Devil's Fruit (21+)

Derai Sendu Simfoni



Derai Sendu Simfoni

Fruit 312: Derai Sendu Simfoni     

Rasanya Andrea patut menyesali keputusannya untuk berendam di sungai dan meminum airnya. Andai ia tak perlu melakukannya. Atau... andai ia tak meminum air sungai emas, tentu hal ini takkan terjadi.     

Ya, hal ini.     

Seperti... Dante yang langsung mendekap dan memaksakan ciumannya ke Andrea. Menekan tengkuk si gadis dan tangan lainnya meremas bongkahan sintal di dada sang Cambion.     

"Urrmmfhh! Ja-mmpphh!" Andrea kalah tenaga. Sebagaimana pun ia berusaha mendorong Dante, rasanya tubuh itu sudah sekeras baja, sekuat banteng.     

Dante rakus melumat bibir Andrea, tak membiarkan gadis itu bisa berontak secuilpun. "Ourrmmccpphh! Hoummphh!" Bibirnya menekan agresif bilah kenyal Andrea.     

Sedangkan tangan yang sibuk meremas payudara Andrea, seolah menemukan mainan kesukaannya. Kenyal, padat, dan menggiurkan. Dante menginginkan semuanya. Semua yang ada pada Andrea.     

Tangan gadis malang itu terus berusaha menghalau remasan Dante. Tapi sang pria tak mengijinkan halauan tersebut. Remasannya terus mendera dada Andrea. Bahkan dua jari Dante mulai memilin puting mungil yang akhirnya menegang dalam kuasa jemari besar tersebut.     

"Ommffhh! Cuk-ummffhh! Dan-aarrghh! Errmmfhh!" Andrea membelalak ketika putingnya ditarik lalu dipilin bagaikan mainan.     

Dante tak puas hanya sebatas itu saja. Ciuman ia hentikan. Ia tatap tajam Andrea, namun bukan tatapan benci, melainkan nafsu berahi. "Ini salahmu! Salahmu!"     

Sebelum Andrea memprotes tuduhan Dante, ia harus menjerit ketika mulut rakus Dante sudah memenjarakan pucuk salah satu payudaranya dan menghisap kuat-kuat seolah tak ada hari esok.     

"Arrghh! Jangan! Jangaaannn! Haarrghh! Sakiitt!" Andrea memekik melantunkan apa yang ada di benak. Ini memang bukan sesuatu yang baru bagi Andrea. Namun, sikap beringas Dante secara nyata ini adalah sesuatu yang baru bagi sang gadis dan dia tidak menyukainya.     

Andrea berharap Dante menghentikan hisapan rakus, tapi itu hal mustahil. Otak Dante sudah dikuasai aroma manis Andrea. Kini hanya nafsu dan berahi saja yang ada di pikiran Dante.     

Punggung Andrea melengkung karena tekanan mulut Dante yang terus merangsek di dadanya. Bergantian menghisapi payudara kanan dan kiri. Andrea sampai musti berpegangan pada bahu pria itu agar tidak terjatuh.     

Kenapa harus begini? Dan ini bukan lagi di alam mimpi. Ia saat ini tidak melakukan hal demikian di alam mimpi, namun di alam sadar! Di alam nyata!     

Diakui memang ia terkadang melakukan hal begini dengan Dante di alam nyata, namun Dante melakukan semuanya secara lembut dan penuh sayang.     

Tapi kini... semuanya berbeda. Tidak ada lagi kelembutan. Tidak ada rasa sayang. Dante bagai monster. Terasa menyakitkan. Sentuhan Dante, cumbuan Dante, hembusan nafas Dante. Semua terasa menyakitkan.     

Salah satu tangan Dante beranjak ke bokong Andrea. Tentu saja tujuannya adalah meremas dan meremas sampai puas.     

"Haaanhh... tolong berhenti... Dante, berhenti! Aku gak mau! Jangan begini!" rintih Andrea mulai terisak. Ia takut. Panik. Sayangnya, itu justru kian memunculkan aromanya tanpa ia sadar. Takkan mungkin Dante bisa berhenti.     

Benar saja. Dante makin beringas melomoti payudara Andrea serta meremas bokong si gadis penuh nafsu. Puas dengan bokong itu, tangan tersebut ganti arah ke belahan kewanitaan Andrea.     

Gadis itu terpekik kaget saat tangan Dante menyusup di selangkangannya. "Jangan! Jangaannn! Stop! Hentikan, Dante!"     

Takkan bisa, Andrea. Lelaki itu sudah terkunci akan aromamu. Kini tangannya sibuk mengusap-usap daerah intimmu, Andrea. Darah lelakinya mendidih hanya karena bersentuhan dengan tubuh sintalmu, Andrea.     

Gadis setengah Iblis itu sudah terisak ketakutan. Dante terus memaksakan kehendak padanya tanpa menggubris ibaan Andrea. Bagimana ini? Bagaimana ia harus bersikap agar terhindar dari bencana begini?     

Sreettt!!     

Dengan sekali angkat, Dante sudah memanggul tubuh sintal Andrea bagai membawa sekarung beras tanpa kesusahan. Andrea menjerit-jerit minta diturunkan. Tapi balasan Dante justru menepuk keras bokong Andrea seraya susupkan tangan pada belahan selangkangan si gadis hingga Andrea memerah padam karena saking malunya. Tangan itu terus mengusap dari ujung ke ujung lekukan sambil terus memanggul tanpa terganggu dengan tendangan-tendangan kaki Andrea.     

Rupanya Dante membawa Andrea menjauh dari sungai dan merebahkan si gadis di atas hamparan rerumputan pendek yang empuk.     

Andrea terbelalak menyaksikan Dante sudah mengurung dirinya dengan dua lengan di atas tubuhnya. Ia menggeleng mengiba.     

"Dante... jangan..." Air mata kembali muncul mengaliri pipi dan berakhir di tepi wajah.     

Pria itu malah menjawab dengan ciuman pada payudara Andrea, sehingga menghasilkan pekikan sang gadis.     

Lagi-lagi tangan Dante secara kurang ajar menjamah kewanitaan Andrea secara kasar, memaksa paha itu membuka untuk sang pria agar memudahkan jamahannya.     

Seberapa kuat pun Andrea mendorong atau menjambak bahkan mencakar Dante, tak menyurutkan tindakan bejat sang pria.     

Apalagi sewaktu Dante memasukkan paksa dua jari ke dalam liang vagina Andrea, gadis itu makin menangis. Tubuhnya terasa ngilu dan kesakitan di sana sini.     

Berupaya mengatupkan paha, tindakan Andrea justru menimbulkan gelenyar berahi tersendiri bagi Dante.     

Sang Nephilim kian bernafsu. Oleh karena itu, dua tangan kekar tersebut mencengkeram lutut Andrea dan membuka paksa sehingga tampak sudah surga dunia milik sang gadis. Berwarna merah muda segar, menggiurkan. Terlebih-lebih benda mungil sebesar kacang kedelai yang berdenyut-denyut saat ditatap Dante.     

Tak berlama-lama, Dante merunduk dan menjamahkan lidahnya ke klitoris Andrea. Gadis itu segera membusurkan punggungnya karena bagai menerima sengatan di area spesialnya. "Haaangghhh!" Sebuah desah keras meluncur begitu saja.     

Bagaimanapun juga, itu adalah pusat peka dari Andrea.     

Dante tersenyum. Lidahnya terus menjajah benda mungil tadi sembari dua jarinya mengocok di dalam liang vagina. Mulutnya sesekali menyesap rakus apapun yang disuguhkan di depan, mengakibatkan gelinjang pada Andrea yang terus merintih terisak.     

Andrea merasakan panas. Area intimnya terasa membara akibat sentuhan Dante. Ada yang meletup-letup di dalam sana seolah ingin menyembur keluar.     

Terlebih ketika ujung jari Dante giat mengusap di dalam vaginanya, menyentuh sebuah tempat yang mengakibatkan Andrea menggelinjang hebat hingga mengejangkan tubuh.     

'Apa tadi? Apa yang dia sentuh barusan?!' benak Andrea bertanya-tanya. Punggungnya naik turun membusur serta otot kakinya menegang dan tanpa sadar pahanya membuka lebar tanpa harus dipaksa.     

Rasa panas itu terus mendera dari dalam. Andrea terus merintih, mengerang saat usapan jari Dante di dalam sana kian menggebu.     

"Aaahahahhakhh!" Suara antara erangan dan tangisan. "Hngaahhaaghh!" Andrea pejamkan mata erat-erat. Tangannya meremas kuat pergelangan tangan Dante dengan jemari yang masih terus beraksi di dalam sana.     

Mulut Dante terus berkutat di klitoris basah, sibuk menyesap cairan apapun milik Andrea karena terasa manis dan memuaskan dahaga.     

"Haarkkhh! Ayooohh! Eerrmccpphh! Huurrmmccgghh! Keluarkan! Errgghhmmhh! Keluarkan semua, Andrea! Hrrffhhmmhh!" Deru napas Dante terpacu seiring aksinya.     

Otak sang gadis bagai kosong. Hanya terisi sensasi panas dan rasa aneh yang menguasai seluruh sarafnya. Andrea tak kuat menahan lagi. "Arrghh! Arrkkhh! Stoopp! Arrghh! AARRKKHH!!!" Ia pun menjerit kencang sembari semburkan cairan yang langsung disesap Dante secara rakus.     

Andrea menggelinjang kegelian. Rasanya aneh dan tak nyaman ketika lidah Dante masih saja berkutat di sana saat ia mendapatkan orgasme.  "Stoopp! Berhen-aarrlkkhh! Stoopp, kumoh-haakkghh! Danteeee..."     

"Baiklah..." ucap Dante seraya mencabut jari basah dari vagina Andrea, kemudian ia jilati jari itu seolah belum rela jika masih ada cairan Andrea yang terlewatkan. Dante tegakkan punggung, menatap puas gadis di bawahnya.     

"Haaaghh... aaaghhh... minggir..."     

"Tidak. Aku justru akan mengganti dengan yang lainnya."     

Andrea yang berusaha mengatur nafas, menyipit heran. "Maksudmu?"     

Teka-teki itu terjawab ketika Dante memelorotkan celananya dan menampilkan batang perkasanya yang telah menegang sempurna. Andrea menggeleng-geleng ketakutan. Ia amat panik.     

"Tidak... tidak! Jangaaannn!" seru Andrea dengan wajah pias takut. "ARRGHHH!" Suaranya tercekat kencang tatkala benda tumpul besar itu dilesakkan masuk secara paksa ke vaginanya. Matanya melotot menatap marah ke Dante.     

"Urrghhh... sungguh nyaman rasanya..." Dante malah tak peduli dengan tatapan marah gadis di bawahnya. Penis sudah masuk separuh. "Tak usah melotot begitu. Ini akan nikmat sebentar lagi. Percayalah."     

"Piipp kau! Piiippp!" umpat Andrea seraya memukuli dan mencakar apapun yang bisa ia gapai pada tubuh Dante.     

Tapi sayangnya kedua tangan Andrea dicekal dan ditahan di atas kepala sang gadis, sementara Dante kian tenggelamkan penisnya dalam-dalam ke vagina Andrea.     

Sang gadis merasa selangkangannya seolah terbelah. Nyeri yang amat sangat ia rasakan. "Keluarkan! Keluarkan! Sakiitt! Sakit sekaliiii! Hiks! Sakiiitttt!!!" serunya sambil berurai air mata.     

Ironisnya, Dante justru mulai memberikan sentakan pada vagina, menggerakkan pinggulnya sehingga penis itu mulai bergerak keluar masuk. "Urrghh! Hurrghh! Enak! Nikmaaatt! Urrghh!"     

Kaki Andrea mengejang dengan jemari kaki mencengkeram rumput sebagai pelampiasan rasa sakit yang begitu menyengat. Sadar bahwa tak ada gunanya mengumpat atau memohon, ia pun hanya pejamkan mata sembari terisak pilu. Tak mengira nasibnya bisa seperti ini.     

Dante menggagahinya tanpa perasaan. Bahkan tak hanya sekali. Begitu ejakulasi, Dante langsung melanjutkan ke ronde berikutnya hingga lelaki itu klimaks sebanyak 4 kali dan akhirnya melepaskan Andrea. Ini seperti Dante di alam mimpi, hanya lebih brutal dan menyiksa.     

Keduanya terbaring lesu di rerumputan. Sama-sama telanjang. Namun Andrea lebih menyedihkan kondisinya. Selangkangannya berlumuran darah, kesadarannya hampir hilang, dan kacau.     

Dante menoleh ke Andrea. Ia kaget begitu melihat banyaknya darah di selangkangan si gadis. "Kau... kamu benar masih perawan?"     

"Binatang..." lirih Andrea penuh kebencian pada pria itu sebelum ia merasakan dunianya gelap. Ia pingsan. Gadis itu terkapar menyedihkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.