Devil's Fruit (21+)

Tidur! Atau Aku Tiduri?!



Tidur! Atau Aku Tiduri?!

0Fruit 178: Tidur! Atau Aku Tiduri?!     
0

Semua bergegas mencari Andrea. Sabrina dan Noir melesat lebih dulu dan segera menemukan lokasi Andrea. Itu karena penciuman mereka lebih tajam dan mereka mengerahkan seluruh kecepatan mereka untuk menjangkau sang puteri Cambion.     

Andrea ditemukan pada jarak seratus duabelas meter dari bangkai siluman babi gendut. Ia memang sengaja melakukan itu agar bisa membuat siluman itu tersambar petir. Sebenarnya, Andrea hanya bertaruh saja. Jika petir dari alam ciptaan Djanh menyambar siluman babi sekaligus mematikan pada Dante, maka ia sudah siap jika memang harus berakhir juga.     

Maka, gadis itu pun benar-benar nekat melakukannya dengan memahami segala konsekuensi yang akan dia terima seandainya hal buruk terjadi. Baginya, itu jauh lebih baik ketimbang dia berakhir menjadi budak dari siluman babi.     

"ANDREA!" teriak Dante begitu sampai di tempat Andrea. Gadis itu sedang dijilati wajahnya oleh Sabrina, dan Noir duduk tenang di sampingnya, menjaga.     

Dante lekas mengambil Andrea dari atas tanah dan mengangkatnya. Ia memeriksa denyut nadi Andrea. "Oh tidak, dia tidak bernapas..." lirih Dante menyiratkan keterkejutannya.     

Semua yang mendengar terkesiap. Andrea tidak bernapas? Gadis itu... mati?     

Namun, pria Nephilim yang sedang memeluk sambil duduk di tanah itu menggeleng kuat-kuat. "Tidak mungkin! Dia tidak mungkin mati! Kami terhubung takdir hidup dan mati bersama di sini!"     

Rupanya Dante teringat satu hal penting tersebut. Jika Andrea benar-benar mati, maka sudah bisa dipastikan dia juga akan mati. Namun, pada kenyataannya, dia masih hidup dan selamat. Maka, Dante pun memiliki keyakinan bulat bahwa Andrea masih bisa diselamatkan.     

Dante merebahkan tubuh Andrea di tanah dalam keadaan telentang. Ia melakukan CPR untuk memompa jantung Andrea dan menghembuskan napasnya melalui mulut Andrea. Ia memberikan pernapasan bantuan.     

Sabrina, Noir, Gazum, Rogard, duo bocah hybrid... mereka semua mengamati aksi Dante yang sungguh tidak mereka pahami. Mereka hanya melihat Dante menyatukan kedua telapak tangan dan menekan dada Andrea beberapa kali, lalu meniupkan napasnya ke mulut Andrea setelah dua jari Dante mencubit cuping hidung Andrea.     

Itu terus dilakukan bergantian oleh Dante tanpa mereka berani menginterupsi. Hanya Rogard yang memahami apa yang sedang dilakukan Dante. Bahkan, dia menghalangi Kuro yang akan maju dan kuatir ketika sang Papa menekan-nekan dada kiri mamanya berkali-kali.     

Rogard menggeleng memberi kode ke Kuro agar bocah itu diam dan menunggu saja. Kuro surut ke belakang, melingkar di kaki Sabrina sambil terisak pelan.     

"Ayo, Andrea! Ayooo, berjuang!" Dante terus menyerukan kalimat itu berulang-ulang sambil ia tak berhenti melakukan CPR. Dia tak mau Andrea menyerah. Entah itu untuk kepentingannya sendiri yang tidak ingin terseret mati, atau dia memang tidak menghendaki kematian Andrea, Dante menolak gadis itu menyerah.     

"Come on, Andrea!!!" bentak Dante disela-sela frustrasinya karena Andrea tidak juga sadar. Meski begitu, ia tidak menghentikan pertolongannya ke sang gadis tercinta.     

"Mamaa... hiks!" Kuro mengusap-usapkan wajahnya yang sedih ke lengan Sabrina.     

"Uhuk! Uhuk!" Akhirnya, terdengar suara Andrea, terbatuk pelan.     

Semua anggota kelompoknya seketika tersenyum lebar penuh bahagia menyaksikan Andrea mulai tersadar.     

Dante mendekap erat tubuh Nona Cambion yang baru saja siuman. Matanya basah tanpa dia sadari. Ia teramat sangat lega setelah Andrea berhasil lolos dari kematian.     

"Dan-Dante... ungh... sumpek..." Andrea memukul-mukul lembut lengan Dante.     

Pria Nephilim itu segera menyadari bahwa pelukannya ternyata terlalu ketat. Ia pun lekas longgarkan pelukan dan tatap penuh syukur pada Andrea. "Welcome back, Andrea..." bisik Dante sambil ulaskan senyuman tulus ke gadis Cambion dalam dekapannya.     

Andrea membalas senyuman itu dengan wajah masih pucat. "Kamu abis nangis kah?" tanya Andrea sambil sentuh pipi basah Dante.     

Sang pria Nephilim buru-buru mengusap kasar pipinya. "Tidak, tentu saja tidak! Ini hanya terkena embun malam."     

Andrea masih mempertahankan senyumannya. "Aku pikir kamu nangis buat aku."     

"Huh, mana mungkin? Kau terlalu berhalusinasi, bocah!" dengus Dante kembali memasang wajah datar dan acuh tak acuh.     

"Mama!!!" Kuro sudah menerjang ke dada Andrea. Shiro mengikuti. Kuro lepaskan tangisan manjanya sekaligus juga tangisan penuh kelegaan di dada sang Mama.     

Suasana haru menyelimuti kelompok mereka semua.     

Setelah beberapa saat, Andrea pun mengirim semua anggota kelompoknya kembali ke alam Cosmo. Dante membopong masuk Andrea ke dalam pondok dan hati-hati meletakkan dia di atas ranjangnya sendiri.     

Iya, ranjang kamar Dante.     

"Dan? Kok?" Andrea heran sekaligus bingung. Ia tak mengerti kenapa justru dibawa ke kamar Tuan Nephilim, bukan ke kamarnya sendiri.     

"Kau harus tidur di sini. Denganku," sahut Dante masih mempertahankan wajah datar tanpa emosi. Namun, siapa yang tau bagaimana perasaan berdentum-dentum dia?     

"Tapi-"     

"Malam ini kau harus di sini!" Dante menaikkan nada suaranya, seolah-olah dia menegaskan apa yang dia ucapkan tanpa sudi diberi bantahan apapun. "Kau sudah membuatku lelah memberikan napas buatan bermenit-menit!"     

Lagi-lagi Tuan Nephilim beralasan konyol. Padahal, dia hanya ingin tidur bersama Andrea saja malam ini, melampiaskan semua rasa frustrasi dan ketakutan kehilangan Andrea sebelumnya.     

Andrea mendengus geli. "Jadi karena itu? Aku... harus tidur dengan kamu malam ini sebagai pembalasan bayaran napas yang sudah kamu kasi ke aku, nih? Karena bikin aku selamat dari sekarat, gitu yah?"     

"Bagus kalau kau paham sendiri." Dante membelakangi Andrea dan melepas baju-bajunya dan hanya menyisakan celana dalam bentuk segitiga brief.     

"Heiii! Jangan mulai mesum, yah! Gak boleh telanjang!" Andrea lekas palingkan pandangan, kuatir Dante akan menuruti kebiasaan lama dia, tidur telanjang.     

"Tsk! Kau terlalu melebih-lebihkan imajinasimu, bocah." Dante menarik sebuah celana pendek dari dalam lemari pakaian miliknya di pondok. Itu adalah celana pendek yang dibuat Andrea dari kulit bulu binatang buas hasil buruan mereka dulu.     

"Bah! Mana kutau!" balas Andrea, kembali menatap Dante secara aman karena lelaki itu hanya bertelanjang dada saja, tidak melucuti semuanya. "Kan kamu sendiri yang bilang punya kebiasaan jelek tidur telanjang."     

Dante menutup lemari pakaian dan berjalan ke ranjang. "Kebiasaan jelek? Rasanya aku tak pernah mengatakan itu kebiasaan jelek. Itu justru kebiasaan bagus."     

Andrea memutar bola matanya sambil rebah miring bertumpu satu siku. "Waw! Kebiasaan bagus, yah? Emejing!"     

"Tentu saja ini kebiasaan bagus. Dengan tidur telanjang, maka penisku bisa bernapas dengan leluasa dan pertumbuhannya bisa maksimal." Dante berdiri di depan ranjang, menatap Andrea.     

Wajah Andrea karuan saja memerah ceri. Betapa ringannya Dante mengucap hal-hal vulgar demikian di depan seorang gadis?! "Da-dasar mesum! Geblek!" Ia lekas berbalik memunggungi Dante.     

"Hei, kudengar, seorang wanita harus membebaskan payudaranya dari belitan bra jika tidur. Perlu aku bantu?" tanya Dante.     

Andrea berbalik, terkejut. Ia malah mendapati wajah datar Dante. Bisa-bisanya pria itu mengucapkan kalimat vulgar dengan tampang Poker-Face?!     

Bukk!     

Bantal pun melayang ke wajah tampan Dante. Namun, karena pria itu sigap, bantal hanya berakhir di tangan kanan yang menangkapnya saja.     

"Lekas tidur, dan jangan lupa telan pil agar kau tidak perlu menggangguku di alam mimpi!" Dante hempaskan bantal ke wajah melongo Andrea, lalu ia mulai berbaring setelah menggeser tubuh Andrea lebih menepi ke dekat tembok.     

Andrea rasanya ingin mencabuti bulu-bulu kaki Dante. Lelaki ini begitu datarnya meski ucapan mesum dikeluarkan. Bahkan kini dengan seenaknya mendorong Andrea ke tepi ranjang.     

Namun, tak berapa lama kemudian, Dante sudah memeluk tubuh Andrea.     

"Ssshh! Jangan rewel, bocah. Diam dan tidur saja." Dante terus mendekap Andrea, dan benamkan wajah gadis itu ke dada kerasnya.     

"Umphh! G-gak usah pake meluk segala, oiii!"     

"Ranjang ini kecil, bocah, jadi hanya dengan begini akan nyaman dan takkan ada yang terjatuh."     

"Alasan! Ini cuma alasan!"     

"Ssshhh! Tidur! Atau aku tiduri?"     

"Heh!"     

Berselang detik kemudian, terdengar tawa cekikikan tertahan dari luar. Ternyata Kuro dan Shiro terus mengintip dan menguping kedua orang tua angkat mereka.     

"Kuro! Shiro!" teriak Andrea kesal. "Dante! Tuh kan! Kita malah ditonton anak-anak! Ini bukan didikan yang bagus untuk mental kanak-kanak mereka!" Andrea berjuang membebaskan diri dari dekapan Dante.     

"Kami tidur dulu, Mama! Papa! Sampai bertemu besok!" Terdengar suara Kuro yang masih tertawa cekikikan bersama saudaranya, Shiro.     

Andrea gagal melepaskan diri dari Dante. Ia pun gembungkan pipinya, kesal. Ia segera jentikkan jarinya dan pintu kamar Dante pun menutup sempurna sekarang.     

"Sepertinya kau lebih suka pintu tertutup rapat agar tak ada lagi yang akan mengintip kegiatan kita di sini."     

"Diam, cowok mesum! Huh!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.