Devil's Fruit (21+)

Andrea Cedera



Andrea Cedera

0Fruit 155: Andrea Cedera     
0

Piton raksasa sombong itu menjerit kuat-kuat mengakibatkan pasangannya menoleh dan murka. Apalagi ketika bunyi bedebum ular ketika rebah di tanah dengan air darah yang membentuk genangan di sekujur tubuh ular, sang pasangan meraung marah.     

Namun, bagaimanapun juga, Dante, Rogard, dan Shiro takkan membiarkan piton petir yang mereka lawan akan meninggalkan mereka dan menyerbu Andrea.     

Andrea terengah-engah dengan muka masih pucat serta tubuh nyeri di punggung akibat hantaman pohon ketika dia dihempas sebelumnya. Ia terseok-seok berjalan ke Sabrina yang masih ditemani Noir.     

Kuro sudah melingkar di pergelangan tangan Andrea. "Mama memang hebat! Mama jagoan! Ular itu tak ada apa-apanya di depan Mama aku!"     

Nona Cambion tersenyum ke Kuro, mengelus sejenak kepala Kuro sebelum dia berhenti di depan Sabrina yang terkulai di tanah. "Bree, kau terluka."     

"Kakiku yang belakang patah, Nona." Sabrina menjawab lemah.     

Andrea sebelumnya sudah mengira itu, namun mendengar langsung dari macan kesayangannya, itu tetap saja membuat hatinya sakit. Ia mengeluarkan Pil Inti untuk dimakan Sabrina dan Noir agar tenaga mereka bisa pulih walau mungkin tidak bisa menyembuhkan luka.     

Gulungan Kuno tiba-tiba jatuh dari langit dan cepat ditangkap Andrea. Di dalamnya tertera ramuan untuk mengobati luka menggunakan berbagai tanaman herbal.     

"Sekarang aku harus nyari tanaman di daftar ini supaya aku bisa bikin pil obat untuk kita semua yang terluka." Andrea menyimpan gulungan ke dalam RingGo.     

Kemudian, ia mengirim Sabrina dan Noir ke alam Cosmo dengan pikiran. Kuro menolak ke Cosmo. Ia bersikeras harus bersama terus dengan si mama. Andrea mendesah tak berdaya akan keras kepala anak angkatnya.     

Ia kemudian menoleh ke arah Rajawali Angin yang diam menyaksikan pertempuran di salah satu dahan pohon raksasa. Ia segera membuka komunikasi dengan Rajawali itu. "Bisakah kau membantu mereka di sana, Tuan Rajawali?"     

Rajawali Angin menoleh ke Andrea yang berkomunikasi dengannya menggunakan telepati. "Kenapa?"     

Andrea rasanya ingin menampar kepala burung besar itu saking kesalnya. "Kami sudah berdarah-darah membantumu untuk membalaskan dendammu. Aku bahkan sudah berhasil membunuh salah satunya."     

"Bukankah kau yang ingin begitu sendiri?" jawab Rajawali secara telepati pula ke Andrea.     

Astaga! Andrea ingin lemparkan api Cero ke arah burung itu jika dia memang kejam. Namun, alih-alih marah, Andrea menahan diri dan tetap membujuk si Rajawali Angin. "Tuan, kau punya elemen angin, dan ular itu memiliki elemen petir. Kau bisa mengalahkannya. Mereka akan mendukungmu. Bukankah itu berarti kau berhasil membalas dendam atas anakmu?"     

"Hm..." Rajawali itu tampak sedang berpikir.     

Andrea terus memberikan bujukan, "Jika mereka yang membunuh ular piton itu, lalu apa gunanya kamu yang berkobar-kobar ingin membalas dendam? Bukankah itu hanya jadi omong kosong saja? Atau kau sebenarnya tidak berniat membalas dendam untuk anakmu?"     

"Kau!!!" Rajawali itu melotot marah ke Andrea. Ia gusar dan mulai kepakkan sayap besarnya sehingga angin puyuh terbentuk.     

"Atau, jangan katakan kau takut pada piton itu?" Andrea makin mendesak mental si burung. "Kau ingin menyerahkan balas dendam anakmu pada kami? Apa kau tidak malu pada anakmu yang sudah dilahap para piton itu?"     

"CUKUP!!!" raung Rajawali Angin.     

Sang burung raksasa pun bergegas kepakkan sayap dan mulai mendekat ke piton petir yang masih saja sengit menghadapi ketiga lawannya. Karena kekuatan mereka semua adalah petir, maka ini sungguh pertarungan yang sangat alot.     

Kecuali Burung Rajawali Angin mau turut campur.     

Dengan lengkingan tinggi, si rajawali raksasa kibaskan sayapnya yang segera membentuk angin puyuh melingkupi piton raksasa elemen petir. Dante dan yang lainnya segera menjauh karena mereka juga bisa terkena dampak angin si burung.     

Karena piton itu sudah lelah, serangan Rajawali Angin pun mulai memberikan efek besar. Sesungguhnya burung itu harus berterima kasih pada Dante dan yang lainnya yang sudah menguras tenaga si ular raksasa semenjak tadi.     

Ular Piton terbungkus oleh tenaga angin puyuh Rajawali Angin. Makin lama, angin itu makin besar dan membentuk tornado. Dante dan lainnya segera menjauh ke tim Andrea.     

Andrea sedang mengambil inti kristal jumbo dari ular piton yang berhasil dia taklukkan. Inti itu berwarna merah menyala, sebesar buah labu matang. Kuro melelehkan liur melihatnya.     

"Kau mau?" tanya Andrea ke anaknya.     

Kuro manggut-manggut penuh semangat. "Mau! Aku mau sekali, Ma! Bolehkah itu untukku?"     

Inti kristal jumbo dengan elemen api pastinya sangat bermanfaat bagi pertumbuhan kekuatan Kuro. Apalagi ini adalah inti kristal dari hewan berumur ribuan tahun.     

Andrea menimbang-nimbang sejenak sebelum akhirnya dia mengangguk ke Kuro, tanda dia membolehkan anak itu memiliki semua kristal besar untuk dirinya sendiri. "Tapi Mama ubah dulu jadi cair yah sebelum kamu konsumsi."     

Kuro manggut-manggut cepat bagai anak ayam mematuki makanan.     

Maka, Andrea pun lekas menyuling inti kristal itu menggunakan api Cero, meleburkannya sehingga kristal merah besar itupun berubah menjadi cairan dalam hitungan detik saja. Andrea sudah sangat terlatih serta terampil dalam penyulingan untuk pil.     

Kuro lekas buka mulutnya selebar mungkin untuk menerima cairan yang baru saja dihasilkan dari inti kristal yang dilelehkan oleh mamanya.     

"Apakah gak apa kalo langsung kamu lahap? Ini masih panas banget, loh!" Andrea heran.     

Kuro menggeleng. "Tak apa, Ma! Aku tahan kok kalau cuma sepanas itu! Percaya padaku, Ma! Ayo, ayo! Berikan pada aku, Ma!" Ia tak sabar.     

Andrea mendesah sebelum menggunakan Mossa untuk mengalirkan inti cair itu memasuki mulut Kuro. Ia berharap Kuro benar-benar bisa menahan panas dari kristal yang baru saja dilebur menggunakan api Cero.     

Nyatanya, Kuro sungguh-sungguh tidak merasakan panas. Ia justru tersenyum puas begitu semua inti cair sudah memasuki dirinya. Ia bersendawa sebentar sebelum mulai mengalungkan diri ke pergelangan tangan Andrea secara manja. "Mama, aku kenyang sekali. Aku ngantuk..."     

"Oke, sana pulang ke Cosmo dulu." Andrea pun menggunakan pikirannya untuk mengirim Kuro ke Cosmo. Bocah ini, langsung terlelap begitu menelan semua inti kristal cair.     

"Andrea, kau luka?" Dante bertanya. Meski wajahnya terlihat datar, namun nada suaranya jelas menggambarkan kecemasan. Dia sempat melihat Andrea dihempas kuat oleh ular tadi hingga memuntahkan darah.     

"Tenang aja, ntar aku bisa bikin pil obat untuk luka. Yang parah justru Sabrina. Dia patah tulang kaki belakang. Kayaknya pinggulnya juga retak." Andrea tersenyum menutupi sakit di tubuhnya.     

"Pil obat? Apa kau punya ramuannya?" Dante mengernyit heran. Selama ini, bukannya Andrea hanya bisa menyuling pil dari kristal saja?     

"Tadi gulungan datang en kasi tau bahan-bahan ramuan dan cara bikinnya juga. Jadi, sekarang kita cukup nyari tanaman-tanaman herbalnya aja di sekitar sini." Andrea mengulum senyum.     

"Oh, ya sudah kalau memang begitu. Kita akan segera cari semua bahannya setelah ini. Rajawali masih bertarung dengan piton. Aku yakin sebentar lagi dia akan menang." Dante menatap ke arah dua hewan raksasa yang masih bertarung sengit.     

Andrea mengangguk dan ikut melihat ke area pertempuran rajawali dan piton. Ia bisa yakin rajawali memang unggul atas piton yang mulai lelah dan kewalahan. Apalagi ketika tubuh piton itu dikurung oleh gulungan angin tanpa piton bisa keluar dari sana. Hanya masalah waktu saja sebelum piton menyerah akan hidupnya.     

"Ssshhh!!!" Andrea mendesis ketika Dante menyentuh punggungnya, bermaksud untuk mengajak Andrea bergerak.     

Dante terkejut. Ia lekas amati punggung Andrea. "Kau terluka di punggung?"     

"Oh, eh, enggak..."     

Dante tak percaya. Ia memaksa Andrea berputar dan tangannya merenggut paksa atasan baju Andrea yang ia sibak ke atas. Ia terbelalak mendapati punggung Andrea sudah lebam ungu mengerikan. "Andrea! Tulang punggungmu retak!"     

Andrea buru-buru memutar badan sambil lepaskan diri dari Dante. "Hehe... mungkin. Dikit..."     

Dante mulai gusar. "Kau sudah makan pil?"     

"Umm... iya, nanti."     

"Sekarang!"     

"Isshh~ tuan pemaksa," cibir Andrea.     

"Andrea!"     

"Iya, iya!" Gadis itu segera keluarkan satu Pil Inti dan memakannya. Dante lega, meski belum sepenuhnya karena fakta punggung Andrea cedera itu sangat membuat dia terganggu.     

Mereka pun mendengar lengkingan dari arah rajawali. Ternyata burung besar itu berhasil membunuh piton musuhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.