JURAGAN ARJUNA

BAB 186



BAB 186

0"Semuanya ndhak ada yang hebat, Arjuna. Hanya saja kebetulan Biung terlahir dari bibit yang berbeda dari yang lainnya...,"jelas Biung. "Biung kan anak dari seorang Juragan yang kebetulan dulu salah satu kompeni yang singgah di sini. Dia bukan orang Jawa, dia londo (Belanda). Jadi, tentu saja fisik Biung, dan wajah Biung berbeda dari kawan-kawan Biung pada umumnya. Mungkin, karena itulah wajah Biung ini memiliki ciri khas, dan ciri khas itu belum menjadi hal yang umum di sini. Keturunan Londo, adalah perkara yang sangat asing. Bahkan saking asingnya, penduduk biasa yang cenderung miskin seperti Biung pasti akan dipandang sebelah mata. Sebab jelas, toh, dari mana Biung mendapatkan setengah dari itu, selain dari hal yang ndhak baik. Terlebih Ngargoyoso dulu, dikuasai oleh Juragan-Juragan dari keturunan Tionghoa. Ya, yang keturunan Belanda saat ini hanya Eyang Kakungmu itu. Sebelum dia meninggal, kemudian keluarganya hilang dengan cara yang ndhak jelas. Percayalah, Eyang Kakungmu memiliki dua anak laki-laki yang peringainya sangat buruk sekali. Dan terlepas dari itu, kediamannya, ya ini... kediaman ini dirombak total, dan datanglah seorang Juragan yang arif serta bijaksana. Kamu tahu siapa Juragan itu?"     
0

"Romo Adrian Hendramoko yang terhormat, toh?"     

Biung kembali tersenyum mendengar jawabanku itu, kemudian dia mengangguk kuat-kuat.     

"Tepat sekali. Dia adalah romomu, Romo Adrian Hendarmoko. Dan setelah itu sampai sekarang, kedudukannya melampaui Juragan-Juragan besar lainnya. Bukan hanya dari Ngargoyoso, tapi di beberapa kota besar juga. Romomu itu berasal dari Jawa Timur, toh, Arjuna. Dia ndhak memiliki darah Jawa Tengah sama sekali. Itu sebabnya, dia memiliki dialek Jawa yang khas, bukan seperti dialek-dialek Jawa seperti orang-orang di sini, toh? Dan bodohnya, Biung yang lahir dan besar di sini, malah ikut-ikutan berdialek seperti romomu."     

Rupanya seperti itu, meski sudah dijelaskan sangat rinci di buku ini, tetap saja, ada hal-hal baru yang aku tahu perihal asal-usul orangtuaku.     

"Romomu kan darahnya campuran, romonya Belanda asli, sementara biungnya keturunan Tionghoa, dan Belanda. Pada masa dulu, para penduduk Tionghoa itu dilarang keras untuk menikahi penduduk pribumi. Sebab kabarnya, anak turun mereka akan menderita sakit kulit. Tapi, setelah melihat dua romomu, rupanya hal itu salah kaprah. Buktinya, wajah mereka memiliki ciri khasnya tersendiri, toh?"     

"Jadi, Biung, kalau Romo ndhak memiliki sanak suadara di Ngargoyoso, kenapa dia sampai memutuskan untuk singgah dan menetap di sini, Biung?" tanyaku yang agaknya heran.     

"Kamu pasti ndhak baca?" kata Biung sambil tersenyum jenaka. "Romomu, sebagian besar dari abdi dalem romomu adalah penduduk sini. Terlebih, abdi dalem terpenting romomu. Yaitu, Paklik Marji. Dia adalah belantik sapi, dan kerbau yang cukup mahsyur pada zamannya. Orang-orang sini ndhak ada yang tahu, kalau Paklik Marji rupanya selama ini adalah seorang abdi dalem dari Juragan yang terkenal. Pekerjaannya adalah, mencari tanah-tanah yang bisa digarap untuk perkebunan, dan lain sebagainya. Dan saat itu, sudah beberapa kali juga romomu bertandang ke sini, sebelum dia benar-benar pindah di sini. Mungkin... mungkin, Biung juga ndhak tahu. Mungkin, pihak keluarga Eyang Kakungmu, Bapak dari Biung telah menyerah akan semua usahanya, telah menyerah menjadi seorang Juragan di kampung ini. Itu sebabnya dia mengutus Paklik Marji menjual beberapa hak miliknya kepada romomu. Termasuk rumah, dan pekerbunan. Dan saat itu, mereka pindah di sebuah rumah yang masih mewah pada zamannya, ndhak jauh juga dari kediaman kita. Rumah itu, sudah dijadikan romomu Nathan gudang itu, yang ada di samping."     

"Oalah, jadi itu dulunya dalah rumah, Biung? Jadi sepeninggal Eyang Kakung, keluarga Eyang Kakung dan anak-anaknya pindah ke sana?"     

"Iya, betul. Anak-anak dari Eyang Kakungmu dulu adalah jenis pemuda yang sangat congkak. Selalu mengandalkan kekayaan, dan kuasanya untuk menyakiti orang-orang ndhak mampu. Terlebih kepada Biung,"     

"Jika sulit, ndhak usah cerita, Biung. Garis besarnya sudah kubaca pada buku Biung," kubilang padanya. Biung kembali mengangguk.     

"Iya, benar. Kira-kira seperti itu," kata Biung pada akhirnya. "Arjuna, kamu mau tahu sesuatu, ndhak?" tanyanya lagi, kutarik sebelah alisku, menunggu Biung mengatakan apa yang hendak ia katakan. "Kadang-kadang ada satu waktu Biung merasa jika romomu Adrian masih hidup, Arjuna. Dia masih seperti tatkala saat hidup dulu, di samping Biung, dengan wujud yang utuh. Memandangi Biung, seolah-olah tengah menemani kegiatan Biung. Dan kamu tahu, bahkan tadi... barusan tadi, Biung merasa jika romomu sedang ada di kamar. Dia mengenakan pakaian kebesarannya, duduk si samping romomu Nathan dan mengelus kepala romomu Nathan dengan sayang. Awalnya, Biung pikir ini hanyalah imajinasi Biung semata. Sebab, rasa rindu dan cinta biung kepada romomu membuat Biung selalu mengharapkan kehadirannya. Tapi, setiap hari bayangan itu seperti nyata. Biung ndhak berani untuk sekadar menyapa, untuk sekadar menoleh, pun menyapa. Sebab Biung takut, jika Biung melakukan itu, dan saat Biung tahu kenyataan jika romomu telah tiada, maka Biung akan kembali hancur lagi. Yang Biung lakukan hanya pura-pura ndhak melihat, sampai sosok itu hilang dengan sendirinya. Aneh, toh... Biung memang aneh,"     

Aku termenung memikirkan ucapan Biung. Sebab apa yang diceritakan oleh Biung tadi, aku juga melihatnya secara jelas. Itu bukan sekadar dari imajinasi Biung, akan tetapi memang itu sosok Romo Adrian. Tapi, aku pun ndhak mungkin mengatakan kepada Biung perkara yang sebenarnya. Aku ndhak mau Biung histeris, dan aku ndhak mau Biung akan terpukul karena perkara ini.     

"Biung, mungkin di syurga sana Romo Adrian rindu. Itu sebabnya sebagian dari dirinya berkunjung ke sini. Untuk sekadar melihat perempuan yang teramat dia cintai apakah sehat-sehat saja, dan bahagia. Kemudian, untuk melihat adik yang dia cintai apakah sehat, dan bahagia juga. Ketahuilah, Biung, ndhak ada hal hebat dari apa pun yang dapat menembus langit dari pada kekuatan doa. Doa kepada Gusti Pengeran untuk segala rindu yang telah Biung emban. Aku yakin, doa-doa itu akan tersampaikan, dan didengar oleh Romo Adrian yang sudah sangat tenang di syurga sana. Dan percayalah, jauh dari apa pun, yang diinginkan oleh Romo ndhal lain adalah kebahagiaan Biung, ya... kebahagiaan Biung di atas segalanya."     

Biung langsung memelukku, kemudian dia terisak dengan sangat kentara. Kubalas pelukan Biung, kemudian kuelus punggungnya yang bergetar. Sungguh, akan sangat mulia, bisa mencintai sampai seperti ini. sampai-sampai membuat siapa saja yang tahu, akan merasa merinding dibuatnya.     

"Arjuna, sesungguhnya, Biung sudah bahagia. Biung teramat bahagia. Karena telah memiliki laki-laki yang begitu besar cintanya kepada Biung, telah memiliki putra yang begitu hebat, dan berbakti kepada orangtuanya, serta memiliki seorang putri yang cantik jelita. Namun begitu, Arjuna... hati Biung juga lara, hati Biung juga terluka. Tatkala tahu, jika putri Biung ternyata, mengalami kisah yang tragis seperti Biung. Kenapa hal pedih ini harus terjadi kepada putri Biung, kenapa karma itu seolah ndhak henti-hentinya membayangi hidup Biung. Biung benar-benar sangat takut, Arjuna. Biung takut."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.