergantian dengan Roxth. Andrea yang menginginkan itu.     

Kini Andrea berjalan menuju ke taman belakang istana, ke area kebun mawar, tempat kesukaan Nivria.     

Tangan lentik Andrea menjamah sekuntum besar mawar biru. Teringat betapa Nivria bangga dengan mawar yang berhasil ia budidayakan di taman tersebut.     

Tadinya Andrea tak begitu perduli akan itu, namun sekarang berbeda.      

Tiap ia menyentuh mawar, terasa menyakitkan.     

Sangat.     

Hingga tak sadar lelehan bening dari matanya telah mencapai pipi. Hatinya nyeri. Tidak hanya kehilangan seorang Ibu, namun tragisnya... ia sendiri pelakunya.      

Yang lebih disesali olehnya adalah... ia lebih sering bersikap pahit dan getir pada sang Ibu di hari-hari terakhir Beliau.     

Bahkan sekian lama ia dipertemukan dengan Nivria melalui takdir pun, ia tak pernah sekalipun memanggil Ibu pada Nivria, kecuali di saat kematian mulai menjemput Nivria.      

Tidak! Andrea tidak menginginkan Nivria mati. Tentu tidak!     

Sayangnya waktu tak bisa diputar ulang. Bahkan tak ada satupun Iblis bisa melakukan itu. Djanh? Dia hanya membual, menggertak saja bila mengatakan bisa mengembalikan waktu.     

Andaikan ada sihir untuk menghidupkan orang mati pun, jiwanya takkan kembali sempurna seperti sebelumnya.      

Intinya... takkan ada lagi kesempatan bagi Andrea untuk merasakan kehadiran Nivria secara nyata. Tak ada kemungkinan Andrea bakal merasakan hangatnya pelukan sang Ibu. Semua sudah terlambat.     

Terisak, Andrea tutupi wajah menggunakan dua telapak tangannya, berdiri di depan pohon mawar kesayangan ibunya.     

Dia berdosa. Dia durhaka. Anak tolol, seperti ayahnya katakan padanya malam itu. Ya, dia pantas dimaki seperti itu.      

Sreett!     

Brukk!     

Andrea sekonyong-konyong terjatuh ketika tubuhnya tiba-tiba ditarik lalu didorong. Ia terjatuh di tanah, menatap pelakunya yang memandang angkuh dari atas.     

"Cambion laknat! Kenapa kau masih di sini?!" seru Ruenn penuh kepahitan menatap sengit ke Andrea yang mencoba berdiri, namun Ruenn kembali mendorong hingga terjatuh lagi. "Kau kan sudah tak punya kekuatan! Tak ada darah Iblis lagi! Ya, kan?! Jadi untuk apa masih mendekam di sini?! Pergi sana ke duniamu sendiri!"     

"Ruenn..." Andrea tak mengira perlakuan dari adik tirinya begitu sengit. Ia terus tatap nelangsa adiknya meski harus mendongak.     

"Kau ingin jadi manusia, kan? Nah, sekarang kau sudah dapatkan yang kau mau. Jadi, SANA PERGI!" teriak Ruenn tanpa ragu dengan telunjuk mengarah ke arah sembarang bagai sedang mengusir.     

"Ruenn..." Isak Andrea kian terdengar. "Hiks! Jangan begini, Ruenn... hiks!"     

"Kau! Kau manusia terkutuk! Kau sudah membunuh orang yang amat aku sayangi! Kau pembunuh!"     

"Hiks! Maafkan aku, Ruenn... aku juga gak ingin begitu, Ruenn... hiks!" Andrea masih saja bersimpuh di tanah.     

"Hah! Maaf?! Enak sekali itu terucap dari bibirmu! Kau tak merasakan sakit yang aku rasa, manusia laknat! Nivria adalah Mama tersayangku!" Ruenn memukul dadanya seraya berteriak dan juga menangis marah.     

"Dia juga ibuku, Ruenn!" Andrea ikut berteriak. Bagaimana bisa Ruenn mengklaim Nivria untuk dirinya sendiri? Andrea juga berhak untuk itu!     

"Dan kau membunuhnya! Bahkan kau membencinya hingga dia dijemput ajal! Kau membencinya, manusia terkutuk!" maki Ruenn tanpa ditahan-tahan.     

Andrea tak mampu menjawab hujatan Ruenn. Ia memilih menelungkupkan wajah ke lutut, terisak-isak.      

"Kau... kau manusia laknat juga harus merasakan sakitnya kehilangan orang yang kau sayang. Humhh! Bagaimana kalau kubunuh Kakek dan Nenekmu?"     

Andrea mendongak, menggeleng keras. "Jangan!"     

"Atau... anakmu saja mumpung dia ada di sini?" Ruenn menyeringai.     

"Jangan! Kumohon jangan!" Andrea beringsut menggapai kaki Ruenn untuk ia peluk, memohon dengan sangat. "Kumohon jangan sakiti mereka. Kalau kau mau sakiti, aku saja. Aku saja!"     

"Menyakitimu?! HAH! Apa faedahnya?! Kau harus rasakan apa yang aku rasakan!" Ruenn menendang Andrea hingga sang Cambion terduduk di tanah. Gadis Iblis itu tampaknya tak puas. Ia tendang lagi wajah Andrea lalu melayang menghindari gapaian tangan Andrea. "Aku membencimu! Aku benci kau sedari dulu!"     

Nyonya Cambion menyeka darah di ujung bibirnya. Ruenn mengibaskan tangan hingga Andrea terpental. Darah kini mengucur dari pelipis. "Ruenn... kenapa?" lirih Andrea, sedih. Ruenn yang biasanya ceria dan penuh sayang padanya, kini berubah bengis.     

"Kenapa, kau tanya? Kau pikir aku menyukaimu, hah?! Jangan harap! Sejak kau mulai dibicarakan di istana, aku benci padamu! Ayah selalu membicarakanmu! Mama sering menyebutmu! Seolah kau ini penting bagi semuanya! Kau merebut perhatian Ayah, Mama dan juga Kenz! Aku membencimu sampai ke tulang-tulangku!"      

Swoosshh!     

Ruenn tembakkan bola energi ke Andrea hingga gadis itu terlempar ke udara. Namun tubuhnya segera ditangkap seseorang sebelum ambruk terhempas ke tanah.      

Jwooshh!!     

Penangkap tubuh Andrea melancarkan  bola energi pula ke arah Ruenn yang langsung mengenai gadis itu. Ruenn terpekik kesakitan.     

"Dante, jangan!" cegah Andrea ketika suaminya hendak memberikan Zephoro lainnya untuk Ruenn. "Jangan sakiti Ruenn..."     

"Tapi dia menyakitimu!"     

Andrea tetap menggeleng lemah. "Jangan..."     

"Tuan Puteri!" pekik Druana yang baru saja datang. Ia tampak bingung menyaksikan apa yang terjadi di taman tersebut. "Puteri Ruenn, ada apa ini?!"     

Ruenn tidak menjawab Druana, dan memilih pergi menghilang. Namun, sebelum dia pergi,  dia sempat berucap untuk Andrea, "Kau sekarang sama lemah dan menyedihkannya dengan manusia karena kau membuang kekuatan Iblismu. Rasakan saja mulai sekarang apa yang sudah kau buang!"     

Seusai Ruenn menghilang, Druana lekas menghampiri Andrea, dan menyembuhkan semua luka di tubuh sang Cambion.     

Setelah itu, Andrea dibaringkan ke peraduan supaya bisa beristirahat. Dante ingin menemani istrinya, namun Andrea meminta Tuan Nephilim menjaga bayi mereka.      

Berdua dengan Druana di kamar, Andrea terdiam beberapa saat. Namun, akhirnya dia bersuara. "Aku pantas diperlakukan seperti tadi oleh Ruenn."     

"Tidak, Puteri. Tak ada yang bisa membenarkan perbuatan Puteri Ruenn pada Anda."     

"Aku pantas dibenci oleh siapapun yang menyayangi Ibuku. Ruenn, Zardakh, dan entah siapa lagi." Suara sang Cambion terdengar lemah. "Aku sudah membunuh Ibuku sendiri. Itu dosa yang susah diampuni."     

"Puteri... aku... menemukan apa yang membuat Nyonya Nivria melakukan semua itu."      

Andrea berpaling menghadapkan wajah ke Druana. "Apa itu?" Tatapan penuh keingintahuan tercetak jelas.     

"Nyonya Nivria menemukan cara terampuh melenyapkan darah Iblis dari tubuh seseorang. Dengan cara... membunuh sang ibu kandung." Druana mengucap penuh hati-hati.     

Wanita Cambion itu terbelalak kaget. "Jadi... bukan dengan membunuh Iblisnya?" Ia sampai terduduk saking terperanjat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.