JURAGAN ARJUNA

BAB 188



BAB 188

0"Ah, sudah kuduga!" kata Ucup dengan wajah sumringahnya, di balik kemudi. Gusti, Gusti... kok ya apes benar, toh, aku ini. Selalu mendapatkan abdi yang karakternya unik-unik semua. Sepertinya, aku harus ke musium muri, untuk mendaftarkan mereka semua menjadi salah satu benda bersejarah yang patut diabadikan di sana. "Aku sudah menduga, kalau Juragan Arjuna akan menyetujui proposalku! Yes! Dan aku semakin semangat untuk melakukan ini semua! Aku sudah tidak sabar untuk menjalankan proyek ini!" serunya lagi.     
0

Suwoto melirik ke arahku, sambil menghela napas panjang. Dan kubalas dengan angkatan bahu kepadanya.     

"Juragan, aku janji, Juragan. Aku akan membantu Juragan mengawasi proyek ini dari nol sampai sukses."     

"Ucup, boleh aku bertanya kepadamu?" tanyaku padanya, Ucup tampak menarik sebelah alisnya, mungkin dia bingung. Dengan apa yang hendak aku katakan.     

"Kamu itu suka dengan bisnis, tapi kamu kuliah di jurusan kedokteran. Lantas setelah lulus, kamu ini ingin jadi seorang dokter ahli, atau bekerja di pabrik ini? Jelas, ini benar-benar melenceng dari jurusan kuliahmu, lho, Ucup," kataku mengingatkan.     

Mendengarku mengatakan itu, Ucup malah tersenyum lebar. Giginya yang sebesar batu bata itu tampak dengan sangat nyata.     

"Tenang, Juragan, tenang. Semester depan aku berniat untuk pindah jurusan!"     

"Apa!" kataku, dan Suwoto hampir bersamaan.     

"Kamu tidak waras, toh?" tanya Suwoto sambil menggelengkan kepalanya.     

"Apa kamu ini gila?" kini giliranku yang bersuara. Kurasa Ucup ini memiliki semacam kepribadian ganda. Bagaimana endhak, toh. Sudah jelas-jelas, kalau ayahnya itu adalah orang kepercayaan Romo. Yang kebetulan dia adalah anak satu-satunya. Tapi, dia malah memilih untuk kuliah mengambil jurusan kedokteran. Oke, setelahnya aku bisa paham jika mungkin ini cita-citanya. Namun, kenapa setelah tinggal sebentar lagi dia lulus, malah dia hendak pindah jurusan? Apa dia pikir, kuliah jurusan kedokteran itu bayarnya pakai daun? "Kamu ini benar-benar ndhak waras, Cup! Kupikir, kuliah jurusan kedokteran itu mimpimu. Tapi nyatanya apa? Kamu tinggal selangkah lagi lulus, malah tiba-tiba hendak ganti jurusan. Hanya karena proyek yang kamu ajukan aku setujui. Kamu pikir, kuliah itu bayarnya pakai daun? Atau pakai air laut, iya?"     

"Tapi—"     

"Tidak... tidak, luluskan dulu kuliahmu, baru setelah itu kamu mau ambil jurusan lain lagi lakukan. Setidaknya kamu punya ijazah, jadi jika suatu saat nanti kamu merasa keliru terjun di proyek ini dan ingin kembali menjadi seorang dokter kamu tidak akan menyesal dengan keputusan yang telah kamu ambil."     

Ucup ndhak mengatakan apa-apa lagi, selain melihatku di balik kaca mobil itu. Hanya menanggapinya malas-malasan, kemudian dia kembali tersenyum lebar.     

"Jika di dunia ini semua orang mengatakan kalau semua atasan itu jahat, tidak tahu diri, egois, dan hanya mementingkan segala aspek pada dirinya sendiri. Sepertinya, semua orang itu telah salah. Sebab, aku telah menemukan satu, seorang Juragan yang bahkan memikirkan abdinya sampai sejauh itu. Malah ingin jika masa depan abdinya menjadi cemerlang. Juragan, jujur, andai aku seorang perempuan pasti aku telah jatuh cinta kepadamu."     

"Berhenti mengatakan itu!"     

"Kenapa? Hatiku benar-benar telah tersentuh oleh perlakuan istimewamu kepadaku. Jadi, apa aku salah jika aku mencintaimu?"     

"Aku tidak mau! Aku jiji dicintai oleh manusia buruk rupa sepertimu!" ketusku. Amit-amit benar kalau aku sampai dicintai oleh pemuda mengerikan seperti Ucup. Bisa-bisa, aku kena sawan, dan mati mendadak karenanya.     

"Kenapa? Banyak perempuan yang bilang aku ganteng! Ayolah, Juragan, aku mencintaimu!"     

"Berhenti berucap seperti itu, Ucup! Kalau tidak aku akan pastikan hidupmu dalam tanganku akan menjadi tidak semudah yang kamu pikirkan," ancamku pada akhirnya.     

"Aku men—"     

"Aku tidak akan membayar sepeserpun kepadamu dalam pengerjaan proyek ini dari awal sampai akhir," putusku. Ucup langsung diam tanpa aba-aba sama sekali.     

"Dasar, Juragan tidak punya hati!" gerutunya kemudian.     

Aku ndhak menjawab, selain diam. Tapi, aku cukup terhibur dengan percakapanku dengan Ucup saat ini. Ucup benar-benar seperti Paklik Sobirin versi orang metropolitan, benar-benar sangat menghibur sekali.     

"Suwoto...," kataku yang nyaris kelupaan. "Setelah ini tolong utus orang-orangmu untuk mencari keberadaan Bima. Jika dapat aku akan memberimu, dan orang-orangmu upah yang lebih dari pantas. Aku harus menemukan keberadaan adik perempuanku, sebab aku ndhak mau, melihat orangtuaku terus seperti ini. Aku mau keluargaku utuh kembali, Suwoto."     

"Siap, Juragan! Malam ini juga saya akan melakukan apa yang Juragan perintahkan. Jika kita bekerja sama, saya yakin semuanya ndhak akan mustahil. Terlebih, ini juga adalah salah satu dari pekerjaan saya. Saya janji, saya akan memberi Juragan jawaban yang memuaskan sebelum besok siang."     

Lagi, aku kembali tersenyum. Benar-benar Suwoto ini, cara kerjanya benar-benar sangat luar biasa. Aku ndhak pernah menyangka jika aku bisa memiliki seorang abdi dalem sehebat dia. Coba saja kalau dua Paklik yang ada di Kemuning yang kusuruh untuk turun tangan, bisa-bisa satu abad mereka baru menemukan keberadaan adik perempuanku. Ah, dasar mereka.     

"Juragan... Juragan Arjuna!" panggil Ucup dengan nada tinggi.     

Aku langsung menoleh ke arahnya, kemudian memandangnya dengan seksama. Dia bilang apa? Kenapa aku ndhak tahu sama sekali kalau sedari tadi dia memanggilku.     

"Juragan, masak kok cuma Paman Suwoto saja yang diberikan bonus. Kenapa aku tidak? Toh aku yang memiliki ide cemerlang sampai Juragan setuju untuk membuat proyek yang sangat spektakuler. Ini benar-benar bisnis yang sangat menguntungkan Juragan. jadi seharusnya, aku mendapatkan suatu penghargaan yang luar biasa dong!" katanya. Sepertinya, dia sedang cemburu ke[ada Suwoto karena ucapanku itu. Seketika sebuah ide jahil muncul di benakku.     

"Oh, iya... iya, aku pasti akan menjadikanmu seseorang yang sangat spesial. Kamu mau aku jadikan kamu yang spesial, kan?" kataku. Ucup dengan semangat mengangguk kuat-kuat. "Ya sudah, karena aku begitu menghargaimu sebagai seorang abdi yang sangat setia. Bagaimana kalau kamu kutitipkan di musium? Biar semua orang terperangah, takjub, dan selaku memotretmu di mana pun kamu berada."     

"Juragan! Aku bukan barang antik, ya!" marahnya ndhak terima.     

"Lho, kamu sendiri yang bilang kalau kamu ingin menjadi yang istimewa. Dengan kamu menjadi salah satu yang ada di musium, bukankah kamu lebih dari istimewa?"     

"Tapi aku bukan barang!"     

"Ya sudah, manusia antik!"     

"Tapi aku bukan manusia antik, Juragan!" marahnya semakin ndhak terima.     

Dan di saat yang bersamaan, Suwoto langsung terbahak. Membuatku, dan Ucup yang sedari tadi berdebat langsung melompat kaget. Ucup, bahkan nyaris menabrak trotar jalan, saking kagetnya dengan tawa Suwoto yang benar-benar menggelegar. Ada apa dengan Suwoto? Kenapa dia bisa tertawa sampai seperti itu?     

"Duh Gusti, gusiku rasanya kering, kalau mengingat Ucup ini adalah salah satu dari barang antik," katanya. Dan dia pun kembali tertawa terbahak-bahak lagi, membuat Ucup mendengus sebal karenanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.