JURAGAN ARJUNA

BAB 410



BAB 410

0 Setelah beberapa saat aku dan Suwoto pergi ke Purwokerto. Akhirnya aku sampai ke kediamanku yang ada di sana. Kediamanku benar-benar tampak ramai benar, seperti orang yang sedang ada khajatan. Maklum, semuanya masih ada di sana. Baik itu istriku dan anaku, pun dengan Setya bersama dengan kawan-kawanku.     
0

Suwoto memarkirkan mobilnya di pelataran, Ningrum yang baru saja berjalan keluar mau menyapu langsung menjatuhkan sapunya. Melihatku keluar dari dalam mobil. Aku yakin jika dia sedang kaget, atau bahkan dia berpikir kalau mungkin kedatanganku malah terlihat lebih mengejutkan dari pada kedatangan seorang Presiden sekalipun. Dia langsung menoleh ke belakang, matanya tampak berkaca-kaca sekarang. Aku tersenyum melihat itu, kemudian kurentangkan tanganku lebar-lebar.     

"Biung, Romo pulang, Biung!" teriak Ningrum, dia langsung berlari ke arahku, menubrukku dengan tubuh mungulnya itu, dipeluk erat-erat tubuhku seolah dia ketakutan kalau aku hendak pergi lama lagi.     

Sementara dari dalam rumah tampak keluar sosok yang begitu kurindu selain putriku ini, sosok itu sedang mengandung, perutnya benar-benar sudah sangat besar sekarang. Untuk kemudian, dia tersenyum lebar. Tangis harus tampak sangat nyata, kemudian dia menyincing jariknya dan melangkah ke arahku dengan pelan.     

"Duh Gusti, Arjuna!" Paklik Junet pun ikut teriak, mereka yang ada di rumah itu keluar. Manis langsung memelukku dan juga Ningrum. Tangisannya terpecah saat itu juga, seolah ada beban yang telah terangkat dengan sempurna.     

"Kangmas ini dari mana saja, toh. kenapa Kangmas baru datang ke sini? Apa Kangmas lupa kalau Kangmas di sini ada anak dan istri yang hampir setiap hari menunggu kedatanganmu? Berdiri di ambang pintu setiap senja datang dan berharap kamu akan datang? Tapi nyatanya, kamu ndhak ada kabar sama sekali, kamu menghilang bagai ditelan bumi. Sebenarnya ke mana kamu selama ini , Kangmas. Kemana?" tanya itu terdengar sangat menyakitkan di telingaku. Aku sama sekali ndhak pernah menyangka, jika istriku tercinta akan seterpuruk itu karena kepergianku yang cukup lama. Kukecup keningnya dengan khidmat kemudian aku bingkai wajah mungilnya dengan tangan besarku ini, kuhapus air matanya yang terus saja menetes di pipi.     

"Kangmas ndhak kemana-mana. Kangmas sedang berjuang untuk keluarga kita yang ada di Kemuning. Ulah Sujiwo ternyata ndhak bisa Kangmas dan Bima tangani dalam kurun waktu beberapa hari saja, bahkan butuh waktu beberapa bulan untuk melakukannya. Mereka terlalu banyak memakai intrik serta banyak siasat licik, Manis. Itu sebabnya aku harus hati-hati dalam setiap tindakan, bahkan Suwoto nyaris jadi korban dari kejahatan mereka. dia harus sampai tirakat dulu, semedi dulu untuk bisa memerangi kekuatan hitam dari dukun yang dikirim oleh Sujiwo ke rumah. Percayalah, Ndhuk… masa-masa itu adalah masa-masa tersulit yang aku ndhak ingin kamu melihatnya. Dan sampai akhirnya semuanya usai aku baru berani menjemputmu, aku ingin membawamu kembali ke Kemuning. Untuk masalah sekolah Ningrum semuanya sudah beres toh? dia akan segera kuliah atau bagaimana?" tanyaku yang agaknya bingung.     

Ningrum tampak merengut, kemudian dia memandangku dengan tatapan kesalnya itu. "Romo ini bagaimana toh, bulan depan aku itu baru ujian nasional kok ya disuruh kuliah itu bagaimana? Lupa apa ya kalau terakhir Romo ke sini aku baru menjalani beberapa bulan semester dua kelas tiga. Romo ndhak ke sini itu baru tiga bulan, bukan tiga tahun," terang Ningrum panjang lebar. Dasar putriku ini, paling pandai kalau urusan meledek romonya seperti ini. tahu saja dia kalau romonya baru ndhak ke sini selama tiga bulan.     

"Lho, baru tiga bulan toh? aku pikir sudah sewindu aku ndhak bertemu kalian semua ini. kalau baru tiga bulan, lantas kenapa kalian terlalu berlebihan seperti itu? Seolah aku ndhak pulang selama bertahun-tahun?"     

"Karena kami khawatir dengan Romo!" kata Ningrum lagi. Aku kembali tersenyum.     

"Apa yang dikatakan oleh Ningrum benar, Kangmas. Kami sangat khawatir tentang kamu. Paklik Junet berkali-kali kusuruh untuk datang ke Kemuning sekadar mencari tahu bagaimana keadaanmu tapi dia ndhak mau juga. karena dia bilang, mandatmu untuknya adalah untuk menjaga kami. Itu sebabnya dia akan tetap di sini apa pun yang terjadi,"     

"Lho ya bener, toh. kalau aku pergi bagaimana? Biar bagaimanapun, kalian ini keponakan dan cucuku, lho. Aku ndhak mau ambil risiko. Terlebih saat kamu Arjuna, kembali ke Kemuning. Beberapa hari di depan rumah ada motor-motor dan orang-orang aneh yang tampak mondar mandir ndhak jelas di sini. Untung saja, aku sudah ke salah satu dukun yang ada di sini untuk memberi syarat pada rumah ini, jadi mereka akan dibingungkan dan ndhak bisa melihat rumah ini selama penghuninta ndhak keluar rumah. Hingga akhirnya, mereka seperti lelah, terus mereka memutuskan untuk pergi dan ndhak ada kembali-kembali lagi,"     

"Tumben Paklik Junet pinter, dapat pikiran sampai ke sana dari siapa, Paklik?" godaku, Paklik Junet tampak mendengus kesal. "Tapi terimakasih, ya, Paklik. Karena Paklik sudah berbaik hati untuk menjaga anak juga istriku. Terimakasih sekali karena Paklik sudah ada untuk kami selama ini. sungguh ndhak akan pernah aku lupakan semua jasa-jasa kalian,"     

"Ah kamu, sudahlah ndhak usah diperpanjang masalah yang memang sudah terlanjur panjang. Melihat kalian bisa berkumpul seperti ini saja aku sudah sangat senang. Jujur, aku di sini juga kuatir, kuatir tentang kamu, tentang Mbakyu Larasati dan Kangmas Nathan, juga khawatir dengan Simbok. Apakah Simbok baik-baik saja di sana apa endhak, jujur hal itu benar-benar membuatku resah bukan main. Sebab bagaimanapun, Simbok sudah sangat tua."     

"Paklik ndhak usah cemas, toh. semuanya aman, semuanya dalam keadaan baik-baik saja. Benar memang jika ada pertumpahan darah di Kemuning karena ulah dari Sujiwo namun semua sudah aman terkendali."     

"Lalu Sujiwo dan antek-anteknya? Bagaimana keadaan mereka? apakah dia menyerah?" tanya Paklik Junet yang benar-benar membuatku terpukul, menjadi ingat kenangan mengerikan malam itu yang benar-benar membuatku takut bukan main untuk mengingatnya.     

Kulihat Manis juga tampak sedang menunggu jawaban dariku membuatku harus menampilkan senyum kaku kepadanya.     

"Perkara itu, ada sedikit hal yang ndhak terduga. Jadi aku, Bima, Suwoto dan beberapa abdi lainnya pergi ke Jawa Timur. Karena bahan makanan kita yang disimpan di gudang telah dicuri oleh mereka semuanya. Kami datang ke sana dan terjadi pertumpahan darah, sehingga Sujiwo beserta keluarga serta antek-anteknya meninggal dan mayat serta rumahnya kami bakar untuk menghilangkan jejak.     

Mendengar hal itu Manis tampak kaget, mulutnya pucat pasi dan mendadak dia nyaris pingsan. Aku langsung menangkap tubuh Manis, tapi dia tampak kesakitan dan memegang punggung juga perut besarnya itu.     

"Kangmas, perutku sakit, Kangmas, perutku sakit!" teriak Manis. Hingga akhirnya aku melihat sesuatu merembes dari selangkangan kakinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.