Devil's Fruit (21+)

Bangkitnya Kekuatan Baru



Bangkitnya Kekuatan Baru

0Fruit 120: Bangkitnya Kekuatan Baru     
0

Setelah lika-liku tiga bulan dengan fluktuasi pasang-surut hubungan mereka yang makin absurd tak jelas, kini mereka mulai memasuki bulan keempat di alam spesial ciptaan Pangeran Djanh.      

Tenaga pengendali pikiran Andrea sudah makin memasuki level baru dan makin kuat. Selain dia bisa bisa berkomunikasi dengan hewan, dia juga bisa mempengaruhi pikiran binatang, namun itu masih pada Beast yang berkekuatan mental rendah.     

Jika Andrea berhadapan dengan Beast yang lebih kuat energi mentalnya, dia belum bisa mengontrol pikiran mereka. Meski begitu, kedua orang beda ras itu sudah mendapatkan banyak inti kristal dari binatang-binatang elemen berperingkat rendah yang bisa dengan mudah dikendalikan Andrea.     

Selain itu, pemahaman Andrea mengenai elemen juga makin mendalam. Dia makin terlatih untuk berpikir mengenai taktik menghadapi Beast dengan elemen yang susah dihadapi oleh elemen api miliknya.     

Anehnya, seiring kekuatan mental Andrea semakin meningkat kuat, dia juga merasa seperti dia bisa mengangkat tanah dari tenaga pikirannya.     

Dante mengamati perubahan Andrea. "Coba angkat lagi tanah retakan di sana." Dia menunjuk ke bongkahan tanah bekas pertarungan mereka dengan Beast besar yang sudah mereka bunuh tadi pagi.     

Andrea berkonsentrasi menggunakan energi mental, bukan lagi Mossa, untuk mengangkat tanah retakan sesuai anjuran Dante. Pertamanya agak susah, namun setelah dia menyipitkan mata sedikit, akhirnya dia berhasil menaikkan tanah itu setinggi setengah meter, sebelum akhirnya dihempas kembali ke tempat semula karena kurangnya kekuatan.     

Dante melangkah mendekati Andrea dengan wajah curiga.     

"Dan? Ada apa? Apa ada sesuatu yang salah ama kekuatan aku, yah?" Mata Andrea mengikuti pergerakan Dante yang kian mendekat.     

Begitu Dante sudah ada di hadapan Andrea, lelaki Nephilim itu menatap lekat ke wajah Andrea. Serta-merta, gadis Cambion itu menghindari tatapan intens Dante sambil menunduk, tersipu.     

"Dan, please deh... aku kan jadi-"     

"Tatap aku sekaligus angkat tanah tadi pake kekuatan pikiran kamu," potong Dante sebelum Andrea mulai bertingkah tak jelas.      

"Hah?" Gadis itu agak bingung mendengar perintah Dante.     

"Cepat lakukan." Mata tajam Dante masih tetap melekat pada wajah Andrea.     

Mengatur detak jantungnya agar tidak berpacu cepat, Andrea menutup mata sebentar sebelum membuka untuk melancarkan kekuatan pikiran dia.     

Cleng!     

"Oke, stop." Dante menghentikan Andrea yang berhasil mengangkat tanah seperti tadi.     

Sepetak kecil tanah retakan jatuh dan hancur berderak begitu mencapai ke bawah menghasilkan serpih-serpih kecil tanah kering.     

"Apaan, sih Dan?" rengek Andrea agak kesal dikira Dante sedang mengerjai dia.     

"Seperti yang aku duga." Dante masih saja memandangi Andrea. Gadis Cambion di depannya sudah bergerak gelisah karena gugup sekaligus grogi. Matanya sudah berkeliaran ke sana dan kemari menghindari mata tajam Dante.     

"Emang kamu menduga apa?" Ia masih enggan menatap Dante.     

Dante meraih wajah Andrea dan menangkup kedua pipi gadis itu, memaksa agar pandangan Andrea bisa lurus ke Dante saja.     

Deg! Deg! Deg!     

"Kamu punya kekuatan bumi sekarang."     

Deeggg!     

Andrea melongo. Wajah cantiknya membeku dengan mulut sedikit terbuka dan mata membulat. "Hah?"     

"Ya, kamu sekarang memiliki kekuatan bumi. Kamu bisa mengendalikan tanah mulai hari ini." Kemudian, Dante melepaskan tangkupan kedua tangan dia pada pipi Andrea dan berbalik pergi. "Ayo, kita masih harus berjalan! Jangan terlalu santai dan malas!"     

Nona Cambion butuh beberapa detik sebelum tersadar dan lekas mengejar Dante dan berjalan bersisian dengan pria itu. "Dan, bentar, bentar deh. Tadi kamu... kamu bilang aku punya... kekuatan bumi?"     

"Ya." Dante terus berjalan sambil menatap ke depan tanpa menoleh sedikitpun ke Andrea. Sikapnya acuh tak acuh.     

"Kok bisa begitu? Dari mana kamu tau aku punya kekuatan itu sekarang?" Andrea terus menyamakan langkahnya dengan langkah Dante yang cepat dan besar-besar. "Dante jangan cepat-cepat jalannya kayak mo nagih hutang, ya ampun!"     

Andrea terpaksa berhenti sambil meneriaki Dante yang terus berjalan cepat. Kesal karena omongannya tidak digubris, Andrea pun berlari mengejar Dante dan meloncat ke punggung Tuan Nephilim.     

"Hei!" Dante terkejut dan secara refleks memegang dua paha Andrea yang sudah membelit ke tubuh atletisnya.     

"Hihi!" Andrea malah terkikik santai sambil dua lengannya sudah mengalung erat di leher Dante. "Salah sendiri kalau jalan dah macem tukang tagih panci. Aku kan imut dan nggak setinggi kamu. Susah lah menyamakan jalan ma kamu, Dan!"     

"Tsk!" Dante mendecak sebal dan terpaksa menggendong belakang Andrea. Ia sedang tidak ingin terbang, karena terbang juga memakai energi yang lebih besar dibanding jika dia berjalan. Oleh karena itu, dia lebih memilih berjalan untuk menghemat energinya meski Andrea punya banyak Pil Inti.     

"Dante~ ayo dong, ceritakan yang tadi..." rengek Andrea belum mau menyerah. Dia sangat ingin tau dari mana Dante bisa menyimpulkan dirinya memiliki tenaga elemen bumi.     

"Hm. Saat kamu menggunakan energi mental untuk mengangkat tanah tadi, kulihat mata kamu bersinar sekilas. Aku masih sempat melihatnya walau masih terlalu redup dan hanya satu detik saja. Tapi aku yakin itu kamu sedang mengaktifkan tenaga bumi kamu."     

Tubuh Andrea terayun-ayun seirama dengan langkah Dante. Dua kakinya mulai bergerak-gerak menendang-nendang santai karena yakin pasti Dante akan tetap memegangi kedua pahanya agar dia tidak jatuh. Toh dua lengan Andrea masih mengait di leher si Nephilim.     

"Um~ jadi sekarang aku punya tenaga elemen bumi, yah! Hm... setidaknya aku tak begitu repot lagi jika betemu binatang berlemen bumi lainnya."     

Dante diam, tidak menanggapi.     

"Bumi kuat ke api dan air, lalu... lemah ke petir, logam dan kayu. Ah, dengan begitu, kita bisa saling mendukung, Dan! Kita bisa saling menutupi kekurangan elemen masing-masing, iya kan?" Andrea melongok ke wajah Dante dari samping.     

Namun, pria Nephilim itu tidak merespon, tetap diam bagai patung kayu yang sedang berjalan. Gemas karena tidak dijawab, Andrea mencubit pipi Dante, meski tidak keras-keras, karena takut pada petir hukuman.     

"Argh!" Dante berhenti berjalan dan menoleh sambil mendelik gahar ke Andrea yang malah meringis tak kenal dosa, bagai bukan dia oknumnya.     

"Abisnya, kamu nggak jawab, sih."     

"Memangnya aku harus jawab apa kalau kau sudah paham kira-kira apa jawabanku!"     

"Dih! Mana aku tau kamu bakalan jawab apa! Kamu pikir aku dukun, apa?! Siapa tau kamu bakalan jawab yang berlawanan dengan logika. Auwwghh!" jerit Andrea tiba-tiba ketika pahanya merasakan sengat sakit. "Kok nyubit, sih?"     

"Memangnya aku ini manusia suci yang tidak membalas kalau dijahati?" balas Dante usai mencubit paha Andrea dalam posisi tetap menggendong Nona Nephilim.     

"Kapan aku jahati kamu, sih? Kalau aku jahat ma kamu, aku udah disambar geledek, tau!"     

"Makanya jangan seenaknya mencubit!"     

"Makanya kamu jangan irit-irit bicara!"     

"Andrea!"     

"Dante!"     

Keduanya saling tatap dengan sama-sama menekuk wajah. Dan mereka juga bersama-sama palingkan wajah, sehingga Dante kembali melanjutkan langkah kakinya menembus kedalaman hutan.     

Andrea rebahkan pipinya ke bahu Dante. "Dan~ kekuatan bumi itu bisa ngapain aja, sih?" Ia pereratkan pelukannya ke leher Dante. Dua kaki mulai tenang, tidak berpolah seperti tadi.     

"Gravitasi seperti panda yang dulu."     

"Owh... lalu, apa lagi?" Ia tolehkan kepala ke Dante sambil pipinya tetap menempel di bahu Dante.     

Dante mau tak mau berhenti berjalan demi ikut menoleh ke arah Andrea. Jarak wajah mereka sangat dekat hingga masing-masing bisa merasakan hembusan napas satu sama lain, bahkan jika mereka ingin berciuman pun pasti hal yang mungkin dilaksanakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.