JURAGAN ARJUNA

BAB 404



BAB 404

Kuedarkan pandanganku, dan ternyata benar. Semua orang tampak mengintai dari langit-langit rumah ini. Mata Sujiwo agaknya melebar, ujung bibirnya tampak berkedut. Dia tampak menyeringai memandangku seolah menantang. Seolah-olah, dia ingin menggertakku kalau sekarang dia sudah berhasil mengepungku, dan bisa dipastikan mungkin aku akan mati sekarang.     

"Kenapa kamu diam, Arjuna Hendarmoko? Oh… bukan, bukan, Juragan Arjuna Hendarmoko?" tanya Sujiwo dengan mimik wajah menantangnya.     

Tapi aku membalasnya dengan senyuman, orang seperti Sujiwo jika kita tampak ketakutan, dia malah akan semakin menantang.     

"Aku hanya ingin tertawa…," kataku yang sengaja kutahan, kemudian aku memandang Sujiwo lagi. "Segitu takutnya kamu terhadap keluarga Hendarmoko sampai kamu menyuruh semua abdimu untuk mengepung tempat ini. Ck! Tapi, maaf, Sujiwo. Takdirmu untuk mati di tanganku berserta musnahnya semua anak turunmu sudah ditakdirkan oleh Gusti Pangeran di tanganku. Jadi, berhentilah bertingkah. Menyerah sekarang jauh lebih baik dari pada kamu selalu berusaha menjadi orang yang selalu paling benar. Sebab kenyataan, ndhak akan pernah mengkhianati takdir Gusti Pangeran. Pun dengan kecurangan, dia akan selalu menemukan caranya untuk bisa musnah dengan sangat nyata,"     

Rahang Sujowo tampak mengeras, matanya memandang kepadaku seolah dia ingin memakanku hidup-hidup. Tapi, siapa yang akan peduli, toh. Aku sama sekali ndhak peduli. Jika aku bisa melawan paling endhak lima orang, maka kami mungkin bisa melawan serratus orang, semoga saja abdi dalem yang kuajak ndhak cukup kuwalahan dan ndhak akan ada yang mati.     

Kuedarkan pandanganku pada dua puluh abdi dalem yang kubawa, tatapan mereka, wajah mereka, mengingatkanku kepada memori-memori yang telah kita lalui dulu. Saat mereka bekerja memetik the, atau sedang bercocok taman menanam sayur-mayur serta pohon tembakau. Aku bertanggung jawab atas nyawa mereka, jika aku bertindak gegabah sedikit saja, dan mereka sampai mati, lantas apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku katakana kepada keluarganya? Kepada istri serta anak-anaknya? Gusti, bisakah aku memastikan jika mereka akan baik-baik saja? Bisakah aku melindungi mereka dengan kedua tangan kecilku yang ndhak bisa merengkuh mereka semua.     

Gusti, apa yang harus aku lakukan? Tadi, aku terlalu emosi. Sehingga ndhak memikirkan sampai sejauh ini, yang aku pikirkan hanyalah, aku akan menghabisi Sujiwo, dan aku akan membabat habis keluarganya. Tanpa aku berpikir jika abdiku mungkin juga akan terhabisi saat ini juga.     

"Kita akan selamat, kita pasti bisa melawan mereka, Juragan," suara Suwoto benar-benar seperti embusan angina segar yang menerpa telingaku, aku menoleh memandangnya dengan mimik wajahku yang sedih itu. Suwoto tampak tersenyum, kemudian dia mengangkat kedua jempol tangannya sambil tersenum lebar. "Ada saya, Juragan. Juragan ndhak sendiri. Berhenti berpikir jika semua adalah tanggung jawab Juragan dan mungkin kita ndhak bisa melakukan ini. aku menjaminnya, kita akan bisa pulang dengan selamat dan dengan anggota yang utuh,"     

Aku mengangguk menjawabi Suwoto, terlebih genggaman tangan Bima yang seolah menguatkanku kini memberikan energy baru. Dengan memantabkan hati dan menghela napas berat, aku memandang lurus-lurus Sujiwo. Ndhak berapa lama, orang-orang dari Suwoto pun langsung datang, mereka berada di sisi satu-satu abdi dalemku. Jadi, ini maksud dari Suwoto jika dia memberi janji akan menyelamatkan semuanya dan kita akan pulang dalam jumlah anggota yang utuh? jika benar seperti itu, maka sekarang aku ndhak akan pernah merasa takut lagi.     

"Ndhak usah banyak bacot, kamu, Sujiwo! Sekarang inilah saatnya, kebusukan dibalas dengan kebusukan, nyawa dibalas dengan nyawa, dan darah dibalas dengan darah! Kalian yang memulai dendam ini hingga menjadi rantai yang sangat mengerikan. Jadi, berhentilah dan akhiri kalau kalian ndhak mau dendam ini terus berakat dan tumbuh seiring berjalannya waktu!" sentak Suwoto.     

Dia sudah membawa parang di tangan kirinya, dan tangan kanannya tampak seolah-olah hendak mencengkeram sesuatu. Matanya kini sudah memerah, tampak jelas jika sekarang Suwoto benar-benar sudah sepenuhnya dalam pengaruh ilmunya itu.     

Dia langsung berjalan ke arah dukun yang ada di sisi kanan Sujiwo, dia lantas mengobak-abrik sesesaji dana pa pun itu, lalu dia mencengkeram kerah pakaian dukun itu, sampai sang dukun ndhak menyentuh tanah, kemudian…     

Jrep!!!     

Semua abdi dalem lantas memekik kaget, mereka langsung menundukkan pandangan mereka. Saat dada dukun itu terkoyak dengan sangat nyata, membuat bagian-bagian yang seharusnya ndhak terlihat berjatuhan dengan sangat nyata.     

Bahkan aku bisa mendengar, suara muntahan dari seseorang yang ada di belakang.     

"Kurang… ajar!!!!" marah Sujiwo, dia langsung menghunus parangnya, kemudian dia berlari mendekat ke arah Suwoto. Hendak menyabet Suwoto tapi langsung kutangkis dengan parangku.     

"Kamu bukan lawan abdiku. Kalau kamu ingin lawan, lawan aku saja. Karena musuhmu bukankah adalah aku sedari dulu?" tantangku.     

"Biadab!" teriak Sujiwo. Dia langsung mundur, sambil menarik parangnya, kini dia langsung menyerangku dengan cara membabi-buta. Orang-orang Sujiwo yang sedari tadi bersembunyi itu pun langsung turun, beserta orang-orangnya yang sedari tadi bersembunyi di depan rumah.     

Sebagain dari orang-orangku keluar, karena tentu saja kami membutuhkan tempat yang lebih luas agar kami leluasa untuk saling berduel.     

Para wanita yang ada di sana langsung digiring masuk oleh beberapa abdi dari Sujiwo karena mereka ndhak mau kalau sampai mereka terluka. Entah apa yang terjadi kepada mereka setelah itu, karena aku bisa samar-samar mendengar teriakan dan tangisan dari para wanita itu dengan sangat nyata. Tapi siapa peduli, jika akhirnya akan seperti ini, apa pun akhirnya semuanya harusnya menjadi hukuman dan karma yang setimpal untuk mereka semua.     

"Keluargamu sudah membunuh banyak keluargaku, dan kini kamu ingin melakukannya lagi? Aku ndhak akan pernah melupakan semua ini, Arjuna!" emosi Sujiwo, matanya sudah memerah, dia terus menyerangku dari berbagai sisi, kemudian dia menendang dadaku sampai aku mundur dengan sempurna.     

"Bukankah aku sudah bilang kepadamu, berhenti berlaku curang maka aku akan melepaskanmu. Tapi, apa yang kamu lakukan? Bertindak seolah kamu adalah Tuhan dan menghakimi semua orang. Aku sudah ndhak tahan dengan sikap munafikmu, Sujiwo. Aku pasti akan menghentikan perbuatanmu itu, senang atau endhak kamu harus menerimanya dengan lapang dada!"     

"Jangan besar mulut kamu!"     

Jrep!!     

Aku meringis, saat tangan kanan Sujiwo dengan tiba-tiba menyabet lenganku dengan parangnya. Kemudian dia tertawa terbahak karena merasa telah berhasil melukaiku itu.     

"Juragan Sujiwo, lihat saja, Arjuna Hendarmoko pasti akan mati hari ini!"     

Jrep!!! Prak!!! Krek!!     

Sosok yang baru saja bicara itu langsung limbung dan terkapar begitu saja, kemudian Suwoto tampak berada di depannya. Parangnya meneteskan darah segar yang sangat nyata, membuat Arjuna agaknya menelan ludahnya dengan susah. Terlebih, saat sosok yang sudah berlumuran darah itu menjelang ajalnya, persis seperti seekor ayam yang abis disembelih. Dan itu benar-benar sangat menyakitkan. Untuk kemudian….     

Jrep!!! Jrep!!! Krek!!!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.