Devil's Fruit (21+)

Bertengkar



Bertengkar

0Fruit 305: Bertengkar                                
0

"Apa Andrea masih di dalam Pondok Alkemia?" tanya Dante pada Rogard suatu siang setelah dia selesai berlatih ketrampilan ilmu tombak bersama Raja Naga Iblis Heilong.     

"Ya, Tuan. Nona masih di sana dari pagi seusai sarapan." Rogard menunduk hormat ke majikannya.     

"Tsk! Bocah itu kalau sudah punya keasikan, selalu lupa waktu lupa segalanya." Dante menyimpan tombak jenis naginata dia ke dalam cincin ruang yang dibelikan oleh Andrea. Ia melangkah ke arah Pondok Alkemia, tempat yang dibangun khusus untuk Andrea berlatih ketrampilan selain bela diri.     

Begitu pintu pondok dibuka, tampak Andrea masih duduk dan fokus pada sebuah kertas jimat. Jarinya bergerak-gerak di atas kertas jimat tersebut. Begitu fokusnya hingga tidak menyadari Dante sudah berada di sisinya.     

"Sampai kapan kau berkutat di sini, bocah? Bahkan aku yakin kau belum makan siang." Dante berdiri di samping kursi nona Cambion.     

Tanpa menoleh, Andrea menjawab, "Sampai aku yakin udah merampungkan nih jimat api. Susah banget, tauk!"     

"Hm..." Dante mengambil kursi lain dan duduk di dekat Andrea, "Perlukah aku suapi kau makan supaya kau tidak perlu berakhir dengan sakit nantinya?"     

"Dan, mendingan kamu keluar aja deh daripada gangguin aku gini." Andrea masih belum ingin berpaling dari kertas jimatnya.     

Tuan Nephilim menarik napas pelan-pelan, mencoba menambah kadar kesabaran dalam dirinya. "Apa yang sulit memangnya?"     

"Nulis rune di atas kertas gini dengan jari itu susah, sekedar informasi untukmu." Andrea belum ingin menoleh apalagi melirik Dante yang sudah duduk di sebelahnya. "Aku harus salurkan kekuatan batin aku biar bisa keluarkan melalui jariku dan nulis rune dengan tepat di kertas ini. Kalo salah kelokan dikit aja kagak bakalan manjur jimatnya."     

Dante melipat dua tangan di depan dada sambil menyahut, "Bukankah Raja Heilong sudah memberi tau kamu bahwa ada pena khusus yang bisa digunakan untuk menulis rune?"     

"Paman Heilong telat ngomongnya!" sungut Andrea tanpa menoleh. Dia masih ingin rune yang dia tulis bisa sempurna tanpa cacat. "Ngomong gitu sesudah aku berhari-hari belajar otodidak pake jariku."     

"Ya sudah, kalau begitu kan tinggal kau ganti saja dengan pena. Siapa tau itu justru akan memudahkan kamu menuliskan rune daripada menggunakan jari langsung?" Dante melirik kertas jimat yang sudah bertanda lambang-lambang aneh yang dia tidak paham.     

"Kelar! Akhirnya kelar!" seru Andrea. "Woo hoo!" Ia menyeka keringat yang tidak ada di dahinya. Mungkin dia hanya berimajinasi mandi keringat untuk lebih menghayati pekerjaan dia ini. Andrea mengangkat kertas jimat yang telah ia torehi rune api.     

"Itu kah yang kau bilang jimat api?" tanya Dante.     

Andrea tidak berniat menjawab gamblang. Dia bangkit berdiri dari kursinya sambil membawa kertas jimat itu keluar dari Pondok Alkemia. "Sekarang waktunya uji coba!"     

Dante mengikuti langkah Andrea ke sebuah lereng batu. Ia berdiri di dekat Andrea saat gadis Cambion itu berkonsentrasi sejenak dan melepaskan kertas jimat tadi menggunakan tenaga Mossa. Jimat segera menempel pada batu dan Andrea mengerutkan keningnya, lalu...     

BLAARRR!!!     

Beruntung Dante sigap dan membawa Andrea terbang menjauh dari pusat ledakan.     

"Kau ini!" Dante masih memeluk pinggang Andrea di angkasa. "Tidak bisakah kau tidak bertindak ceroboh begini? Seenaknya meledakkan sesuatu dan tidak berdiri jauh dari ledakan!"     

Gadis Cambion menampakkan deretan gigi putihnya ketika dia meringis seolah tidak berbuat dosa apapun yang menyebabkan Dante khawatir sebelumnya. "Kan ada kamu, Dan... awwhh!" Dia menjerit kecil karena hidungnya dijepit dan ditarik oleh Dante. "Sakit..." rengeknya sambil meninju ringan dada Tuan Nephilim.     

"Itu salahmu, bocah! Enak saja selalu mengandalkan aku," keluh Dante. Mereka perlahan-lahan mulai turun dari langit.     

"Emangnya aku gak boleh mengandalkan kamu, yah Dan?" Lihat, gadis itu kini bertingkah merajuk.     

Dante jadi gemas sendiri melihat kelakuan Andrea yang demikian. Dia sampai tak bisa berkilah apapun juga jika Andrea sudah berlagak begitu. Hanya cukup melumat bibir Nona Cambion saja untuk melampiaskan kegemasan dia.     

-------------     

Di malam hari, ketika Andrea dan Dante sudah berada di atas tempat tidur, gadis itu berkata pada pria di sebelahnya, "Dan, tau gak, ini udah masuk bulan kedua belas loh kita di sini. Udah hampir setahun. Gak kerasa, yah!"     

Dante membalas tatapan sang gadis padanya, sambil berkata, "Setahun? Hampir setahun? Hm... lama juga aku bertahan tidak mati kaku karena kamu."     

"Dih! Kok belagu banget, yah kamu!" Andrea kesal dan menusuk-nusukkan telunjuknya ke berbagai area tubuh Dante, terutama pinggang si pria.     

Tuan Nephilim terkekeh kegelian sambil berusaha menangkap biang dari tusukan. "Hei, dilarang berbuat anarkis pada suamimu ini!"     

Andrea mendelik sambil menyahut, "Heh, kapan kamu jadi suamiku, hmhh?! Enak aja ngaku-ngaku!" Ia makin kejam menusukkan telunjuknya ke area pinggang Tuan Nephilim.     

"Tentu saja aku sudah jadi suami kamu semenjak kita sudah sering melakukannya di alam mimpi, bocah! Jangan menyangkalnya!" kilah Dante.     

"Ishh! Sejak kapan hal di alam mimpi dianggap sah? Kalo gitu, berarti aku udah jadi istri banyak orang..." Andrea membalas, namun seketika dia terdiam setelah melihat wajah gelap Dante. Rasanya dia terlalu lepas dalam bicara.     

"Ohh... sudah jadi istri banyak orang, yah? Katakan, siapa saja suamimu, hm?" Dante seketika cemburu luar biasa. "Apakah kau sering melakukan itu juga dengan yang lain tanpa aku ketahui?"     

Andrea terdiam, kemudian beralih memunggungi Dante. "Aku... aku ngantuk! Met tidur, Dan!"     

"Tidak bisa! Katakan dulu, siapa saja suami kamu di alam mimpi, Andrea!" Dante meraih bahu Andrea untuk memalingkan tubuh sang gadis menghadap ke dirinya lagi seperti tadi.     

Si gadis bertahan dan berusaha tetap memunggungi Dante. "Apa, sih Dan? Gak penting ah gituan! Udah, dong! Aku ngantuk, nih!"     

"Bicara dulu, pada siapa saja kau melakukan itu di alam mimpi? Apakah juga setelah di alam Djanh kau melakukan selain denganku? Andrea, jawab itu dulu sebelum kau tidur."     

----------     

Keesokan paginya, Dante dan Andrea melangkah keluar dari kamar mereka dengan wajah kusut dan gelap. Andrea yang keluar terlebih dahulu, disusul Dante beberapa menit kemudian.     

Kyuna yang sedang membuatkan coklat hangat untuk Rogard di ruang makan, menatap heran ke dua orang itu. "Muka kalian kusut sekali. Lihat, sepertinya kalian menjelma jadi siluman panda."     

Andrea menarik salah satu kursi dan duduk dengan sikap lesu. "Biarin deh mo jadi siluman panda, kek! Kungfu panda, kek! Anak panda, kek! Bodo amat, dah!" rutuk Andrea. Kemudian, gadis itu melihat kegiatan Kyuna. "Eh, itu coklat yang kita beli di Paviliun Giok?"     

Gadis siluman rubah mengangguk. "Ini enak sekali. Ro juga menyukai ini, Noni Putri. Apa kalian mau?" tawarnya pada Andrea dan Dante yang sama-sama lesu di kursinya. Tapi di wajah Dante tergurat kesal yang tidak bisa ditutupi.     

"Boleh! Boleh! Bikinin aku, yah Kyu. Sesekali aku mo nyante dulu gak ngapa-ngapain di pagi ini." Andrea menjulurkan tangannya jauh-jauh di meja sambil kepala rebah di atas meja tersebut.     

"Apakah Tuan dan Nona tidak tidur semalam ini?" Rogard bertanya dengan wajah heran.     

"Waahh... permainan kalian hot sekali! Sampai-sampai menghabiskan waktu semalam penuh dan ini belum tidur? Hi hi hi..." Kyuna terkikik genit menggoda Dante dan Andrea.     

Namun, yang digoda justru mendengus kesal. Kyuna dan Rogard justru tambah bingung.     

"Kalian sedang bertengkar?" tanya Kyuna ragu-ragu.     

"Enggak!"     

"Iya."     

Kyuna dan Rogard makin heran dengan berbedanya jawaban dari Dante dan Andrea. Dua pasangan baru itu pun paham bahwa Dante dan Andrea memang sedang bertengkar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.