Devil's Fruit (21+)

Kolam Darah



Kolam Darah

0Fruit 189: Kolam Darah     
0

Hari demi hari yang dilalui kelompok baru Andrea semakin terasa damai dan terkendali. Terutama bagi para siluman kingkong tubuh besi yang sudah mampu beradaptasi dengan kehidupan baru mereka di alam Cosmo.     

Ratu tak henti-hentinya mengucap rasa syukur dan kelegaan atas hidup baru yang ditawarkan oleh Andrea. Koloni mereka benar-benar menjalani hari secara tenang dan damai sesuai dengan yang mereka cita-citakan.     

Andrea dan kelompok inti dia juga akhir-akhir ini tidak terlalu menggebu lagi berperang dengan para siluman di alam ciptaan Pangeran Djanh. Itu terjadi semenjak mereka memiliki dua jenis pohon yang sungguh bisa menunjang daya hidup dan kekuatan mereka.     

Bila sumber daya sudah melimpah, untuk apa lagi membahayakan diri bertarung di luar sana? Bukankah lebih nyaman jika tetap tinggal di alam Cosmo yang damai?     

Andrea juga mulai fokus mempelajari berbagai cara membuat dan memurnikan pil obat. Tentu saja bukan lagi jenis pil obat yang digunakan untuk penyakit sehari-hari, namun dia sudah mulai menaikkan level kemampuannya dalam bidang alkimia.     

Sudah pasti ini ada jasa Rogard di dalamnya, selain juga arahan bagus dari Pangeran Djanh melalui Gulungan Kuno.     

Andrea sudah bisa menciptakan pil pembersih sumsum tulang, pil penyembuh luka, ramuan obat penguat tulang dan jantung, dan beberapa obat berguna lainnya.     

Tak terasa, mereka sudah cukup lama tinggal di alam Cosmo tanpa mempedulikan para siluman di dunia ciptaan Pangeran Djanh.     

"Ayok kita jalan-jalan keluar," ajak Andrea suatu hari di pertengahan bulan kedelapan mereka di sana.     

Sudah tentu Dante menjadi yang pertama ikut dengan alasan Andrea terlalu sembrono dan ceroboh untuk dibiarkan berkeliaran sendiri.     

Alasan Dante hanya diberi lirikan singkat oleh Rogard dan Noir yang bisa memahami perasaan tuan mereka.     

Maka, bersama dengan anggota kelompok intinya saja, Andrea keluar dari alam Cosmo. Dia sengaja meninggalkan para siluman kingkong tubuh besi tetap di alam Cosmo.     

Jika seseorang di alam Cosmo ingin mengetahui situasi di luar, mereka bisa menggunakan tenaga murni mereka untuk memunculkan visual di udara bagai sebuah layar yang bisa memutar film.     

"Wuaahh... udah berapa abad nih kita gak jalan-jalan di sini, yah?" Andrea berseru riang sambil membawa Kuro di pergelangan tangannya seperti biasa.     

"Kau ini, bocah. Terlalu berlebihan kalau bicara," sindir Dante ketus.     

Jika di hari biasanya Andrea akan meladeni keketusan Dante, kali ini dia tidak melakukan itu. Semua karena rasa senang di hatinya setelah kemarin dia berhasil memurnikan banyak obat hebat. Dia hanya tersenyum simpul tidak berniat menanggapi Dante.     

"Mama, sepertinya ini di daerah gurun, yah?" Kuro mengalihkan topik ke hal lain.     

Andrea dan yang lain melihat ke sekeliling mereka. Dan memang benar yang dikatakan oleh bocah hitam hybrid, Kuro, meski tidak seluruhnya benar.     

"Ini lebih kayak... ngarai?" Andrea mulai serius menatap ke sekeliling dia.     

"Jadi... ini bukan gurun?" tanya Kuro ingin memastikan.     

"Bukan, sayank." Andrea menimpali. "Meski ini bisa dibilang daerah tandus seperti gurun, tapi... lihat, banyak batuan besar dan bukit batu juga di sana sini, ya kan? Ini benar-benar ngarai batu. Nah, kita sekarang sedang berjalan di lembah, dan di kanan kiri kita banyak tebing batu, benar?"     

"Hu-um." Kuro mengiyakan.     

"Inilah yang dinamakan ngarai atau canyon." Andrea berkata mantap pada anak angkatnya yang serba ingin tau bermacam hal.     

Semua anggota kelompoknya menyetujui ucapan Andrea dalam hati masing-masing.     

"Lerengnya curam," imbuh Dante sambil pandangannya beredar ke kanan dan kiri.     

Mereka memang sedang berjalan di sebuah lembah yang diapit oleh tebing batu besar. Ada juga bukit tandus batu di sebelah sana tak jauh dari mereka berjalan. Sungguh ini sebuah ngarai besar batu cadas. Di mana-mana hanya ada warna pastel coklat saja, tanpa adanya tanaman hijau.     

"Djanh piippp itu bisa-bisanya kasi kita ke tempat gini, yah!" Andrea mendecakkan lidahnya usai berkata. "Andai aku bawa kamera, ini beneran instagramable, nih! Duh, sayang sekali, tempat eksotis gini kagak dimanfaatin untuk foto-foto."     

Kuro memiringkan kepala hitamnya. "Kame... apa tadi, Ma?"     

"Kamera, sayank. Itu benda untuk menangkap gambar apapun. Nanti akan Mama tunjukkan ke kamu kalo kita udah bisa keluar dari tempat Djanh piiipp." Andrea mengelus lembut puncak kepala si hitam manja.     

Ketika mereka melihat sebuah gua yang ada di cekungan pada sebuah tebing, Shiro meminta mereka untuk berhenti dan dia ingin masuk ke dalam gua tersebut.     

Dante tidak sempat menahan anak putihnya yang langsung melesat bersama dengan saudaranya, Kuro. "Rogard, ikuti mereka, jangan sampai mereka kenapa-kenapa," perintahnya pada si pria pedang.     

"Baik, Tuan." Rogard segera melesat ke dalam gua tersebut tanpa ragu-ragu. Perintah dari Dante adalah absolut bagi dirinya yang menjunjung kesetiaan.     

Meski suasana di ngarai itu sangat sunyi dan sepi, namun mereka tidak boleh menurunkan tingkat kewaspadaan mereka karena ini masihlah tetap di negeri para siluman.     

Tak lama, Rogard keluar bersama Kuro. Wajah Kuro tampak berseri penuh sumringah ceria.     

"Mama! Papa! Ayo masuk! Di dalam ada sesuatu yang sangat istimewa!" seru Kuro sambil melingkar di pergelangan tangan Andrea dengan sikap penuh antusias.     

"Apakah aman, Ro?" tanya Andrea ke Rogard yang sudah memasuki gua terlebih dahulu.     

"Aman, Nona. Silahkan saja kalian masuk dan akan mendapati sebuah kolam yang bagus." Rogard mengangguk pasti.     

"Kolam?" Dante mengernyitkan dahi.     

Kemudian, mereka pun bersama-sama masuk ke gua. Ukuran gua itu termasuk besar dan terlihat kokoh, tersembunyi di cekungan tebing batu.     

Mata Andrea menyipit ketika menjumpai adanya sebuah kolam besar dengan air berwarna merah darah hampir memenuhi kolam tersebut.     

Shiro sudah ada di dalam kolam terlebih dahulu. Wajah si hybrid putih tampak tenang dan menampilkan sikap nyaman.     

"Shiro, kamu kok nekat banget gitu, Nak? Emang itu kolam kagak bahaya?" Andrea sudah cemas sambil khawatir jika tiba-tiba muncul siluman dari dalam kolam dan menyerang sang anak.     

"Tenang saja, Ma. Radar silumanku kan sudah level tinggi sekarang, hehe..." Shiro malah hilir mudik berenang santai di permukaan kolam. Kuro mengikuti terjun ke dalam kolam.     

"Tsk! Sok tau aja pake bahasa radar." Andrea meledek putera angkatnya.     

"Awwwhhh!" Tiba-tiba terdengar jeritan dari Kuro yang baru saja terjun ke dalam kolam merah darah.     

Andrea seketika panik karena terlalu khawatir jika sesuatu menimpa anggota kelompoknya yang berharga. Ia berlari ke tepian kolam batu. "Kuro! Kamu kenapa, sayank?!" Ia berteriak panik.     

"Uughh... airnya... airnya..." Suara Kuro terdengar bergetar seperti menahan sakit. Ini menyebabkan sang mama kian khawatir. Ingin masuk ke kolam, tapi Andrea belum yakin. Sungguh dilema.     

"Dasar bodoh." Shiro meledek saudara kembarnya. "Jangan seenaknya main loncat begitu saja di kolam ini, bodoh."     

Kuro menggertakkan rahangnya, kesal atas ledekan dari Shiro. "Aku... aku kan hanya ingin... bersenang-senang sebentar... rrrkkkhh..."     

"Nak, apa kau baik-baik saja di sana?" Andrea masih cemas dan sibuk mondar-mandir di tepian kolam. "Ayo, cepetan sini keluar dari kolam, Kuro sayank!" Ia mengulurkan tangannya agar Kuro bisa lekas mencapai ke sana untuk dia tarik dan mengeluarkan si hybrid hitam dari kolam.     

Namun, bukannya patuh, Kuro malah berenang makin menjauhi Andrea diselingi tawa cekikikan dari Shiro. Andrea justru bingung.     

"Nona, tenang saja." Rogard berdiri diam tanpa banyak bergerak, sama sekali tidak menunjukkan ekspresi cemas melihat kondisi Kuro tadi.     

"Kok tenang?!" Andrea berseru. "Kalo Kuro kenapa-kenapa gimana?!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.