JURAGAN ARJUNA

BAB 399



BAB 399

0Setelah kami berjalan cukup jauh, akhirnya kami sampai di gudang penyimpanan bahan makanan kami. Dan di dalam sana, suasana cukup ramai. Lampu-lampu teplok yang dibawa oleh para abdi dalem yang ikut bersama dengan Bima tadi terlihat sangat nyata. Bahkan, seluet dari orang-orang di sana begitu sangat kentara. Dan, satu seluet yang kini tampak sedang bersitegang dengan Bima, satu seluet itu benar-benar tampak sangat familier bagiku. Siapa? Aku juga ndhak tahu, namun rasa penasaran ini benar-benar menggerogoti sampai jantung hatiku. Dan aku benar-benar ndhak akan bisa tidur dengan tenang, jika aku belum sampai melihat siapa gerangan dari sosok itu.     
0

Setelah aku buka pintu gudang itu dengan sedikit kudobrak, semua orang menoleh ke arahku juga ke arah Romo Nathan. Mereka agaknya kaget dengan kehadiran kami berdua, bersama dengan orang-orang kami.     

Dan siapa gerangan yang ada di depan sana? Sosok yang sangat membuatku penasaran, dan sosok yang sampai saat ini ingin kulihat wajahnya. Bagaimana endhak, toh, sosok ini cukup sakti, sampai-sampai menandingi kesaktian dari Suwoto. Jika ada orang seperti itu, berarti orang di balik sosok itu pasti kemampuannya malah lebih tinggi lagi.     

"Kangmas! Kamu tahu, siapa yang ada di balim semua ini? Jika kamu mengetahuinya kamu akan benar-benar terkejut luar biasa!" Bima mengatakan hal itu sambil setengah berteriak, membuatku semakin penasaran, siapa gerangan orang yang dimaksud oleh Bima itu.     

Dan, siapa sangka, orang yang membuatku terkaget-kaget luar biasa. Sosok itu benar-benar berada di luar dugaanku. Ya, sosok itu adalah Mbah… Seno?     

Yang benar saja, aku sama sekali ndhak paham dengan hal ini. Bagaimana bisa, dari semua kemungkinan yang terbantahkan sekarang tiba-tiba dia seolah telah kepalang tanggung, tertangkap basah.     

"Mbah Seno? Apa benar semua ini? Kamu adalah Mbah Seno?" ucapku yang kebih mirip seperti pertanyaan. Bagaimana bisa? Itu terus-terusan terngiang di otakku. Bagaimana bisa? Setelah aku dan Bima mengintipnya selama itu dulu, setelah aku dan Bima meyakinkan diri kalau dia adalah orang yang baik. Bagaimana bisa? Duh Gusti, ini benar-benar seperti mimpi. Seperti mimpi buruk yang benar-benar ndhak bisa untukku hindari. Aku sama sekali ndhak bisa menyangka, orang jahat bisa pura-pura baik dan lain sebagainya? Bahkan jika nanti Mbah Seno akan mengatakan yang sebenarnya pun, aku juga ndhak akan tahu, apakah yang ia katakana itu adalah hal yang sebenarnya ataulah hanya sandiwara semata? Sebab kurasa, dia adalah seorang pelakon yang luar biasa hebat, yang mampu membuat semua orang menjadi percaya dengan drama yang ia buat sekarang.     

Aku tersenyum kecut, tapi Mbah Seno tampak masih diam di tempatnya. Wajahnya pucat, benar-benar pucat, entah karena dia merasa ketakutan karena telah sudah kali kedua ini dia ketangkap basah telah melakukan kesalahan sampai sefatal ini. Dan setelah apa yang telah terjadi, apa yang ingin dia lakukan sekarang? Kembali membela diri? Ataukah dia akan merasa tersakiti kemudian memohon-mohon di kakiku untuk sebuah permintaan maaf. Namun kurasa, aku sudah ndhak memiliki rasa maaf itu. Rasa maafku sudah pergi entah ke mana karena apa yang telah dia lakukan ini.     

"Aku sama sekali ndhak menyangka, bagaimana bisa, ini adalah kali kedua Mbah Seno melakukan kesalahan sefatal ini. Dan setelah ini semua, Mbah Seno akan membela diri seperti apa lagi?"     

Aku hendak mendekat ke arah Mbah Seno, tapi buru-buru Bima menghadangku sampai aku ndhak bisa mendekat lagi. Ada apa? Kenapa Bima melarangku mendekat pada Mbah Seno? Apa yang membuatnya melarangku? Apakah dia takut kalau aku akan menyakiti Mbah Seno atau bagaimana? Aku benar-benar ndhak tahu.     

"Juragan, tolong berpikirlah dengan pikiran yang jernih. Jangan mudah tersulut emosi hanya karena Mbah Seno sekarang tertangkap untuk yang kedua kali. Lihat baik-baik, sepertinya ada yang ndhak beres sama Mbah Seno, Juragan. Hati-hati," kata Paklik Sobirin memperingatkanku.     

"Apa yang dikatakan oleh Paklik Sobirin memang benar adanya, Kangmas," Bima pun mengatakan hal yang sama. Aku sama sekali ndhak paham, dengan apa maksud mereka. Iya aku paham, jika detik ini aku melihat Mbah Seno tampak pucat pasi. Tapi terlepas dari itu semua adalah, aku sama sekali ndhak peduli. Entah dia sedang sakit, atau dia sedang ketakutan, atau pun malah lain sebagainya. Siapa peduli? "Dia seperti jiwa tanpa nyawa, Kangmas. Dia bukan dirinya sendiri,"     

"Maksudmu, dia sedang kesurupan? Ataukah dia terkena guna-guna, pellet, atau semacamnya? Ini benar-benar sangat lucu, dan aku sama sekali ndhak akan pernah percaya jika semua yang dia lakukan semua ini hanyalah karena dia ndhak sadar. Ini benar-benar sudah keterlaluan!" marahku ndhak terima.     

Bima diam, Paklik Sobirin pun diam. Mereka yang ada di sana diam, dan yang lebih bodohnya lagi adalah, Mbah Seno pun diam. Setelah kuperhatikan lebih dalam lagi, aku melihat bayangan hitam yang menempel tepat di belakang Mbah Seno. Entah bayangan hitam apa itu, yang jelas, bayangan hitam itu benar-benar auranya ndhak enak sama sekali. Sebuah aura yang sangat mecengkam dan sangat menakutkan.     

"Bisa dikatakan dia sudah tidak ada, Kangmas. Jiwanya sudah tidak ada di raganya," jelas Bima lagi.     

"Apa maksud dari ucapanmu itu? Apa kamu mau mengatakan jika Mbah Seno telah mati?" kataku yang semakin ndhak percaya dengan semua ini. Apa-apaan ini? Siapa yang akan percaya dengan semua itu? Ndhak ada ceritanya sama sekali, ada orang mati, atau malah mayat yang bisa berjalan sendiri seperti ini? Ayo coba, siapa yang akan percaya? Sesuatu yang benar-benar mustahil dan di luar nalar manusia. Aku rasa, hanya orang bodoh yang ndhak memakai akal pikirannya saja yang akan percaya kalau semua ini adalah nyata.     

"Juragan," suara Mbah Seno, yang agak aneh. Itu bukan seperti suaranya, tapi itu terdengar dari arahnya. Apa benar itu adalah suara Mbah Seno? Jika iya, dan jika benar ada setan dalam tubuh Mbah Seno, rasanya akan sangat lucu. Sebab bagaimana bisa, seorang setan atau mayat mana mungkin bisa punya kegiatan ndhak jelas seperti mencuri bahan-bahan makanan seperti ini. Apakah itu masuk akal?     

"Hey, genderuwo dan dedemit sekalipun yang menempeli tubuh orangtua nhdak tahu diri. Apa kamu pikir, aku akan semudah itu bersimpatik dengan apa yang akan kamu katakana? Maaf, bagaimanapun keadaannya kamu dan semua antek-antekmu akan mati. Jadi, katakana saja kepada mimpinanmu yang bernama Sujiwo itu, mungkin dia sudah mengetahui semua hal yang telah kami rencanakan lewat orangtua ndhak berguna itu. Namun percayalah, semakin cepat kalian tahu maka semakin cepat pula hidup kalian akan berakhir sampai di sini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.