JURAGAN ARJUNA

BAB 402



BAB 402

0Setelah perjalanan cukup jauh, akhirnya kami sampai juga di Jawa Timur. Aku, Bima, dan para abdiku bersembunyi di balik mobil yang dikendarai oleh abdi milik Sujiwo, yang aku yakin orang-orang Sujiwo akan berpikir jika mereka akan pulang dengan bertumpuk-tumpuk bahan makanan. Padahal, aku hanya memberi mereka barang masing-masing tiga karung, agar seendhaknya mereka ndhak curiga dengan kedatangan salah satu kawan mereka.     
0

"Sudah sampai," kata itu terdengar bergetar, aku tahu jika pengemudi dari mobil ini dalam keadaan tertekan dan takut. Tapi, aku ndhak peduli. Setelah mendengar ucapan itu, aku, Bima, Suwoto, dan beberapa abdi lainnya bergegas melompat dari mobil itu, menyelinap masuk ke dalam pagar rumah Sujiwo kemudian mencari tempat persembunyian yang aman. Dan benar saja dugaanku, jika tempat Sujiwo memang jauh dari keramaian. Tempstanya persis di atas bukit dan satu yang aku tahu, ndhak ada tetangga sekalipun yang ada di sini. Sepertinya, Sujiwo cukup cerdas, jika dia memiliki rumah dengan banyak tetangga, pastilah tetangganya akan merasa curiga. Bagaimana bisa, orang sepertinya memiliki banyak uang dengan cara yang mudah, serta pekerjaan apa yang sebenarnya dikerjakan olehh Sujiwo selain menipu sampai bisa sekaya raya sekarang.     

Kutebarkan pandanganku lagi sambil mengendap-endap masuk ke tempat di mana Sujiwo berada. Tempat ini benar-benar sedikit menyeramkan, terlebih ada sebuah candi kecil di sisi rumahnya dan aroma dupanya sangat kentara.     

"Kangmas, katanya kamar dari Sujiwo ada di atas tengah itu, kamar yang masih menyalakan lampunya teploknya," bisik Bima. Ini sudah hampir pagi, suatu keberuntungan yang luar biasa memang jika kami sampai berada di sini dalam waktu yang sangat singkat ini. Dan oleh karena itu, kami ndhak akan pernah menyia-nyiakan waktu kami sedikitpun.     

"Juragan," Suwoto akhirnya bersuara, dia kemudian menahanku, Bima dan yang lainnya untuk menyelinap masuk.     

Ada empat abdi kira-kira yang ditugaskan untuk berjaga dan saat ini mereka sedang tertidur, namun Suwoto agaknya melakukan doa-doa sampai ketika dia berucap dengan ucapan sedikit lantang pun mereka tak terbangun sama sekali. Sunggu luar biasa ilmu-ilmu Suwoto yang seperti ini.     

"Ada apa, Suwoto? Apakah kamu hendakk mengatakan sesuatu?" tanyaku pada akhirnya. Suwoto pun mengangguk.     

"Dukun atau guru dari Juragan Sujiwo kemungkinan besar ada di sini, Juragan. Sebab tadi dia baru saja melakonkan kekuatannya pada tubuh Mbah Seno. Kalau sampai benar apa perkataanku, kemungkinan besar jika mereka tahu kalau Mbah Seno sudah tewas di tangan Juragan. Dan kemungkinan juga mereka tahu barangkali jika Juragan akan ke sini. Jadi, sebelum itu terjadi, saya harus memberikan perlindungan kepada Juragan berdua beserta para abdi yang ada di sini. Agar kalian ndhak akan bisa dimasuki oleh ilmu-ilmu apa pun, dan dalam segala seragan apa pun yang dikirim oleh dukun itu di sini," jelas Suwoto lagi.     

Untuk kemudian dia tampak memegang ubun-ubunku, membacakan mantra-mantra lagi, kemudian setelah itu dia melakukannya kepada Bima, hingga ke semua abdi dalem. Ndhak lupa juga, segenggam beras ketan diberikan kepada kamu untuk kami selipkan di pakaian kami dan agar benda itu ndhak hilang apa pun yang terjadi.     

Setelah mengatakan itu, kami akhirnya berani berjalan dengan tanpa mengendap-endap lagi. Para abdi yang berjalan lebih dulu pun langsung mengetuk pintu dari kayu jati yang ukurannya sangat besar itu, layaknya sebuah gerbang. Dan setelahnya, gerbang itu tampak terbuka. Benar saja, Sujiwo ada di sana dengan Simbah dari Widuri beserta beberapa orang yang aku sama sekali ndhak kenal, lengkap dengan seseorang yang memakai pakaian serba hitam dengan tatapannya yang tajam ke arah kami.     

"Keluarga Hendarmoko?!" pekik Sujiwo, dia agaknya kaget bukan main, ketika aku sampai di sini. Ya, siapa yang akan menyangka jika aku sendiri yang datang, bukan abdi dalem atau siapa pun itu.     

Aku menyeringai, memandang Sujiwo dan juga barangkali mereka keluarganya. Aku sama sekali ndhak habis pikir dengan mereka, rasa tamak, serakah dan dendam yang bahkan dendam yang ndhak jelas telah membuat mereka menjadi salah kaprah seperti ini.     

"Kenapa kamu kaget atas kedatangan kami? Bukankah kamu yang memaksa kami agar sampai di titik ini, Sujiwo," sindirku.     

Wajahnya memerah, ujung bibirnya tampak berkedut, aku bisa melihat dengan jelas jika rahangnya kini mengeras memandangku dengan seringaian bencinya itu.     

"Hendarmoko,"     

"Ada apa? Apa kamu ingin mengatakan jika yang bersalah di sini adalah keluargaku? Ataukah kamu merasa jika kematian dari mulai dari Biung Ayu, ah… Biung. Bahkan panggilan Biung terlalu berharga untuk kusematkan kepada istri pertama Romo Adrian yang bahkan sampai akhir hayatnya ndhak pernah disentuh tapi bisa melahirkan anak itu."     

"Arjuna Hendarmoko!" teriak dari wanita tua yang kini berjalan mendekatiku. "Lancang benar kamu ini! jaga ucapanmu! Apa yang telah kamu perbuat dengan Widuri ndhak ubahnya sekali dengan apa yang dibuat oleh keluargamu kepada Ayu!" murkanya. Aku diam, ndhak menjawabi. Apa dia bilang? Ndhak ubahnya? Jika aku melakukan itu dengan Widuri dengan posisi aku ndhak sadar akan apa yang kulakukan, lantas di bagian mananya sama? Aku benar-benar ndhak habis pikir dengan pola pikir dari wanita tua ini. "Benar memang jika Ayu memiliki anak bukan dari romomu, Adrian Hendarmoko. Tetapi dia memiliki anak dari orang yang dekat dengan Juragan Besar Hendarmoko. Apa kamu tahu kalau Eyang Kakungmu itu memiliki seorang adik yang menderita penyakit mental? Hanya karena melindungi adiknya itu, membiarkan adiknya yang sakit mental itu berkeliyaran di tempat-tempat umum membuat semua orang menganggap jika dia adalah orang yang sehat. Kemudian dia menjebak Ayu, menjeratnya dengan pesonanya sebagai seorang tersohor di negeri ini. Hingga akhirnya apa? Putriku itu hamil anak dari adik eyangmu itu. Dan adiknya meninggal karena penyakit mentalnya kumat! Itu sebabnya Paklikmu Nathan Hendarmoko itu dibenci oleh eyangmu, karena eyangmu takut penyakit mental istri dan adiknya menurun kepada Paklikmu itu. Sehingga paklikmu selalu menjadi yang disalahkan dalam hal apa pun. Dan benar, romomu bisa apa? Romomu hanyalah seorang boneka hidup dari eyangmu, dia akan melakukan apa pun yang disuruh oleh romomu. Sebagai rasa bersalah atas apa yang dilakukannya kepada Ayu, membuat romomu disuruh untuk menikahi Ayu dan menjadikannya istri pertama atas anak yang dia kandung itu. Jadi, bukanlah benar, seharusnya anak Ayu adalah ahli waris yang sah dari keluarga Hendarmoko? Lantas bagaimana caranya kalian bisa menelantarkan anak itu sampai anak itu mati. Hah?!"     

"Jadi, yang sebenarnya simpanan dari Eyang Kakungku bukanlah Ayu? Lantas siapa lagi?" tanyaku yang agaknya bingung. Ya, aku tahu jika Romo Adrian sebelum bertemu dengan Biung dia telah menikah. Tapi, agaknya aku bingung berapa jumlah wanita yang dinikahi Romo itu.     

"Dini adalah abdi dari eyangmu, yang diperkosa sampai hamil, dan disuruh untuk menikah dengan romomu," jawab Simbah Widuri pada akhirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.