JURAGAN ARJUNA

BAB 387



BAB 387

0hampir 2 jam kami menunggu dengan bodoh di pinggir jalan dan ndak ada satu mobil pun yang lewat jalur ini. aku jadi bingung bukankah ini jalur utama dan jalan raya yang dilewati oleh orang-orang seharusnya, kenapa sekarang berubah menjadi sepi sekali. apa gerangan yang terjadi? aku benar-benar bingung. seperti kejadian kemarin malam itu yang ada 3 mobil saja melewati jalan ini untuk seterusnya selain ini ini benar-benar sepi seolah tanpa berpenghuni. apakah ini salah satu ulah dari sudjiwo? apakah ini salah satu trik dari dia atau bahkan kesasar nya kami di hutan larangan itu adalah salah satu dari perencanaan juga?     
0

duh Gusti, kenapa aku harus kepikiran sampai sejauh ini. kenapa Aku sama sekali ndak berpikir sampai di sini semalam. keluarga penjahat dari Jawa timur itu jahatnya sudah kelewatan, mereka sama sekali Ndak bisa untuk dianggap remeh.jadi untuk melakukan sebuah manipulasi seperti itu, kurasa bukanlah hal yang sulit bagi mereka. bisa saja mereka membuat para kaki tangan dari Bima terkecoh. bukan berarti mereka ndak mengenali kalau itu adalah kaki tangan dari Bima. tapi mereka hanya pura-pura saja dan menghadang kami di jalanan itu itu agar kaki tangan dari Bima bergerak maju semua untuk menghalau orang-orang suruhan Sujiwo.     

dan rencana utamanya adalah mereka ingin menangkap ku dan juga Bima. karena mereka sangat yakin adanya kekisruhan yang terjadi semalam, pasti membuat kami berpikir dua kali untuk sekedar menunggu ataupun menerobos orang-orang yang ada di sana. dan jalan itu menjadi alternatif kami, jalan yang sudah disiapkan oleh mereka sebelumnya. jadi sebenarnya mereka sengaja menghentikan kami disini karena adanya jalan itu. agar kami bisa sampai ke hutan larangan, dan membiarkan setan-setan itu yang mengambil ruh kami. dasar sujiwo, pandai benar dia memasang perangkap dengan seperti itu. menjadikan perangkat utama sebagai perangkap peralihan, dan membuat perangkap pancingan sebagai perangkat utama, agar kami ndak mencurigainya.     

"ini sebenarnya mau sampai kapan, rasanya aku sudah lelah menunggu. tapi tidak ada satu mobil pun yang lewat. yang membuat aku heran adalah, kemarin saat kami berangkat bukankah kendaraan cukup padat dengan cara sewajarnya. norma ada kendaraan padat terutama di jalan besar seperti ini. tapi kali ini kenapa benar-benar sangat sepi? tidak mungkin sama sekali kan mereka yang yang ada di pelosok Indonesia bersepakat untuk tidak lewat ke jalur ini dari tadi malam sampai detik ini? aku rasa ini benar-benar sangat aneh,"     

Bima yang agaknya mulai paham tentang apa yang aku khawatirkan pun berpikir sampai sejauh itu. sepertinya kami benar-benar telah terkena jebakan oleh orang ndak jelas itu. Gusti apa yang harus aku lakukan, ini benar-benar sangat membingungkan. kita terdampar di tengah jalan seperti ini, dalam posisi kita bingung untuk melakukan apa-apa. atau jangan-jangan malah sampai detik ini Sujiwo dan antek-anteknya diam-diam masih mengintai kami, Kalau benar itu terjadi itu sangat akan berbahaya sekali bagi kami. ku edarkan pandanganku, melihat ke arah sekeliling.untuk memastikan jika ada orang di sini atau sekitar sini sepi. tapi aku ndak menemukan apapun di sini, Aku hanya bisa berharap jika semuanya akan baik-baik saja. dan kami bisa keluar dari masalah ini. lagi aku melihat ke ujung jalan dan ujung jalan lainnya, untuk sekedar memastikan apa benar jalanan ini benar-benar sepi.atau Aku sedang berharap barangkali ada satu saja kendaraan yang lewat. kenapa untuk situasi seperti ini, Aku mengharapkan paklik Sobirin bisa berada di sini sambil membawa mobil kami. bisa ndak aku berharap sama dia?     

"oh ya juragan Aku juga lupa memberitahukan kepada juragan, kalau aku telah memberi pesan kepada Sobirin, kalau sampai tengah malam aku ndak pulang, aku suruh mereka untuk menyusulku. kurasa barangkali sebentar lagi mereka akan datang ke sini.kita tinggal tunggu saja selama memang jalanan ini sepi tanpa ada orang-orang yang berusaha untuk menghalangi,"     

Bima kembali mengedarkan pandangannya kemudian dia memandang ke arahku dengan wajah serius nya itu.     

"tapi sebelum itu kita harus memastikan, di sekitar sini apakah ada mata-mata dari Sujiwo dan antek-anteknya. karena kalau sampai benar-benar ada mereka sampai nanti juga kita tidak akan pernah bisa pulang. yang menjadi permasalahan saat ini adalah kemungkinan besar orang-orang itu berada di perbatasan perbatasan dari tempat kita.karena mereka ingin menghalangi kita timbul rasa curiga kepada mereka."     

"Kalau begitu bagaimana kalau kita berpencar dulu, aku ke timur Bima ke barat dan kamu suwoto, kamu cobalah naik ke atas bukit untuk sekadar melihat ke sekeliling barangkali mereka tampak orang-orang sujiwo dari atas," perintah ku kepada mereka, mereka lantas mengangguk mengikuti perintahku. mereka pun langsung pergi berpencar untuk sekedar memastikan tentang kecurigaan kami kepada antek-antek Sujiwo. kami ndhak akan pernah merasa gentar, karena aku sendiri cukup percaya jika kami sendirian pasti akan mampu melawan mereka berapa pun jumlahnya.     

setelah sekian lama kami mencoba mencari, ndak ada siapapun yang tampak mengintai tempat ini. kemudian kami memutuskan untuk kembali ke titik di mana kami berkumpul tadi.     

"kita coba menunggu disini ini 10 menit lagi kang Mas, kalau dalam waktu 10 menit tidak ada 1 kendaraan pun yang lewat kita terpaksa untuk berjalan kaki setidaknya sampai kita melewati jalanan yang sepi ini. sambil kita menunggu barangkali paklek Sobirin akan melihat keberadaan kita."     

kami pun akhirnya kembali berjalan dengan kaki yang sudah sangat pegal, dan perut pun sudah mulai lapar. hanya ada ada buah pisang yang baru saja dipetik yang diberikan oleh suwoto tadi saat dia naik ke bukit.     

"aduh perutku keroncongan sekali ini aku benar-benar sangat lapar, mungkin sebentar lagi aku akan mati kelaparan," kalau Bima sepanjang perjalanan.     

aku juga paham, dia itu anak orang kota yang biasanya makan pasti dengan menu-menu makanan yang enak. sementara kami dari sore sampai detik ini belum makan sama sekali.aku ndak bisa membayangkan ketika dia akan terus menerus sepanjang waktu karena kelaparan.     

"katanya anak gunung kok yang mengeluh terus kalau kelaparan, bukankah anak gunung itu lebih tahan lapar dan tahan banting daripada kami-kami ini."     

"meski aku anak gunung tapi perbekalan ku selalu tidak pernah kurang kang Mas, bahkan kadang sampai kembali turun pun masih berlebih-lebih. Ya mau bagaimana lagi Aku selalu memberi cadangan jika mungkin suatu saat aku bisa tersesat dan membutuhkan waktu lebih banyak lagi dalam pendakian ini. jadi jalan satu-satunya adalah membawa perbekalan lebih sebagai jaga-jaga. kalau tidak begitu aku pasti akan mati kelaparan,"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.