Devil's Fruit (21+)

Tuan Puteri Sedang Ingin Dimanja



Tuan Puteri Sedang Ingin Dimanja

0Fruit 329: Tuan Puteri Sedang Ingin Dimanja     
0

Jangan dikira perjalanan ke hutan buatan di arah tenggara kota mulus-mulus saja semulus paha girlband Korea.     

Masih saja ada banyak Iblis dan manusia yang mengganggu mereka. Tenaga para pengawal Andrea benar-benar dikuras malam ini.     

Meski terkadang kekuatan Andrea muncul secara tiba-tiba, dan juga menghilang sama tiba-tibanya, ia tetap berusaha membantu, tak mau pasrah begitu saja dilindungi.     

Apalagi ia melihat kondisi lelah semua pengawalnya, termasuk Dante.     

"Tak bisakah Ayah bodoh brengsek itu mengirim bala bantuan lagi untuk kita?!" seru Andrea setelah mereka berhasil memukul kalah para Iblis penyerang. Semua terlihat kuyu dan lelah. "Apa dia gak bisa melakukan sesuatu agar aku bisa lebih cepat sampai di Underworld? Ayah macam apa itu?!"     

"Puteri..." Rewdo, salah satu Roxth menyahut. "Beliau pasti tau kesulitan Tuan Puteri. Tapi ini di luar kemampuan Beliau."     

"Benar, Puteri..." sambung Soth 4. "Tuan Raja Zardakh takkan bertindak gegabah mengenai bala bantuan. Dia pasti akan memilih Succubi terbaiknya untuk datang jika memang memungkinkan."     

"Succubi?" Andrea picingkan mata. "Succubi lagi? Tak bisakah dia mengirim yang seperti Kenzo? Belasan—ohh tidak, puluhan yang seperti Kenzo! Itu jika aku memang dianggap anaknya, sih."     

Kenzo menggeleng. "Tidak bisa, Puteri. Tuanku Raja takkan mengambil resiko mengirim Ksatria Incubus kemari untuk mengawalmu."     

"Kenapa?" jerit Andrea heran.     

"Karena akan terpikat aroma Tuan Puteri yang kuat dan bisa membuyarkan konsentrasi para Ksatria Incubus itu nantinya." Kali ini Morthx, pemimpin Roxth bersuara.     

"Lalu kenapa Kenzo—"     

"Panglima Kenz memiliki sihir khusus untuk membentengi dirinya dari aroma Tuan Puteri. Sihir yang tidak dimiliki Incubus lainnya. Hanya segelintir Pangeran saja yang punya sihir level itu." Morthx menyambung.     

Andrea termenung sebentar, lalu matanya membola. "Jadi maksudmu... Kenzo... juga seorang Pangeran?!" Kaget juga Andrea mengetahui latar belakang Panglimanya. Segera ia tatap pria Inucubus yang tampak kikuk.     

"Panglima memang sejatinya Pangeran Incubus, namun... Panglima kehilangan status itu semenjak Ayahnya dibunuh salah satu Raja Incubus lain yang merebut kerajaannya." Sekarang Meowth dalam wujud aslinya ikut berucap.     

"Panglima menjadi Pangeran buangan dan diambil Raja Zardakh menjadi prajuritnya." Meowth menambahkan. "Jadi... Ayah Tuan Puteri-lah yang menyelamatkan Panglima Kenzo saat Panglima diburu Raja yang merebut kerajaan Panglima."     

Setelah mendengar sekelumit info mengenai Kenzo, Andrea jadi muncul rasa iba pada pria yang telah menjaganya sedari pertama mereka bertemu. Bayangkan saja, sudah enak-enak menjadi Pangeran, tiba-tiba kerajaan direbut dan gelarnya dicopot, lalu diburu dan akhirnya rela menjadi prajurit yang kemudian akhirnya berhasil menjadi Panglima.     

"Waow, Zo!" Andrea menoleh ke Kenzo.     

"Itu ... kisah biasa saja, Puteri. Toh aku bukan Pangeran darah murni. Aku ini anak dari selir saja, kok." papar Kenzo.     

"HAH?!"     

"EHH?!"     

"WHAATT?!"     

Demikian berbagai pekikan kaget yang mendengar tuturan dari Kenzo.     

"Jadi... Panglima..."     

"Iya, aku ini setengah Pangeran saja, ahahaha! Jangan terlalu memandang tinggi padaku. Dan aku diburu... hanya karena ada darah ayahku di tubuh ini. Itu saja alasannya, hahaha..." jelas Kenzo.     

Para Succubi hanya senyum masam. Rupanya hanya anak selir yang beruntung dijadikan Panglima Raja Zardakh, salah satu Raja yang disegani di Underworld.     

"Heeiihh!" Andrea memecah hening yang sempat terjadi. "Mau anak selir, anak Raja, anak kodok... yang penting hidupnya berguna dan tidak sia-sia, ya kan?" Ia menepuk pundak Kenzo sembari senyum. "Aku juga bukan Iblis murni. Dan aku gak perduli apa ras-ku. Asalkan hidupku bermanfaat, berfaedah, bukankah itu bagus?"     

"Tumben Tuan Puteri bisa ngomong seperti itu," respon Kenzo ikut berikan senyuman.     

"Hoiiii! Hoiiiii!" hardik Andrea. "Apa maksudmu, heehh?!"     

Kenzo dan lainnya hanya terkikik geli. Andrea merespon dengan mulut mengerucut kesal.     

Malam pun semakin larut. Kenzo kembali menciptakan kamar spesial dengan kursi pijat dari Druana meski perjalanan masih separo dari destinasi.     

Mereka harus istirahat malam ini.     

Harus!     

Selain itu, Andrea tampak kesakitan pada area punggung hingga kaki, dan semua pengawal juga sudah letih, butuh mengisi tenaga lagi untuk pertarungan selanjutnya.     

"Puteri harus bisa tidur malam ini. Kami akan bergiliran menjaga Puteri." Kenzo sedikit memaksa agar Andrea mau memejamkan mata dan berbaring untuk memulihkan kondisi.     

"Rasanya tubuhku remuk, Zo..." lirih Andrea. Ia memang merasakan nyeri luar biasa pada punggung bawahnya. Ia tau, ini efek kehamilan.     

Kenzo mengelus-elus area yang dikata remuk tadi. Jangan ditanya seperti apa aura Dante menyaksikan itu. Geraham tuan Nephilim terus beradu, menahan emosi. Tapi mau bagaimana lagi?     

Sementara Kenzo mengelus punggung Andrea, Druana memberikan terapi sebisanya untuk meringankan rasa sakit di punggung Andrea.     

Namun nyeri itu tidak juga berkurang. Sampai menyebabkan isakan pada Puteri Cambion.     

"Hiks! Aku ingin pulang saja. Hiks!" Andrea rupanya sudah di batas tabahnya. Ia menyerah. Ia menangis kesakitan. "Aku ingin Shelly. Hiks! Terbangkan Shelly kemari, Zo. Pleaaasseee... hiks!"     

"Tapi, Puteri... bagaimana kalau Shelly di sini dan terjadi pertempuran lagi? Itu akan membahayakan dia. Jadi, sepertinya bukan hal yang tepat mendatangkan dia kemari, Puteri. Maaf." Kenzo memberikan opininya.     

Andrea makin terisak. Ucapan Kenzo memang benar. Seketika dia merasa jahat nyaris membahayakan nyawa sahabat tersayangnya. Ia merutuki diri sendiri. Maka ia pun terus terisak sambil menahan sakit, meringkuk rapuh di atas kasur ditemani Kenzo dan Druana yang berusaha memberikan penghiburan melalui usapan, yang diharapkan bisa memberikan rasa nyaman meski secuil, tak apa.     

Melewati tengah malam, Andrea akhirnya bisa terlelap juga. Mungkin kelelahan menangis dan juga merasa enak sedikit akibat usapan Kenzo pada punggungnya dan terapi Druana yang terus-menerus.     

"Shel? Shelly? Beb?" panggil Andrea. Apakah ia ada di alam mimpi? Kenapa dia memanggil-manggil sang sahabat?     

"Ndrea?" Tetiba dari arah depan, muncul sahutan untuk panggilan Andrea tadi. Suara yang amat sangat dikenal.     

"Beb?" Andrea kian maju, setengah berlari ke arah suara tadi karena keadaan lumayan berkabut, susah melihat jelas apa yang ada di situ. "Beb? Kamu di mana?"     

"Ndre! Ndrea!" Shelly turut memanggil. Dua tangan diulurkan meraba-raba udara, berharap menemukan yang dicari.     

Tepp!     

Tangan itu pun menyentuh sosok di hadapan.     

"Beb!"     

"Ndrea!"     

Keduanya tersenyum gembira dan lebar, lalu saling berpelukan bagai sudah tak bertemu puluhan tahun saja.     

"Beeebb... aku kangeeennn..." rajuk Andrea, manja seperti biasanya bila pada Shelly. "Ini kamu beneran, kan beb?"     

"Aiihh~ kamu ini." Shelly mencubit cuping hidung Andrea, gemas. Sikap yang biasa ditunjukkan sang sahabat. "Memangnya kau pikir ini siapa lagi, hemm?"     

"Ungghhh~ senangnyaaaa..." Andrea langsung meringkuk manja di dada Shelly. "Aku kangen banget pengen ketemu kamu, beb."     

"Iya, iya... aku tau, kok! Aku juga kangen ama kamu, Ndre. Kangeeeennn banget. Sekaligus kuatir." Shelly elus-elus rambut hitam pekat Andrea penuh sayang, membiarkan sahabatnya rebahkan kepala di dadanya. Benar-benar manja.     

"Tau gak, selama perjalanan tuh bolak-balik diserang Iblis-Iblis kampret!"     

"Oh ya? Tapi kalian menang terus, ya kan?"     

"Wohiya, dong! Kalau gak menang, gak mungkin ada di sini ketemu kamu, kan? Hehe. Pokoknya kami tarung mulu ampe capek, beb! Reraaahh!"     

"Iya, iya... aku tau kalian pasti kelelahan. Tapi gimana kondisi kamu, Ndre?"     

"Aku?" Andrea pun jauhkan kepala dari dada Shelly dan tatap sang sohib. "Aku rasanya remuk semua! Di sini, dan di sini..." Jari lentik itu pun menunjuk ke area punggung belakang dan pantat.     

"Uuuhhh... kasiaann..."     

"Dih, cuma bilang kasian doang, nih?" Andrea merajuk. Bibirnya mengerucut.     

"Hahaha... maunya digimanain, sih?"     

"Elusin... pijitin..."     

"Duuhh... Tuan Puteri lagi pengen manja, yah?"     

"Hu-um..."     

"Hahaha, ya sudah mana sini yang katanya remuk, biar aku tata lagi biar utuh."     

Andrea senyum girang dan segera rebah tengkurap. Namun satu yang menjadi keheranannya, kenapa dia telanjang? Shelly juga! Ternyata mereka... sama-sama telanjang!     

Puteri Cambion tak sempat berpikir mengenai keadaan mereka berdua karena Shelly sudah menyentuh punggung Andrea.     

"Di sini yah remukannya?" tanya Shelly sembari usapkan tangannya ke punggung bawah Andrea.     

"Unggh, iyaaa... urrnnghhh... enak banget dipegang kamu gitu, beb."     

"Oh ya? Waahh... aku kalo gitu ada bakat jadi tukang pijat, nih! Hihi!" Jemari lentik Shelly terus melakukan pijatan lembut di area itu.     

"Gak boleh! Kamu gak boleh jadi tukang pijit siapapun! Kecuali aku, hehe..."     

"Aiihhh... Drea maruk, iihh!"     

"Biarin! Kan kamu bebebku..." Andrea pun berbalik menghadap ke Shelly.     

"Cuma boleh pegang Andrea aja, yah?"     

"Hu-um. Cuma aku aja..."     

"Seperti gini?" Tangan itu pun menyentuh payudara telanjang Andrea, kemudian meremas lembut satu bongkahan di dada sang Cambion.     

"Arrnghh... Beeebbb..." Tak dinyana, Andrea malah melenguh. Itu sungguh di luar kendali. Hanya karena remasan Shelly barusan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.