The Alchemists: Cinta Abadi

Bertengkar



Bertengkar

2

"Ada seseorang yang ingin kutemui..." kata Jean saat mereka sudah masuk ke mobil. Ia mengemudikan kendaraannya keluar dari desa itu menuju sebuah perkebunan anggur yang terletak di kaki bukit, lalu berhenti di depan sebuah rumah pertanian. 1

"Ini rumah siapa?" tanya Finland dengan suara serak.

"Aku berhasil menemukan jejak ayahmu di sini dan bertemu dengan sahabatnya yang bersama ayahmu di saat terakhirnya." Jean membantu Finland turun dari mobil dan mengetuk pintu depan.

Pintu terbuka dan Finland melihat seorang laki-laki berusia 50-an yang agak gemuk. Wajahnya tampak ramah sekali.

"Eh, Jean Pierre, kau datang lagi? Mari masuk."

"Selamat malam, Monsieur Fournier. Ini sahabatku Finland.. Dia adalah putri Aleksis Makela." Jean membantu Finland yang masih tampak linglung masuk ke dalam dan duduk di kursi tamu. Monsieur Fournier tampak terkejut melihat Finland.

"Oh... selamat datang, Nak. Aku dulu adalah teman ayahmu. Panggil aku Paman Etienne." Monsieur Fournier memeluk Finland erat sekali beberapa saat lamanya lalu mengusap matanya yang basah. "Ah... aku tak menyangka bisa bertemu anak Aleksis setelah puluhan tahun..."

Ia mengeluarkan glow wine dan kue-kue dan banyak bertanya tentang kabar Finland. Dengan susah payah gadis itu berusaha menjawab, tetapi air matanya justru membanjir dan ia akhirnya hanya bisa menggeleng-geleng.

"Maaf... maaf, Paman... aku baru mengetahui bahwa ayahku sudah meninggal. Aku masih shock... Aku pikir ia meninggalkan kami dan tidak menginginkan kami. Ibuku pun tidak tahu bahwa ayah sudah tiada..."

"Sshhh... tidak usah minta maaf. Aku yakin ini pasti sangat berat bagimu. Sayang sekali aku tidak punya kontak Laura, ibumu... sehingga aku tidak bisa memberi kabar. Ia pasti sedih sekali karena tidak pernah mendengar kabar dari Aleksis selama puluhan tahun.... Zaman dulu tidak seperti sekarang, belum ada internet, kita hanya bisa mengandalkan surat dan telepon..."

"Kenapa ayah pergi meninggalkan ibuku?" tanya Finland setelah terdiam beberapa saat. Ini adalah pertanyaan yang telah mengganggu pikirannya selama bertahun-tahun. Ia ingin mendengar jawabannya, mengapa ayahnya meninggalkan mereka...

Paman Etienne menghela napas panjang.

"Aleksis adalah seorang petualang... Ia bercita-cita mengelilingi dunia dan menulis buku petualangannya. Kami bepergian bersama keliling Eropa, China. dan sampai ke India. Kami berpisah di India, aku pulang ke Prancis dan ayahmu melanjutkan petualangannya ke Asia Tenggara bersama teman kami Lauriel. Aku tidak mendengar kabarnya lagi, sampai ketika ia datang ke rumahku 24 tahun yang lalu. 

Ia bercerita bahwa ia jatuh cinta kepada seorang gadis di dalam pengembaraannya dan ingin menikahinya... Sayangnya sebelum ia bisa mengurus segala sesuatu, ibunya sakit parah dan ia harus pulang ke Helsinki. Nenekmu meninggal tidak lama setelah Aleksis pulang dan ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Karena itu ia datang ke Colmar, bekerja memetik anggur untuk mengumpulkan uang. Ia tidak berniat meninggalkan kalian, saat itu ibunya sedang sakit parah dan sangat membutuhkannya... Sayang sekali, ia tiba-tiba jatuh sakit dan meninggal di sini..."

"Bagaimana kau bisa menemukan jejak ayahku, Jean?" tanya Finland sambil menoleh ke arah Jean. "Aku pernah mencoba mencari jejaknya lewat internet tetapi tidak mendapat informasi apa-apa...."

"Uhmm... aku kirim surat lewat pos ke setiap orang dengan nama belakang Makela di Finlandia, menanyakan apa ada yang mengenal ayahmu..." kata Jean dengan suara pelan. "Baru tahun kemarin ada saudara jauhnya yang membalas suratku dan mengatakan bahwa ayahmu sudah meninggal di Colmar. Lalu aku ke sini..."

"Oh..."

Pantas saja Jean beberapa kali datang ke Colmar. Ia mencari informasi tentang ayah Finland. Padahal Finland tahu betapa sibuknya Jean dengan pekerjaan... tetapi ia rela melakukan ini semua untuknya...

Finland tak tahu bagaimana ia dapat membalas semua kebaikan Jean.

Paman Etienne masuk ke kamarnya dan keluar dengan membawa sebuah bungkusan, lalu diserahkannya kepada Finland.

"Ini adalah peninggalan ayahmu. Buku catatannya dan beberapa foto... Hanya ini yang tersisa. Ambillah..."

Finland menerima bungkusan itu dan mengeluarkan isinya. Sebuah buku penuh berisi tulisan berbahasa Inggris dan Finlandia yang tidak dimengertinya. Sepertinya ayahnya adalah seorang penulis yang banyak menulis puisi dan prosa semasa hidupnya. 

Air matanya pelan-pelan jatuh membasahi kertasnya. Finland buru-buru mengusap matanya agar airmatanya tidak menetes terus dan merusak buku peninggalan ayahnya, Di tengah buku ada dua lembar foto, dan untuk pertama kalinya dalam hidup Finland melihat wajah ayahnya...

Ada foto ayahnya di Paris bersama Paman Etienne dan satu lagi fotonya sedang berdiri di depan Taj Mahal di India. Finland sangat terharu karena ia mengenal wajah itu, wajah ayahnya mirip sekali dengan wajahnya sendiri, hanya saja Aleksis berambut pirang dan bermata biru kehijauan. Ia terharu melihat pemuda tampan berusia 20-an di dalam foto yang tampak penuh kegembiraan dan petualangan itu, seakan menyapanya untuk pertama kali...

Hallo, Finland... akhirnya kita berjumpa, Nak....

Finland segera mengerti kenapa ibunya jatuh cinta kepada ayahnya dan menjadi sangat sedih karena Aleksis tidak pernah kembali. Tentu ia merasa patah hati, dan akhirnya bertahun-tahun kemudian meninggal dalam kesedihan.

Ia menaruh buku dan foto-foto ayahnya di dadanya dan memejamkan mata menahan kesedihan.

"Mama... sekarang aku sudah tenang, Mama dan Papa sudah bersatu... Ternyata Papa tidak meninggalkan kita..."

Finland dan Jean minta diri tidak lama kemudian. Finland merasa tidak sanggup untuk bercakap-cakap dan ingin segera beristirahat. Dalam perjalanan pulang keduanya saling diam, tidak berkata sepatah kata pun. Jean tahu Finland masih terguncang dan tidak ingin mengganggu pikirannya.

"Terima kasih, Jean... Terima kasih...." Setelah mereka tiba di apartemen, Finland memeluk Jean sebentar dan buru-buru masuk ke kamarnya. Ia tak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia sungguh berhutang budi demikian banyak kepada Jean. Ia merasa selama ini ia hanya menyusahkan Jean dan tidak pernah memberi nilai tambah dalam hubungan persahabatan mereka. 

Dalam hati ia malu karena tidak pernah memberi apa-apa untuk Jean, sementara pemuda itu telah melakukan begitu banyak untuknya...

[Caspar, aku menemukan ayahku...] Finland mengirim foto ayahnya kepada Caspar setelah ia masuk ke kamar.

Satu menit kemudian Caspar menelepon Finland.

"Sayang... apa yang terjadi?" tanyanya cemas.

Finland berusaha terdengar tabah, tetapi Caspar tahu ia habis menangis.

"Jean menemukan jejak ayahku... ternyata ayahku tidak berniat meninggalkan kami... Ia jatuh sakit dan meninggal tiba-tiba. Ia dimakamkan di Colmar. Itulah sebabnya Jean mengajakku kemari."

"A.. apa? Jean mencari informasi tentang ayahmu?"

"Benar..."

Caspar terdiam lama sekali.

"Kenapa kau diam...?" tanya Finland kemudian.

Caspar mendesah di ujung sana. Suaranya terdengar getir.

"Aku tidak tahu kau ingin mencari ayahmu. Kalau aku tahu, informasi itu mudah saja kudapatkan."

"Ada hal-hal yang seharusnya kau mengerti sendiri tanpa harus kuminta..." kata Finland dengan suara sedih. Ia ingat ucapan Jean bahwa seharusnya Caspar lebih pengertian dan memberikan hal-hal yang diperlukan oleh Finland walaupun tidak diminta. Dengan akses informasi yang dimilikinya, tentu akan mudah sekali bagi Caspar untuk mencari keberadaan ayah Finland dan ia bisa mengetahui kabarnya lebih cepat.

"Kau memintaku untuk tidak melacakmu..." kata Caspar membela diri.

"Iya, aku tidak mau kau menguntitku dan menjadi malas, tidak mau bertanya langsung tentang keadaanku dan perasaanku. Tapi aku berharap kau lebih mengenal diriku dan mencari tahu apa yang aku inginkan. Kalau kau tidak tahu, kau bisa bertanya. Tetapi kau juga tidak pernah bertanya kepadaku... Kau tidak pernah menanyakan siapa penyanyi favoritku, kau tidak pernah menanyakan apa yang kurasakan tentang ayahku, kau tidak pernah bertanya apakah aku ingin mencarinya atau tidak...." Finland menangis. "Jean mengirim surat kepada semua orang dengan nama belakang Makela di Finlandia, untuk menanyakan apakah ada yang mengenal ayahku...."

Caspar menghela napas panjang. Ia tak suka arah pembicaraan mereka.

"Apa maksudmu bicara begini?" tanyanya dengan nada suara mendesak.

"Aku tak bisa meninggalkan Jean, dia sahabatku satu-satunya," kata Finland kemudian, "Ia juga adalah keluargaku yang terakhir. Ayahku sudah meninggal, sekarang aku tak punya siapa-siapa lagi..."

"Akulah keluargamu..." tukas Caspar.

"Kau memang suamiku, tetapi kau belum mengenalku sebaik Jean. Aku tidak bisa meninggalkan dia... aku tidak bisa memberikan ramuan penghilang ingatan kepadanya. Aku tak mau berpisah dengan Jean."

"Finland... aku sudah cukup bersabar selama ini!" Tiba-tiba Caspar membentak Finland. "Aku sudah menahan diri dan menutup mata atas kedekatan kalian. Bahkan walaupun foto kalian tersebar di mana-mana, aku berusaha menepis rasa cemburuku dan tidak mengganggumu. Tapi kalau kau begini terus, aku juga bisa marah."

Finland terkejut karena untuk pertama kalinya Caspar membentaknya. Selama ini Caspar selalu memperlakukannya dengan lembut dan tidak pernah meninggikan suara terhadapnya.

"Kau tahu dia sahabatku! Dia sudah melakukan sangat banyak untukku. Dia sudah ada sebelum kau masuk dalam kehidupanku... Jean mencintaiku, Caspar, tetapi aku memilihmu. Kau tidak berhak untuk cemburu... Aku sudah menikah denganmu, bukan dengannya." Finland menggeleng-geleng, "Kau tidak berhak membentakku seperti tadi."

"Maafkan aku..." kata Caspar cepat. "Aku tidak bermaksud membentakmu. Aku khilaf. Maafkan aku."

Finland sudah menutup telepon. Ia sangat kesal. Tadinya ia ingin bercerita kepada Caspar tentang ayahnya, karena ia ingin berbagi kesedihan. Tetapi yang ada di pikiran Caspar hanyalah rasa cemburu karena Jean yang menemukan Aleksis Makela dan bukan dirinya. Ia cemburu karena Jean lebih mengenal Finland daripada dirinya, dan kini Finland bahkan tidak mau lagi memberikan ramuan penghilang ingatan kepada Jean.

Tentu saja hubungan mereka yang baru berumur 6 bulan dan persahabatan 4,5 tahun antara Finland dan Jean tidak dapat dibandingkan. Tetapi ia tetap merasa menyesal karena tidak banyak bertanya kepada Finland tentang keinginan-keinginannya dan hal-hal yang ia sukai...

Caspar mencoba menelepon lagi berkali-kali tetapi Finland tidak mau berbicara dengannya. Akhirnya pemuda itu mengirimkan tautan ke beberapa berita website hiburan yang memuat foto-foto Finland dan Jean bersama.

[Aku cemburu karena begitu banyak pemberitaan tentang kalian. Walaupun aku tidak melacakmu, rasanya aku seperti disodori berita tentang kalian di mana-mana dan itu membuatku tidak tahan lagi. Maafkan aku karena terbawa perasaan. Aku akan menghapus semua berita ini dari internet.]

Finland membaca berita-berita gosip itu dan ia mengerti mengapa Caspar uring-uringan. Tapi ia masih marah karena tadi dibentak padahal ia sedang merasa sangat sedih. Ia menganggap Caspar tidak berempati kepadanya. Caspar sangat sedih ketika orang tuanya meninggal dalam perang, seharusnya ia lebih mengerti kesedihan Finland yang baru mengetahui kematian ayahnya dan bukannya cemburuan seperti ini...

Finland memutuskan tidak membalas SMS Caspar karena hatinya masih sangat sedih dan tidak ingin mereka terus bertengkar.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.