Devil's Fruit (21+)

Dia pun Pergi



Dia pun Pergi

0Fruit 316: Dia pun Pergi     
0

"Maaf aku mendatangimu dalam mimpi, Andrea. Karena sepertinya susah mengajakmu bicara saat kau sadar."     

Dante mendekat. Andrea mundur. Ternyata dia tak bisa menggunakan kekuatannya dalam dunia mimpi. Ini bahaya!     

"Mau apa mendatangiku di mimpi?"     

"Tolong dengarkan aku dulu, Andrea..."     

"Ogah!" tegas Andrea.     

"Bisakah kita bicara secara normal, Andrea?" pinta Dante sembari menunjukkan raut nyaris putus asa. Ia tau ia sangat berdosa pada gadis itu, dan memang wajar saja bila sang Cambion menunjukkan kebencian tiada harap ke dirinya. Namun... Dante sangat ingin--     

"Dari awal pertemuan kita tidak pernah ada yang normal, tuan hebat," tegas Andrea menyuarakan sarkas halusnya. "Bukankah hari-hari yang kita lalui teramat luar biasa? Aku diintimidasi, dilukai, lalu diteror... dan akhirnya... di- di- ahh, sudahlah. Bagi lelaki brengsek sepertimu tak akan paham."     

Dante mengerang. "Aku paham! Aku paham, Andrea! Makanya aku berupaya begini, datang ke mimpimu! Ini adalah sebuah bentuk kepahamanku atas marahmu. Tapi kita juga memiliki hari-hari dimana kita bisa saling sayang, Andrea." Lelaki itu sadar dia takkan bisa mendekati gadis Cambion dalam alam biasa.      

"Kalau kau tau itu, kenapa memaksa bertemu, bodoh?!" teriak Andrea kesal. Sampai kapan pria di depannya kini mengganggu dia melulu? "Dan jangan ungkit soal hari penuh rasa sayang. Cih! Itu udah kagak ada guna lagi! Itu udah kamu kotori dengan perbuatan bejat kamu!"     

"Andrea... bukankah sudah pernah aku katakan, aku tak berminat pada nyawamu lagi..."     

"Terserah. Itu bukan urusan aku lagi. Kau akan tetap bunuh aku atau tidak, tetap aja gak akan hilangin benciku ke kamu. Kalo kita ketemu, aku bakalan lawan kamu biar kamu mampus!" Andrea memekik kesal. Ia sampai membolakan mata onix-nya lebar-lebar.     

Sebuah hela nafas meluncur keluar dari mulut Dante. Ia tertunduk sejenak sebelum akhirnya menengadah kembali menatap tegas onix di depannya. "Aku tetap tak akan membunuhmu."     

"Gyahh!" Kekehan singkat hadir dari sang Cambion saat mendengar pengulangan kalimat dari lawan bicaranya. "Tak akan membunuhku? Kenapa? Kau bilang... jika membunuhku adalah satu-satunya jalan untukmu ke Surga. Lalu... kau sudah tak ingin mencicipi Surgamu itu, Tuan?" Selanjutnya gadis itu pun melanjutkan kekehan lebih panjang.     

"Yah, tertawalah sepuasmu bila itu memang kau ingin."     

"Yep! Memang aku ingin! Mwaahahahah! Tuan hebat ini sudah tidak ingin ke Surga! Tak ingin mendapat bidadari Surga? Mereka konon cantik-cantik, loh! Mereka pasti bisa memuaskan nafsumu yang gila itu!" sindir Andrea.     

"Andrea, stop! Tak perlu melemparkan satir padaku. Ini sudah menjadi keputusanku. Aku minta maaf atas semua perbuatanku padamu, apapun itu. Dan setelah ini... aku akan kembali ke alamku, alam Antediluvian, tempat para Nephilim banyak bersemayam."     

Gadis Cambion terus menatap pria Nephilim di depannya. Kekehan sudah terhenti sejak Dante menyatakan akan kembali ke alamnya. Ia menggeleng tanpa sadar. "Hanya itu saja?" Mata sang Cambion memicing.     

"Ya, hanya itu yang aku akan lakukan sebagai tanda aku menyesal dan aku mundur, melupakan Surga. Yah, mungkin jika keinginan itu datang lagi, aku akan mencari Cambion lainnya, bukan kau, seperti yang telah aku bilang sebelumnya saat kita di Sacred Land." Dante tatap lekat onix yang seolah mampu memenjara jiwanya.     

"Oh, dan akan ada adegan pengulangan seperti apa yang aku terima, bukan?" Andrea memainkan sindirannya kembali.     

"Tidak. Kuharap saat itu... aku tak perlu menerornya, dan akan langsung membunuhnya dengan kekuatanku yang sudah lebih besar dari sekarang." Dante menggeleng.     

"Waahh..." Andrea seolah terpukau. "Kau memang udah lebih hebat dan kejam, sih! Aku percaya dan itu mengagumkan!" Ia bahkan memamerkan senyum palsu meledek Dante.     

Sayangnya, pria itu tidak menggubris ledekan Andrea ataupun sindirannya, meski ia akui... ia pria temperamen. Kali ini dia bersedia menerima segala perlakuan caci maki gadis di hadapannya, sepahit apapun di telinga.     

"Itu saja." Dante menyahut setelah keduanya bungkam beberapa saat. "Itu saja yang ingin aku sampaikan padamu. Dan..." Ia menggantung kalimatnya.     

"Apa? Apa lagi?" kejar Andrea.     

"Apakah... errr... apakah itu... masih sakit?"     

"Hah?"     

"Itu... akibat ulahku ke..."     

"Jangan diteruskan! Atau aku akan kembali emosi dan akan aku cincang kau walau ini dalam mimpi!"     

"Silahkan jika memang itu perlu, Andrea..."     

"Hyaaaakkhh!" Rupanya Andrea tidak omong kosong. Ia maju menerjang Dante dan pria itu jatuh terjengkang dengan Andrea menduduki perutnya.     

"Kau pria brengsek! Pria sialan! Terkutuk! Aku benci kau! Aku sangat... sangat... benci KAU!" Andrea memukuli wajah Dante dengan segala tinju yang ia bisa. Sayang sekali ini dunia mimpi, sehingga ia tak bisa menggunakan kekuatannya.     

Tepp!     

Dua tangan Andrea ditangkap Dante. Tatapan mereka beradu. "Maaf. Maaf jika aku jahat. Maaf..."     

"Tetap saja kau tak bisa mengembalikan kehormatanku sebagai wanita!" teriak Andrea frustrasi dan kemudian ia tersedu-entah karena apa. Mungkin itu sebuah luapan segala amarah dalam dadanya. "Kau sudah mengambil, merenggut seenaknya sesuatu yang berharga milikku! Kau sama seperti ayah terkutukku! Yang seenaknya saja memperkosa perempuan naif lalu meninggalkan begitu saja!"     

Dante tercenung akan kalimat Andrea. Benarkah?     

"Apa maksudmu?" Dahi Dante berkerut. "Ayahmu memperkosa ibumu?" Ia nyaris tak percaya jika bukan dari Andrea sendiri. Ia tadinya mengira Andrea tercipta dari persetubuhan Incubus dengan manusia-yaitu ibu Andrea-melalui mimpi.     

"Ada yang mengatakan ibuku diperkosa oleh setan hingga hamil dan melahirkan dengan penuh perjuangan," lirih Andrea mulai hentikan isakannya meski air mata masih meleleh di kedua pipi.     

Kemudian ia pun bercerita mengenai kisah hidupnya seperti apa yang selama ini Oma dan Opa ceritakan padanya. Juga ada beberapa penggalan fakta yang ia dapatkan dari Kenzo setelah ia paksa terlebih dahulu tentunya.     

Dante mendengarkan penuh seksama. Tak mengira betapa Andrea amat sengsara dari kecil. Itu kian membuatnya merasa bersalah sudah memberikan petaka tambahan pada sang Cambion.     

Sreett~     

Jemari panjang nan kokoh itu pun mengusap lelehan bening yang terus mengalir di pipi sang gadis. "Aku tak tau harus berkata apa, selain maaf..."     

Andrea kembali tersedu, memukuli dada Dante penuh putus asa hingga akhirnya pukulan itu melemah dengan sendirinya dan dia telungkup sesenggukan di dada pria Nephilim.     

Meski awalnya ragu, namun Dante akhirnya merengkuh Andrea, memeluk selembut mungkin seolah tubuh si Cambion terbuat dari kaca tipis.     

.     

.     

.     

Kini Dante sudah pergi sesuai janjinya. Ini sudah sebulan lebih semenjak Dante mendatangi mimpinya. Mereka berpisah dengan Andrea mendorong Dante seraya ia bangkit berdiri sesudah pria itu mengusap-usap punggungnya saat ia rebah di dada Dante.      

"Ndre..."     

Andrea menoleh, kemudian tersenyum ke perempuan manis yang menghampirinya. "Ngelamun lagi?"     

"Ah, enggak kok. Cuma lagi mandangin pemandangan kota aja," elak si Cambion pada Shelly yang langsung menempel ke lengannya, manja.     

"Apa kamu lagi keinget ama Dante?"     

Andrea terperanjat kecil. "Jangan aneh-aneh, ah! Ngapain aku keinget dia?" sangkal Andrea, meski sebetulnya itu adalah fakta.     

"Aku pernah denger kamu ngigau nama Dante kemarin malam. Tapi aku gak berani bangunin kamu."     

Kali ini ucapan Shelly berhasil membuat Andrea melongo. Dia? Mengigaukan Dante dalam mimpinya? Astaga, andai dia dibangunkan saat itu juga, ia bisa menampar dirinya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.