JURAGAN ARJUNA

BAB 293



BAB 293

0"Enak benar kamu ini kalau berucap. Memangnya kamu mau berapa lama dan berapa kali ke sini? Ingat, jika ada banyak tugas negara yang menantimu di Jakarta. Kalau sampai kamu tidak bisa menyelesaikannya, aku benar-benar akan menyincang burungmu sampai habis tidak bersisa," ancanmku.     
0

Dia yang awalnya keras kepala untuk membangun sebuah pabrik dengan inovasi barunya. Bagaimana bisa saat pabrik sedang dalam masa pembangunan seperti ini dia malah ikut-ikuta ke Kemuning. Ndhak ada yang menjaga di sana dan ndhak ada yang mengawasi kecuali kawan-kawan dari Romo.     

"Iya, Juragan, iya... titahmu selalu menjadi tugas wajib untukku kerjakan sepanjang waktu. Tapi, memang untuk dua minggu ke depan ini sedikit longgar. Karena ada beberapa hal yang sudah berjalan dengan rencana, tinggal jalannya saja. Tanpa perlu aku harus mengawasinya. Pokoknya Juragan tenang saja, tidak akan pernah ada satu kesalahan pun yang akan terjadi!" percaya diri Ucup yang membuatku memutar bola mata. "Sepertinya Juragan cukup setres dengan masalah ini, ya?" tebaknya. "Tampak kalau Juragan sering uring-uringan dengan Manis. Masalah pekerjaan, tinggalkan di tempat kerja, Juragan. Bahas dan marahi saja karyawan-karyawan Juragan. Tapi jangan sampai, masalah pekerjaan Juragan bawa sampai pulang. Kasihan Manis, istri Juragan itu sedang mengandung. Jangan Juragan ajak bertengkar terus."     

Aku diam mendengar ucapan dari Ucup, sepertinya aku benar-benar merasa digurui oleh orang yang bahkan belum punya pacar ini. semua masalah sepertinya selalu kuhubung-hubungkan dengan Manis, membuat semuanya semakin bertambah pengap, kesal dan membuat hubunganku dengan Manis menjadi bermasalah seperti ini.     

"Aku hanya merasa akhir-akhir ini semua pikiran bertumpuk padaku, semua pekerjaan berpusat padaku. Untuk kemudian pikiranku menjadi bercabang kemana-mana. Bagaimana dengan masalah proyek, apa semuanya berjalan dengan baik? Apa semuanya berjalan sesuai dengan rencana? Apa semua pekerjanya benar-benar bisa diandalkan? Semua pikiran-pikiran itu selalu berkecamuk di dalam otakku. Sebab bagaimanapun, aku sudah terbiasa dari kecil memegang apa pun sendiri. Memegang pekerjaan sendiri, mengawasi dan sampai hal serinci pun sendiri. Terlebih, melihat Manis sekarang yang tampaknya lebih susah diatur ndhak seperti dulu, semuanya malah membuat aku semakin naik darah. Entahlah, Cup," keluhku pada akhirnya.     

Ucup langsung memijat kedua pundakku, kemudian dia memijat pelipisku. Sebuah hal yang sebenarnya ingin sekali Manis lakukan untukku. Tapi sebuah hal ini benar-benar belum aku rasakan sama sekali. Tapi, aku juga paham jika sejatinya Manis juga sedang lelah dengan semua pekerjaannya, dia capek, terlebih sedang mengandung. Ndhak mungkin sama sekali aku menyuruhnya untuk melakukan ini.     

"Juragan tidak usah terlalu banyak pikiran, ya. Masalah pabrik serahkan kepadaku, dan teman-teman dari Ayah Juragan. Mereka adalah orang-orang paling berpengalaman di bidangnya. Bahkan aku sudah belajar banyak hal. Jadi, semua pemikiran buruk Juragan seharusnya Juragan buang jauh-jauh, karena tidak akan pernah terjadi. Percayalah,"     

"Terimakasih, Cup," kataku pada akhirnya.     

Ucup tampak menganggukan kepalanya, tangannya masih setia memijit pundak dan juga kepalaku.     

"Aku tahu, sebagai seorang suami kamu juga ingin merasakan waktu bersama dengan istrimu, dan ingin merasakan namanya dimanja. Iya, kan? Biar kamu tidak melulu yang memanjakannya? Tapi, mau bagaimana lagi, Juragan. istri yang kamu nikahi itu adalah seorang mahasiswa di jurusan kedokteran, yang bahkan risikonya adalah mengesampingkan keluarga, demi tugas mulia mereka. Juragan juga harus sabar dan sadar dengan apa yang menjadi pilihan Manis sekarang. Bukankah dulu, Juragan juga telah menyetujuinya?"     

"Karena pikirku dulu, apa pun yang menjadi keinginannya aku akan selalu mendukung. Apa pun yang membuatnya bahagia, aku akan ikut bahagia juga."     

"Kalau sudah seperti itu ya tidak usah mengeluh lagi, Juragan. Untuk masalah sifat dia yang mungkin berubah keras dan seolah mendominasi. Mungkin itu karena pengaruh pergaulannya dengan teman-teman. Di kampus istrimu itu seperti ketua kelas, yang mengatur ini itu dan lain sebagainya. Mungkin secara tidak sengaja, kebiasaan di kampus dibawa pulang, sehingga membuat Juragan berpikiran yang macam-macam."     

Aku diam saja tatkala Ucup menceritakan semua hal yang membuatku bahkan ndhak bisa mengatakan apa pun.     

"Kalau masalah perhatian dan pijatan seperti ini, Juragan tidak usah cemas. Abdi Juragan kan banyak, jika kalian berkumpul pasti akan ramai. Sampai membuat Juragan penuh dengan perhatian. Iya, kan? Kalau pijat memijat seperti ini, serahkan kepadaku. Bahkan Manis akan kalah hebat untuk urusan memijat dibandingkan denganku."     

Iya, benar. Pijatan Ucup benar-benar terasa sangat nikmat. Atau mungkin malah, karena aku jarang pijat makanya aku merasa keenakan. Nanti malam aku pasti bisa tidur dengan pulas serta tubuhku langsung ringan.     

"Lebih enak lagi, setelah dipijat minum jamu pegel linu. Dijamin, tubuh benar-benar akan enteng dibuatnya," kubilang.     

"Jamu apaan? Jamu seduh Mbok penjual jamu seperti itu?" tanya Ucup kepadaku. Aku mengangguk saja. "Memangnya di sini ada, Juragan?"     

"Ya banyak. Setiap pagi dan sore hari lewat. Embak-Embak pembawa jamu yang digendong, sambil berjalan geyal-geyol," godaku kepada Ucup. Wajah Ucup sanngat sumringah, kemudian dia semakin kencang memijat tubuhku.     

"Wah, kurasa aku benar-benar akan betah tinggal di sini. Tidak hanya tempatnya yang indah, akan tetapi perempuannya juga. Asal Juragan tahu, aku benar-benar sangat mencintai perempuan-perempuan yang ada di sini. Cantiknya mereka alami, tidak ada polesan berlebihan dari sisi mana pun. Pakaian mereka yang terkesan masih primitif dan sopan benar-benar membuat kesan tersendiri di dalam hati. Aku jadi ingin membuat sebuah film dokumenter untuk tempat ini. Dan aku yakin, tempat ini akan semakin maju kalau semua orang melihat filmku itu."     

"Pekerjaanmu itu lho bereskan dulu, baru kamu boleh mengandai-andai dalam hal yang tidak perlu. Lagi pula, dari pada harus mengurusi sebuah film dokumenter. Itu hanya membuang-buang waktu," kataku mengabaikannya.     

"Lho Juragan tidak tahu, kan, kalau sekarang dunia hiburan Indonesia itu sedang maju-majunya. Jika kita bisa menyajikan sebuah tontonan yang kreatif dan inovatis dengan ciri khas latas belakang kampung Kemuning, aku sama sekali menjadi orang pertama yang yakin kalau Kemuning akan menjadi tujuan wisata oleh wisatawan lokal dan manca negara. Untuk kemudian, menjadi sarana promosi yang tepat tanpa harus mengeluarkan biaya lagi, kan?"     

Mendengar ucapan Ucup aku benar-benar tertarik. Jika benar itu akan terjadi, maka aku ndhak perlu susah-sudah untuk memperkenalkan wisata baru di Kemuning yang sudah jadi ini.     

"Jika kisahmu itu dibumbui dengan sedikit kisah cinta yang menjadi polemik di dalam Kemuning, apakah itu akan menjual?" kutanya.     

Ucup tampak memandangku dengan bingung, seolah ucapanku adalah asing baginya.     

"Kamu tahu, kan, kalau di kampung semua orang melihatnya adalah orangnya lugu-lugu dan murni. Tapi, sebenarnya kamu tidak pernah tahu, hal yang sebenarnya terjadi. Karena apa yang kalian lihat, belum tentu sama dengan kenyataannya yang ada di sini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.