JURAGAN ARJUNA

BAB 191



BAB 191

0Maaf, tapi aku bukan laki-laki seperti itu. Dan aku sangat tidak minat dengan perempuan murahan sepertimu."     
0

Setelah mendengarkan itu, dia hanya tersenyum. Aku yang hendak menutup kaca mobilku pun langsung ditahan olehnya. Tatapan yang sedari tadi agaknya main-main, kini agaknya menajam. Aku tahu, dia sangat tersinggung dengan ucapanku. Sebab jujur, ndhak akan ada perempuan di dunia ini, yang bahkan perempuan murahan pun akan terima mendengar perkataanku itu.     

"Hey, kamu... siapa namamu? Dari mana kamu?" katanya, kemudian dia tersenyum licik. "Sekarang aku mungkin tidak tahu siapa namanu, tidak tahu dari mana kamu berasal, dan bahkan kamu sangat membenciku. Namun percayalah, cepat atau lambat aku akan mengetahui semuanya. Karena apa? Karena aku adalah Widuri, yang akan mendapatkan apa pun yang akan aku inginkan. Jika mungkin tidak mampu mendapatkanmu selamanya, setidaknya aku bisa merasakanmu meski hanya semalam saja," percaya dirinya.     

Aku hanya tersenyum, mendengar celotehannya yang percaya diri itu. Kemudian, kulajukan mobilku dengan cepat, sampai dia mundur karena mungkin takut jika dirinya barangkali akan terluka. Kulihat sosok perempuan yang entah dari mana usulnya itu, dia masih berdiri sembari menatap ke arahku dengan lekat-lekat. Dia memakai celana pendek, serta kaus yang potongan lehernya benar-benar sangat rendah. Entah, bagian mananya yang katanya digilai orang-orang. Atau mungkin, selera pemuda di sini seperti itu adanya. Jujur, wajahnya memang cantik. Tapi bagiku, perempuan yang paling pantas dijadikan rebutan adalah, perempuan yang memiliki kemaluan dan mampu menjaga dirinya dari orang-orang. Ya, itulah dari sudut pandangku. Dan aku ndhak akan pernah mengubah sudut pandangku itu sampai kapan pun itu.     

Setelah sampai di rumah, aku langsung ambruk di kursi depan rumah. Kepalaku entah kenapa jadi sering sakit belakangan ini. Benar-benar seperti sakit aneh yang baru saja aku rasakan.     

"Juragan... Juragan," kata Suwoto, yang rupanya dia sudah menungguku sedari tadi di sini.     

Kugelengkan kepalaku, tapi entah kenapa sakitnya semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Kepalaku rasanya begitu berat, bahkan untuk sekadar memandang fokus ke arah Suwoto pun aku ndhak bisa.     

"Juragan!"     

*****     

Rasanya ringan, dan gelap. Itu yang kurasakan sekarang, sebelum secercah cahaya datang dari ujung pandangan. Di sana ada sosok, laki-laki yang sedang mengikat tangannya di belakang punggung tampak memunggungiku. Aku melangkah mendekat, kemudian sosok itu berucap, "jaga ucapanmu kalau kamu ingin selamat, Le. Sejatinya, hidup itu harus bedampingan dengan orang-orang. Ndhak peduli orang yang kamu ndhak suka sekalipun. Jangan pernah merasa jika dirimu paling tinggi, dan paling suci. Sebab hal itu, suatu saat nanti yang akan membuatmu terjatuh dalam jebakan yang mungkin kamu ndhak bisa untuk hindari."     

"R... Romo... Romo Adrian?!"     

Setelah mengatakan itu, sosok Romo Adrian memiringkan wajahnya, menepuk bahuku kemudian melangkah menghilang. Untuk setelahnya, aku kembali merasakan tubuhku perlahan mulai terasa sakit semua. Dan kemudian bibirku terasa lembab dan basah.     

Aku mengerutkan kening, kemudian membuka mata. Aku langsung terbelalak tatkala perempuan yang kulihat di Universitas tadi sudah ada di sini. Wajahnya tepat di atasku, dan bibirnya telah melumat bibirku. Matanya menyipit melihatku tersadar. Aku hendak mendorongnya menjauh tapi tubuhku terasa lumpuh, dengan senyumannya dia semakin mencumbu bibirku dengan menggila.     

"Sudah kuberitahu kepadamu tadi, kan, aku akan mendapatkan apa yang kumau, Arjuna Hendarmoko," bisiknya. Kembali membelai wajahku, kemudian mendekatkan bibirnya kepadaku. Lagi, dia mencumbu bibirku, tapi tubuhku benar-benar kaku.     

Endhak... endhak ini ndhak boleh terjadi. Aku telah memiliki istri, dan aku ndhak mau mengkhianati istriku apa pun itu yang terjadi.     

Suwoto, di mana kamu? Aku benar-benar butuh bantuanmu, Suwoto. Kenapa bisa ada perempuan ini di sini!     

"Juragan!"     

"Kangmas!"     

Aku kaget bukan main, saat secara bersamaan Manis, dan Suwoto masuk dengan setengah mendobrak kamar yang kutempati. Aku melihat Manis tampak terkejut bukan main. Matanya terbelalak lebar, mulutnya menganga. Air matanya langsung mengalir tatkala ia melihat perempuan itu sedang menciumku dengan sangat rakus.     

Manis... jangan salah paham. Ini sama sekali ndhak seperti yang kamu pikirkan. Sama sekali ndhak seperti itu!     

Gusti, aku ini kenapa? Kenapa aku seperti ndhak punya tenaga? Bahkan untuk berkata pun aku ndhak bisa? Aku ini kenapa, Gusti!     

"Juragan! Maaf, Bu Dokter. Apa yang kamu lakukan kepada Juraganku!" marah Suwoto.     

Perempuan itu langsung menjauhkan wajahnya, kemudian dia memandang ke arah Suwoto, dan Manis bergantian.     

"Kenapa? Apa yang salah? Arjuna menginginkannya, dan aku memberikannya yang dia mau. Kurasa itu adalah hal yang wajar sebagai seorang laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa."     

"Tapi, tapi Juragan Arjuna sudah memiliki istri!" bentak Suwoto lagi.     

Sungguh, aku ndhak tahu apa yang perempuan laknat itu lakukan kepada tubuhku. Tubuhku benar-benar lemas, mulutku benar-benar ndhak bisa untuk mengatakan apa pun itu.     

"Oh, istri... dia?" ucap perempuan itu lagi, kali ini dia tertawa terbahak seolah hendak mengejek Manis. Manis yang saat itu masih kaget dengan apa yang dia lihat, benar-benar hanya bisa diam. Dia ndhak mengatakan apa pun sama sekali. "Perempuan yang sampai saat ini tidak bisa memberikan keturunan kepada Arjuna? Berharap apa sama dia? Bahkan aku tidak hanya bisa memuaskannya, tapi juga bisa memberikan banyak anak untuknya."     

"Aku ndhak percaya kalau Juragan Arjuna mau sama kamu! Apa yang telah kamu berikan kepadanya? Aji-aji apa? Katakan!" marah Suwoto lagi. Bahkan aku ndhak pernah menyangka, jika Suwoto bisa secerewet itu.     

Perempuan itu hanya tersenyum, tapi dia ndhak mengatakan apa pun selain melipat kedua tangannya di dada.     

"Juragan...," kata Suwoto tampak mendekat. "Tubuh Juragan sudah diisi sama dia," lanjutnya.     

Kukerutkan keningku. Diisi? Diisi apa maksudnya? Aku sama sekali ndhak paham dengan maksud dari Suwoto. Terlebih, aku juga ndhak tahu saat ini aku di mana. Bukankah terakhir kali sebelum aku kehilangan kesadaran aku bersama dengan Suwoto di depan rumah? Lantas kenapa tiba-tiba aku ada di sini? Ruangan yang aku pikir mirip dengan ruangan sebuah rumah sakit.     

Belum sempat Suwoto menjawab pertanyaanku, Manis langsung keluar dari ruangan ini. Sambil menangis dia pun berlari. Aku kembali menangis, melihat Manis seperti itu. Ndhak pernah terbesit dalam pikiranku jika hari ini akan terjadi.     

"Juragan, Ndoro—"     

Kejar, Suwoto. Kerjar! Batinku.     

Seendhaknya ada Suwoto, yang bisa tahu apa yang hatiku katakan. Seendhaknya ada dia untuk saat ini yang bisa kupercayakan Manis kepadanya.     

Suwoto agaknya bingung, karena dia ndhak mungkin meninggalkanku di sini. Akan tetapi, kalau dia ndhak segera pergi, Manis keburu pergi semakin jauh.     

Kejar Manis, Suwoto!     

Tanpa pikir panjang Suwoto pun pergi, membuat perempuan yang sedari tadi ada di sampingku itu tersenyum puas. Dia memakai jas putih, seolah menjukkan kalau dia ini adalah seorang dokter. Apakah benar ini di rumah sakit? Dan dia pura-pura menjadi seorang dokter untuk balas dendam terhadapku?     

"Baik, Arjuna. Bagaimana kalau kita lanjutkan kegiatan kita? Dengan kita tidur bersama, aku yakin. Mau tidak mau kamu akan menjadikanmu sebagai istri ke dua, kan? Menjadi salah satu Ndoro di tempatmu, dan setelah itu, aku akan memiliki dirimu secara utuh."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.