JURAGAN ARJUNA

BAB 262



BAB 262

0"Jadi, kalau boleh aku tahu, Juragan, sebenarnya apa yang terjadi di sini? Kenapa sampai warga satu kampung keracunan sebuah jamur? Ini benar-benar hal yang sangat di luar nalar," tanya Setya, setelah dia duduk di balai tamu. Bersamaku, dan Romo Nathan, juga dengan Paklik Sobirin, Paklik Junet, dan Suwoto. Sementara Manis, dan Biung, memilih untuk istirahat lebih awal. Tentu, setelah Biung aku beritahu kalau hari ini agaknya Manis masih sakit.     
0

"Paklik juga ndhak begiitu paham betul, toh, Set. Tapi, menurut abdi yang ada di sini, beberapa hari terakhir, ada banyak sekali jamur yang tumbuh di beberapa tempat di sini. Bahkan saking banyaknya, di tanah yang lembab tampak memutih dengan sempurna. Biasanya, tatkala musim penghujan datang, dan tumbuh jamur seperti ini, mereka akan mengambil jamur-jamur tersebut, kemudian diolah untuk dijadikan lauk. Maklum, warga sini adalah orang-orang kampung. Dan jamur itu tumbuh juga musiman. Jadi tatkala musimnya datang, hampir semua orang berlomba-lomba mengambil agar ndhak ketinggalan menyicipi rasa nikmat dari jamur itu," suara Romo Nathan terhenti, dia tampak memijat pelipisnya. Sepertinya, dia sedang sangat lelah saat ini. "Tapi anehnya saat ini, tepat beberapa hari mereka memakan jamur-jamur itu, satu per-satu warga kampung langsung tumbang. Mereka mengeluhkan hal yang sama. Yaitu sakit perut yang teramat, muntah-muntah, kepala mereka pusing, demam tinggi, kulit mereka merah-merah. Dan yang lebih parah dari itu semua adalah, ada yang sampai kejang bahkan... meninggal. Sudah ada sepuluh orang yang ada di kampung ini yang meninggal, selain orangtua, balita pun juga."     

Setya tampak mengusap wajahnya dengan kasar berkali-kali, seolah ada hal yang benar-benar sedang ia pikirkan. Sementara Paklik Sobirin, dan Paklik Junet tampak merenung sejenak.     

"Oh ya, Paklik ndhak ikut mencoba jamur itu? Kenapa semua orang yang ada di rumah ini sehat-sehat? Biasanya, tatkala musim jamur seperti ini para abdi juga ndhak ketinggalan berlomba-lomba untuk mencari kemudian dipamerkan kepada Romo dan Biung untuk diolah," tanyaku pada akhirnya.     

"Sebenarnya, Sari, dan Amah sudah mendapatkan nyaris satu ember, Juragan...," jawab Paklik Sobirin pada akhirnya. "Tapi tampaknya sekarang, kemarahan dari Juragan Nathan benar-benar menyelamatkan kita semua."     

"Maksud Paklik?" tanyaku yang ndhak paham dengan ucapannya. Biasalah Paklik Sobirin, kalau menjawab ndhak jelas dan muter-muter pasti hatinya ndhak tenang.     

"Juragan Arjuna bilang untuk membuang jamur-jamur itu, dan ndhak ada satu orang pun yang berani mengolah, apalagi diam-diam memakannya. Sebab kata Juragan Nathan, jamur yang tumbuh saat kemarau itu beracun. Begitu, ceritanya. Saya juga ndhak tahu beliau tahu itu dari mana. Dan kami pun sebenarnya disuruh untuk menyebarkan hal ini ke warga kampung. Tapi...," kata Paklik Sobirin kembali terputus. "Tapi sudah terlambat. Tatkala aku dan Junet ke sana, rupanya mereka bahkan sudah menghabiskan lauk jamur itu dari meja mereka. Dan sebagian lainnya malah lebih parah. Iya, toh, Junet?"     

"Iya, Juna. Sebagian lainnya malah menertawakan kami, karena mereka pikir kami ini sok pintar, kami ini sok menggurui mereka. Lha wong jamur biasa mereka makan ndhak apa-apa kok sampai dilarang untuk memakan," imbuh Paklik Junet.     

Kini, perhatianku kembali kepada Romo. Pantas saja kalau dia benar-benar terpukul sekarang. Jadi, asal mulanya seperti itu, toh.     

"Romo tahu dari mana kalau jamur di musim kemarau beracun?" tanyaku pada akhirnya. Jujur, jika aku juga pernah mendengarnya, tapi ndhak tahu juga dari siapa. Aku lupa.     

"Romo juga lupa dari mana. Tapi sepertinya, dulu sewaktu Romo di Jambi, pernah juga ada hal semacam ini. Di perkebunan sawit, waktu kemarau ada sekali banyak tumbuhan jamur. Abdi Romo sudah mengambil dan dimasak. Tapi, salah satu kawan dari Romo melarang keras jamur itu untuk dimakan. Sebab katanya, entah ada kandungan apa, atau teori orang awam saja yang kebetulan betul. Kalau-kalau kamur di musim kemarau itu ndhak boleh dimakan, beracun, katanya. Ya sudah, semenjak itu Romo hampir takut memakan jamur. Bukan apa-apa, kucing Romo bahkan mati setelah makan jamur itu."     

Semua orang tampak menahan tawa, ndhak apa-apa, hanya saja cerita Romo itu benar-benar sangat lucu. Untung saja yang memakan kucing, bukan manusia. Coba kalau manusia, bisa-bisa manusianya yang mati.     

"Jika di sini ada tempat luas yang memiliki banyak ruang, alangkah baiknya besok pagi-pagi sekali penduduk kampung untuk dianjurkan segera berada di sana. Biar seendhaknya aku bisa memeriksa, dan memberi pertolongan pertama kepada mereka. Ohya, selama ini, selama keracunan, ada ndhak mereka diberi air kelapa hijau? Itu cukup bagus untuk pertolongan pertama, seendhaknya dari pada ndhak melakukan apa-apa, toh?"     

"Kalau masalah itu sudah, Pak Dokter. Tepat setelah kabar kalau kampung kami terserang wabah yang sangat mengerikan. Juragan Nathanlah yang pertama berpikir jika itu bukan wabah. Sebab, penyakit mereka ndhak menular, dan yang ada di rumah ini satu pun ndhak ada yang terjangkit wabah tersebut meski telah berkomunikasi dengan mereka sebelumnya. Jadi, satu-satunya yang dicurigai oleh Juragan Nathan adalah, barangkali ada makanan yang mereka sama-sama makan sehingga menjadikan mereka seperti ini. Dan benar saja, setelah kami kunjungi satu-satu rumah warga kampung, mereka mengaku telah memakan jamur. Jadi, ya seperti itu, Jamur adalah pemicu kejadian ini. Ini bukan wabah, akan tetapi keracunan. Dan Juragan Nathan bergegas untuk menyuruh kami mengambil air kelapa hijau agar bisa diminum oleh mereka. Dan juga sudah dipanggilkan mantri, hanya saja belum ada kemajuan yang berarti."     

"Ini benar-benar perkara yang sangat ruwet...," kataku, berdiri sembari melihat Setya yang memandangku dengan bingung. "Kamu tidak lelah? Aku tadi memaksamu ke sini saat kamu sedang sibuk kerja. Perjalanan kita sangat jauh, dan besok pagi-pagi kamu harus mengurusi semua warga kampung itu sendiri sebelum timmu datang. Itu akan benar-benar menyita waktu istirahatmu, Set. Jadi, istirahatlah. Besok aku akan menghubungi dokter dan pihak rumah sakit terdekat, agar warga kampung yang kondisinya benar-benar gawat kita larikan saja ke rumah sakit."     

"Aku kan ada asisten, Manis yang baik hati dan cantik...," kata Setya sembari menarik turunkan alisnya. Benar-benar laki-laki ini, ingin sekali tutampar wajah berminyaknya itu. "Memangnya rumah sakitnya dekat?" tanyanya, aku menggeleng.     

"Ya jauh, toh. Masa ada di pelosok seperti ini rumah sakit dekat. Ingat, Bung, ini bukan Jakarta," kataku. Setya pun terbahak dibuatnya.     

Dia lantas berpamitan dengan Romo, dan Paklik-Paklik yang ada di sini, kemudian dia berjalan mengikuti langkahku.     

"Besok mobil-mobilmu yang banyak itu, sulap jadi mobil ambulan. Abdimu yang bisa mengemudi suruh antarkan pasien yang sekiranya parah segera dibawa ke rumah sakit. Sebab kalau ini tidak segera ditangani, akan benar-benar sangat bahaya, Arjuna. Tidak hanya sepuluh orang, bahkan semua nyawa bisa saja mati karena keracunan ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.