Devil's Fruit (21+)

Pohon Energi Roh



Pohon Energi Roh

0Fruit 179: Pohon Energi Roh     
0

Setelah melalui pengalaman dengan siluman babi mesum, Dante tidak mengijinkan Andrea untuk maju terlebih dahulu setiap mereka bertemu siluman. Dia menjadi lebih protektif kali ini dengan alasan, "Kau ini terlalu mencolok perhatian. Daripada kami kesusahan seperti dulu, lebih baik kau diam di belakang, jangan ungkapkan dirimu terlalu bebas."     

Andrea sudah akan memprotes, tapi Kuro sudah melesat ke Andrea, sengaja agar mamanya tidak lagi terfokus pada ucapan sang Papa barusan.     

"Mama... kalau aku nanti bisa berubah jadi manusia, apakah Mama akan mengenaliku?" tanya Kuro sengaja mengalihkan pembicaraan ketika mereka sedang berjalan menyusuri alam ciptaan Pangeran Djanh.     

Mereka masih berada di negeri siluman.     

"Tentu saja, sayank." Andrea mengelus dahi Kuro yang datar. "Gak mungkin Mama sampai gak kenal ma anak Mama sendiri, ya kan?"     

"Kyehehee... aku lega dengar sendiri dari Mama." Kuro tampak gembira. "Mama, aku ingin berubah jadi gadis cantik seperti Mama. Aku juga ingin nantinya rambutku panjang dan hitam seperti Mama. Aku juga ingin tubuh seperti Mama."     

Andrea tenang mendengarkan dan sesekali seulas senyum tampil di wajahnya.     

"Kau ingin persis seperti Mama?" Shiro berbicara dari atas bahu Dante.     

"Tentu saja. Kenapa? Aku ini kan anak Mama, tentu aku akan sama seperti Mama nantinya." Kuro menyahut, agak ketus, karena nada bicara Shiro terdengar meremehkan dia.     

"Tidak mungkin," timpal Shiro. "Mama ini sangat cantik. Kau tak mungkin menyamai Mama. Lagi pula, kalau kau mirip Mama, nanti Papa akan bingung!"     

Kuro sudah akan mendebat, namun dia segera terdiam sendiri, seolah-olah sedang memikirkan ucapan saudaranya. "Hm, benar juga, yah! Nanti Papa akan bingung dan salah peluk! Hahaha!"     

Wajah Andrea dan Dante seketika suram. Anak-anak mereka ini sudah bisa berpikir jauh melampaui usia mereka. Apakah mereka terlalu salah memberi mereka contoh?     

"Pokoknya, meski aku nanti tidak mirip Mama, aku ingin secantik Mama dengan kecantikan ala aku sendiri!" Kuro mencapai konklusinya.     

"Iya, iya, Kuro sayanknya Mama boleh jadi apa aja." Andrea menepuk-nepuk lembut tengkuk anak angkatnya. Lalu dia menoleh ke Rogard. "Apakah binatang siluman seperti Kuro dan Shiro bebas membuat rupa wujud manusia mereka nantinya?"     

Rogard mengangguk. "Yang saya tau, siluman bebas membentuk sisi humanoid mereka sesuai dengan angan dan kemampuan mereka."     

"Begitu juga dengan binatang iblis?" kejar Andrea.     

Rogard tampak diam sebentar sebelum menjawab, "Sepertinya binatang iblis yang kuat bebas membentuk rupa humanoid mereka. Bahkan, ada beberapa yang memiliki kekuatan di peringkat sangat tinggi mampu menyamar rupa siapapun yang mereka ingin."     

Andrea menyentuh dagunya, berpikir sambil bergumam, "Kok ngeri gitu, yah! Semoga aku gak perlu ketemu binatang iblis, apalagi yang kekuatannya gede. Kayaknya repot sih kalo ngadepin mereka ntar."     

"Memang, Nona." Rogard menimpali. "Kekuatan mereka di atas para siluman dan bisa setara dengan kekuatan iblis murni."     

"Weeww!" Andrea naikkan kening, benar-benar berharap dia tak perlu bertemu binatang iblis tingkat berapapun di alam ciptaan Djanh ini.     

Sreett!     

Andrea segera berhenti. Semua langsung turut berhenti. "Ada siluman." Andrea berbisik.     

Semua anggota kelompok Andrea lekas dalam posisi siaga. Mata mereka berkeliling untuk memindai alam sekitar mereka.     

"Ada auranya tapi kok gak ada wujudnya, yah?" Andrea bertanya-tanya heran. "Atau sensorku yang salah, mungkin?"     

"Tetap waspada," ucap Dante. "Ayo lanjutkan, tapi tetap waspada dan siaga. Andrea, kau di tengah. Sabrina dan Noir di belakang." Pria Nephilim memberi perintah, sementara dia dan Rogard ada di depan. Gazum masih bertengger nyaman di bahu Dante yang lain.     

Kuro melilit manja tangan Andrea, Shiro tetap di bahu papanya.     

Namun, semua memasang mata pada sekeliling. Mereka tetap melanjutkan perjalanan, sambil menajamkan indera mereka masing-masing.     

"Eh? Apakah itu sesuai dengan yang saya pikirkan?" Tiba-tiba keheningan di antara kelompok itu terpecahkan dengan suara Rogard.     

Semua otomatis berhenti berjalan tanpa menurunkan kewaspadaan.     

"Ada apa, Rogard?" tanya Dante sambil melirik pria pedang di sampingnya.     

"Itu, Tuan." Telunjuk Rogard mengarah ke sebuah sudut dimana terhampar sebuah pohon setinggi dua meter. Pohon itu dihiasi buah berwarna pelangi. Buah-buah yang menggantung di sana sungguh menggugah selera.     

"Apa itu memangnya?" Dante picingkan mata ke pohon tersebut. Semua juga menatap pohon yang ditunjuk oleh Rogard.     

"Kalau saya tidak salah tebak, itu adalah Pohon Energi Roh." Rogard menjawab dengan suara mantap.     

"Pohon Energi Roh?" ulang Andrea menggunakan nada tanya ke Rogard. Ia segera maju ke depan untuk lebih leluasa menatap pohon berhias buah-buah berwarna pelangi yang indah di beberapa rantingnya.     

Rogard mengangguk ke Andrea. "Benar, Nona. Ciri karakteristik pohon ini sesuai dengan deskripsi Pohon Energi Roh yang saya tau. Walau saya tidak menyangka pohon seperti ini tumbuh di sini."     

"Memangnya, dia biasanya tumbuh di mana?" Andrea makin penasaran. Ia seketika ingin maju dan mengambil buah pelangi indah itu.     

Dante mencegah langkah Andrea. "Jangan sembarangan maju, Andrea. Kita harus mengetahui situasi dulu."     

"Biasanya pohon ini tumbuh di negeri peri dan elf." Rogard menyahut pertanyaan Andrea tadi.     

"Di negeri peri dan elf?" Andrea membeo.     

Rogard mengangguk mantap. "Ini termasuk pohon langka dan spesial di sana. Buah dari pohon ini bisa menghasilkan tenaga murni bagi siapapun yang mengkonsumsinya. Ini... seperti Pil Inti yang Nona Andrea buat."     

Mata Andrea seketika berbinar terang. "Woaaahh! Ini keren, nih! Kalo ada buah pelangi ini, aku gak perlu repot-repot bikin Pil Inti lagi! Inti kristal bisa digunain untuk hal lain!"     

Dante menimbang ucapan Andrea dan diam-diam dia setuju akan opini Andrea.     

Dengan adanya buah ini, mereka memang bisa menghemat banyak inti kristal untuk kebutuhan lainnya seperti memberi makan para hewan mereka, dan juga untuk bekal membuka pintu keluar alam ini.     

"Kita harus punya pohon ini!" seru Andrea penuh semangat. Ia sudah membayangkan betapa bermanfaatnya pohon berbuah pelangi itu jika berhasil ia miliki. "Bisakah kita pindahkan nih pohon ke Cosmo?"     

"Dipindah ke Cosmo?" Dante kerutkan dahi. "Sepertinya itu ide bagus juga. Bagaimana menurutmu, Rogard?" Ia menoleh ke pria pedangnya.     

"Tidak buruk usul dari Nona Andrea. Ini tentu akan menguntungkan kita semua jika kita bisa memeliharanya di Cosmo." Rogard mengangguk-anggukkan kepala ungunya.     

"Yoosshh! Kalo gitu, ayo kita cabut dia dan pindahkan ke Cosmo sekarang!" teriak Andrea makin bersemangat.     

"Itu tergantung apakah kalian sanggup atau tidak..." Tiba-tiba, ada suara menimpali ucapan Andrea.     

Menit berikutnya, muncul sesosok siluman laba-laba berkepala manusia. Ia menyeringai kejam ke arah Andrea dan kelompoknya. Siluman laba-laba itu berukuran besar, bahkan lebih besar dari Noir, kira-kira satu setengah ukuran Noir.     

"Seperti dugaan saya, pohon spesial seperti ini sangat mencurigakan jika tidak dijaga makhluk apapun," desah Rogard, keras.     

"Hahaha! Kalian semua, tampaknya kalian terlalu lancang untuk memikirkan ingin merampas hak milikku..." Siluman laba-laba itu mulai berjalan di atas delapan kaki ramping berbulunya ke arah kelompok Andrea.     

Semua anggota kelompok Andrea mulai mundur pelan-pelan secara otomatis sambil memikirkan apa yang harus mereka lakukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.