JURAGAN ARJUNA

BAB 405



BAB 405

0 Aku terkejut bukan main, terlebih setelah jatuhnya sosok itu,. Sujiwo tampak menoleh. Dan hal yang membuatku nyaris tak bisa bernapas adalah, tatakala Suwoto menebas kepala Sujiwo dengan parangnya. Mataku bahkan ndhak sanggup untuk sekali saja berkedip. Bagaimana kejadian itu bisa terjadi dengan begitu cepat. Bahkan hanya untuk bernapas saja, dadaku terasa sesak dan ngilu. Suwoto, telah kembali seperti Suwoto yang dulu. Saat pertama kali kami bertemu. Dia tampak beringas, dan bola matanya tampak menyala-nyala.     
0

Dan akhir dari keluarga Sujiwo beserta antek-anteknya ndhak bisa dihindari lagi. Semuanya sudah habis bersimpuh darah, semuanya telah rata dengan tanah. Bahkan kedua kakiku terasa sangat lemah untuk sekadar berdiri. Dan di saat aku nyaris ambruk, Suwoto langsung menangkap tubuhku.     

"S… Suwoto, apa itu kamu, Suwoto?" tanyaku dengan suara bergetarku. Suwoto tampak mengangguk. Tatapannya yang sangat mengerikan tadi seketika berubah menjadi tatapan yang sangat hangat memandangku.     

"Juragan ndhak apa-apa, toh? Juragan baik-baik saja, toh?" tanyanya yang tampak khawatir. Dia kemudian memandang ke arah luar, seolah sedang mencari sesuatu. "Juragan Bima di mana? Apa dia juga baik-baik saja?" tanyanya kemudian.     

"Bima baik-baik saja, semuanya baik-baik saja," kubilang. Sebab aku tadi melihat dengan ekor mataku, Bima tampak keluar untuk sekadar memastikan dari rombongan kami ndhak ada yang terluka sedikit pun.     

"Maafkan saya, Juragan. Mungkin saya telah ingkar atas janji saya untuk ndhak membunuh orang-orang dengan membabi-buta lagi. Hanya saja untuk saat ini saya ndhak bisa sama sekali memenuhi janji saya kepada Juragan. Saya ndhak bisa melihat Juragan dalam bahaya. Saya ingin selalu menjaga Juragan bahkan dengan cara terkeji pun. jadi maafkan saya, sudah membunuh mereka tanpa ada terkecuali sama sekali," jelas Suwoto.     

Aku diam, mulutku terasa tercekat dengan sempurna. Bahkan rasanya aku sama sekali ndhak tahu harus berbuat apa, dan menjawabi ucapan dari Suwoto seperti apa. Yang aku inginkan adalah, hal ini ndhak akan pernah terjadi. Tapi sepertinya percuma. Sebab, tanpa adanya kematian dari salah satu pihak. Sampai kapan pun perang darah ini akan terus berlangsung dan ndhak akan pernah ada ujungnya sama sekali,     

"Kali ini aku benar-benar ndhak bisa berkata apa-apa lagi, Suwoto. Yang aku ingin pastikan terlebih dahulu adalah, keselamatan orangtuaku, kemudian keselamatan istriku. Sebab keselamatan mereka adalah hal utama lebih dari siapa pun. aku benar-benar takut, hanya karena kita fokus di sini lantas sebagian dari orang-orang Sujiwo menyerang ke dua tempat itu, yang berakhir kita merasa mendapatkan kemenangan di sini, tapi kita kehilangan mereka yang kita sayangi."     

Mendengar hal itu, Suwoto agaknya diam. Untuk kemudian dia memejamkan matanya untuk sebentat. Lalu dia memandangku dengan tatapan serius itu, sampai Bima datang, dan memekik kaget dengan kondisi yang ada di depan kami.     

"Tuhan, ini benar-benar sangat mengerikan!" pekiknya. Lalu dia keluar lagi sambil muntah-muntah. Siapa pun kurasa, pasti yang ndhak pernah bertemu dengan kejadian seperti ini, kalau ndhak muntah ya pingsan. Bagaimana endhak, bahkan ndhak ada yang namanya tubuh utuh, segala yang ada di dalam tubuh dan kepala kocar-kacir dengan sangat sempurna. Bau anyir yang sangat amis pun menyeruak kemana-mana.     

"Juragan tenang saja, ndhak ada yang terjadi kepada mereka. benar jika Kemuning diserang. Tapi, orang-orang saya sudah ada di sana untuk menjaga. Dan antek-antek Sujiwo juga telah tewas ndhak bersisa sama sekali di sana. Dan untuk Ndoro Manis dan sebagainya itu. Mereka aman, ndhak ada yang tahu persembunyian mereka di sana. Dan saya pastikan, sebentar lagi, Juragan akan mendengarkan sebuah kabar bahagia,"     

"Duh Gusti, kabar bagahaia gundulmu itu, Suwoto? Iya memang benar kita telah menang melawan mereka. tapi bagaimanapun tetap saja, membunuh semua orang yang ada di sini juga adalah hal yang sangat menyeramkan. Terlebih negara kita sekarang adalah negara hukum. Bagaimana kalau polisi sampai melacak masalah ini? semuanya akan menjadi sangat rumit, Suwoto."     

Suwoto tampak tersenyum, seperti senyumnya itu bagus saja. Ndhak merasa sama sekali rupanya, jika aku agaknya takut dengan dia. Bagaimana bisa, seorang manusia, masih bisa tersenyum tanpa dosa setelah apa yang telah dia lakukan? Membunuh dengan cara yang sangat tragis dan menyeramkan.     

"Juragan tenang saja, toh. Apa Juragan ndhak percaya kepada saya? Masalah ini saya akan mengurusnya dan semuanya akan baik-baik saja sampai kappa pun itu. Untuk mayat-mayat ini, nanti aka nada yang menguburnya di belakang. Semuanya akan dibakar sampai ndhak bersisa sama sekali bangunan ini. asal Juragan tahu, Sujiwo itu adalah orang yang bahkan tetangganya saja ndhak tahu keberadaannya. Keluarganya itu menyembunyikan diri setelah insiden santet yang dilakukan sampai membuat Juragan Adrian tewas. Mereka pun memalsukan kematiannya, dan menganggap jika dirinya hilang dan ndhak ada. Hanya saja belakangan ini mereka mulai turun gunung dan itu pun hanya sekadar untuk menjual sayur-mayur. Mereka menyewa lahan-lahan dari penduduk itu pun bukan langsung mereka yang melakukannya. Akan tetapi lewat perantara para abdi dalem mereka. sehingga nyaris ndhak ada penduduk yang tahu jika di gunung ini ada manusia sekali. sebab pun begitu, ada ilmu hitam yang digunakan oleh dukun Sujiwo. Sehingga ndhak sembarang orang bisa melihat tempat ini," jelas Suwoto.     

Jujur aku benar-benar bingung. Masak ada toh hal seperti itu? Jika ada, maka benar-benar sakti sekali. dan untung saja mereka telah mati. Dan jika benar kalau mereka memalsukan kematiannya pun semuanya jadi ndhak ada masalah. Dia harus segera pulang sekarang untuk mengurusi yang lainnya.     

Entah ini dosa yang sampai kapan harus kutanggung dan bagaimana caranya agar aku bisa menebusnya. Namun doaku hanya satu, Gusti, tetap lindungi keluargaku bagaimanapun caranya. Sebab bagaimana pun, aku ndhak punya siapa pun yang ingin kujaga dan kulihat senyumnya kecuali mereka.     

"Sekarang, bawa aku pulang. Aku ingin pulang untuk menemui Romo dan Biung. Untuk setelah itu aku ingin mengajak kembali istri dan putriku," perintahku pada akhirnya.     

"Siap, Juragan!"     

Dan akhirnya kami pun kembali. Untuk urusan para mayat dan rumah ini semuanya sudah diurus oleh tangan kanan Suwoto. Aku agaknya cukup risih dengan pakaianku yang terciprat darah ini. sebab aku juga ndhak mau kalau sampai orang-orang di Kemuning ketakutan dengan kedatangan kami.     

"Kalian apakah ada bawa pakaian ganti?" tanyaku. Mereka semua tampak menggeleng, sambil melihat pakaian mereka yang penuh dengan darah. Bahkan ada beberapa orang yang tampak dibopong karena ndhak sadarkan diri. Dasar mereka ini.     

"Saya sudah menyiapkan semuanya, Juragan," kata Suwoto. Jujur, aku benar-benar takjub dengan cara kerja Suwoto ini. dia serba tahu dan serba menyiapkan semuanya dengan sangat jeli dan rapi.     

"Kita mandi dulu di sumur, bersihkan tubuh kita. Kemudian, kita berganti baju dan pulang," perintahku kemudian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.