Devil's Fruit (21+)

Merindukan Yang Di Tempat Lain



Merindukan Yang Di Tempat Lain

0Fruit 191: Merindukan Yang Di Tempat Lain     
0

Dante tertegun melihat Andrea yang panik menutupi dadanya sambil terus meneriaki dia untuk segera keluar dari gua.     

Dhuakk!     

Baru setelah Andrea meraih sepatu bot dia di tepian kolam dan melemparkannya ke Tuan Nephilim, Dante pun tersadar dan berbalik untuk benar-benar keluar dari sana. "Tsk! Kukira kau terpeleset dan kepalamu pecah, bocah! Ternyata hanya jeritan bocah manja saja!" Ia bersungut-sungut sambil berjalan keluar dari gua, menjauhi kolam.     

"Piiiippp! Sakit banget, tauk! Dasar lu piiippp! Laki-laki piiippp!" Andrea sudah jelas sedang merapalkan berbagai makian ke Dante yang mengatai dia bocah manja. Namun, Dante tetap saja tidak menoleh dan terus berjalan tak mau menanggapi Andrea.     

'Sudah berapa lama dia tidak datang ke mimpiku?' batin Dante bertanya penuh harap. Ternyata dia merindukan keintiman yang biasa dia rasakan bersama Andrea di alam mimpi, dimana hanya di sana saja dia dan Andrea bisa puas menumpahkan perasaan tanpa beban dan kekhawatiran apapun.     

Mendesah menghela napas sekejab, Dante keluar dari gua, menemui para pria yang ada di depan gua.     

"Nona Andrea baik-baik saja?" tanya Rogard.     

"Tak usah perdulikan bocah manja yang tak kuat sakit itu." Dante merasa muram.     

Sementara, di kolam, Andrea masih berjuang agar tubuhnya bisa beradaptasi dengan kerasnya air kolam darah yang bagai mengiris-iris dagingnya, menggerogoti tulangnya tanpa ampun.     

Andrea menggigit gerahamnya kuat-kuat menahan segala rasa sakit hingga ke dalam-dalamnya. Ia tak menyangka sakitnya sedemikian rupa. Ia menoleh ke arah Kuro yang sedang asik berenang dengan muka santai. Pantas saja tadi bocah hybrid itu berteriak keras ketika meloncat ke dalam kolam untuk pertama kalinya.     

Sedangkan Sabrina, meski juga merasakan kesakitan, namun dia berjuang menahan dan tetap tenang meski terlihat wajahnya sesekali meringis sembari terpejam.     

"Mama, bayangkan hal-hal yang enak atau indah saja daripada fokus ke sakitnya." Kuro memberikan saran ke Andrea karena melihat sang mama seolah-olah sangat menderita dari rasa sakit pemurnian tubuh.     

Andrea mencoba mempraktekkan saran dari anak hybrid dia. Ia berusaha membayangkan segala hal yang indah yang ada di memori otaknya, Dari mengenai Oma, Opa, dan juga Shelly. Tapi, semakin Andrea membayangkan mereka, dia justru makin sedih karena rindu pada mereka bertiga.     

Gadis Cambion itu pun berupaya menahan air matanya yang hampir mencuat keluar dari kelopaknya.  Ia sungguh-sungguh merindukan mereka semua yang ada di alam manusia. Ia tidak mengira sudah sekian lama terdampar di alam ini.     

Andrea mengkhawatirkan keadaan Oma dan Opa sepeninggal dia. Apakah kedua kakek dan nenek dia baik-baik saja? Apakah mereka aman dari makhluk yang mengejar-ngejar Andrea? Apakah rumah mereka tidak disatroni oleh Iblis atau Nephilim yang mencari Andrea?     

Semua perasaan khawatir itu tumpang tindih menumpuk di benak Andrea. Tenggorokan dia tercekat. Teringat bagaimana Oma dan Opa sudah berjuang untuk kehidupan Andrea di dunia selama ini. Oma dan Opa yang terus bekerja demi Andrea meski tubuh renta mereka pastinya sudah kesusahan untuk bergerak tangkas demi bekerja.     

Andrea pun tidak bisa lagi menahan kesedihannya. Dia merasa dia belum memberikan apapun pada Oma dan Opa selama ini, selain menjadi bocah yang kerap membuat keduanya geleng-geleng atas kelakuan ajaibnya.     

Jika Andrea tidak bisa keluar dari alam ini, betapa dia akan merana karena tidak sempat membalas budi pada Oma dan Opa. Jika dia tidak pernah kembali ke dunia manusia, pasti Oma dan Opa akan sangat cemas, terutama Oma yang gampang khawatir.     

Terbayang raut bersahaja Oma yang selalu membelanya dalam kondisi apapun, Andrea mulai terisak. Kuro dan Sabrina mendekat, khawatir bila Andrea sangat kesakitan karena air kolam darah ini.     

Andrea menggeleng. Dia pun menceritakan mengenai Oma dan Opa pada keduanya. Sabrina dan Kuro pun paham alasan Andrea terisak lirih.     

"Mama, bicaralah ke Papa agar Mama lega." Kuro memberikan saran. Sabrina mengangguk.     

"Tapi Mama kan gak mungkin manggil Papa kamu ke sini." Andrea mengusap air matanya dari pipi.     

"Bukannya Nonaku memiliki anting komunikasi?" Sabrina teringat. Kuro mengangguk menyadari ucapan Sabrina sangat benar.     

Andrea juga akhirnya ingat tentang Anting Linux dia. Maka, ia pun menyentuh anting itu dan menyapa nama Dante.     

"Ada apa bocah? Kesakitan sampai tak tahan? Keluarlah saja dulu, nanti kau bisa masuk lagi." Dante membalas melalui anting Linux di telinganya.     

"Bukan. Gak itu, kok..." Andrea menyusut ingusnya.     

"Hei, kau menangis, bocah?" Dante tiba-tiba saja merasa khawatir. "Sesakit itukah bagi kamu?"     

"Aku... aku gini bukan karena sakit kena air kolam... hiks!" Andrea mengelak. Walaupun memang masih ada rasa sakit, namun sudah tidak sehebat sebelumnya.     

"Lalu kenapa?"     

"Aku... aku teringat Oma ama Opa, hiks!" Andrea berterus terang. "Aku... kangen mereka... juga khawatir..." Ia pun lalu mulai menceritakan apa yang dia rasakan ke Dante melalui Anting Linux.     

Dante mendengarkan dengan tenang dan seksama segala curahan hati Andrea. Setelah Andrea mengakhiri semua perasaannya, ia pun menyahuti, "Sudah, jangan terlalu memikirkan hal-hal buruk mengenai mereka. Lebih baik kau mulai alihkan kecemasan kamu itu ke usaha bagaimana caranya agar kita cepat keluar dari sini, bocah."     

Andrea mengangguk dan mengiyakan ucapan dari Tuan Nephilim. Entah kenapa, dia merasa lebih tenang setelah mendengar ucapan Dante. Yah, setidaknya kini dia bisa lebih berkonsentrasi pada pemurnian tubuhnya sendiri.     

Maka, sambil masih menahan rasa sakit yang mulai berangsur memudar, ia pun memejamkan mata sembari duduk bersila di dalam kolam layaknya orang sedang bermeditasi, Andrea memusatkan pikirannya.     

Tiba-tiba saja, dia seperti bisa merasakan aliran energi hangat menyusuri seluruh tubuhnya melalui otot-ototnya, kemudian merasuk ke dalam tulang dia sebagian dan sebagian lainnya mulai merambah ke organ-organ dalamnya.     

Jantung, liver, ginjal, dan banyak organ lainnya terasa diselimuti oleh tenaga hangat tadi. Ia ingin membuka mata dan menanyakan pada Sabrina dan Kuro apakah mereka juga merasakan seperti apa yang dirasakan Andrea, namun ia urung.     

Seolah-olah, ia tidak ingin memutuskan meditasinya. Maka, dengan terus bertanya-tanya dalam hati, Andrea meneruskan merasakan sensasi energi hangat yang tak berjeda mengalir ke seluruh tubuhnya, semuanya.     

Tidak bisa disangkal lagi, air kolam darah ini sangat panas dan menyakitkan bagi tubuh saat pertama kali bersentuhan. Tubuh akan terasa bagai dibakar hingga ke dalam-dalamnya. Namun, jika sudah melewati beberapa saat, rasa panas dan menyakitkan itu mulai berkurang. Terutama jika dibarengi dengan meditasi fokus pada esensi air kolam itu sendiri.     

Andrea pun membuang usaha ingin menyangkal rasa sakit ini, dan sebaliknya, dia mulai menerima segala sensasi yang diberikan oleh air kolam darah tersebut.     

Bukan, ia bukan seorang masokis. Andrea hanya berdamai dengan segala rasa yang dia terima sekarang ini. Apapun itu, karena dia tau dia takkan bisa menolaknya, maka yang bisa dia lakukan adalah menerima.     

Peluh Andrea mengalir deras dari kepala hingga menyatu dengan air kolam. Ia merasa organ-organ dalamnya merasa baru dan sangat sehat. Degup jantungnya lebih jelas dan sungguh terasa ringan.     

Ia bagai sosok baru.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.