JURAGAN ARJUNA

BAB 193



BAB 193

0"Bahkan kami hendak kelon (bercinta) untuk ketiga kalinya kalau saja orang-orang sialanmu itu ndhak merusak kesenangan kami."     
0

Diam, hanya itu yang perempuan menyebalkan itu lakukan. Kemudian dia menangis dalam diam. Kuputar bola mataku, kemudian aku melangkah keluar kamar karena hendak mandi. Dengan perasaan yang sangat aneh, hatiku terus saja meronta untuk bisa bertemu dengan Widuri secepatnya. Aku, benar-benar sudah rindu dengan Widuri.     

Aku langsung keluar dari kamar mandi, menyelidiki Suwoto, dan orang-orangnya sekarang ini ada di mana. Tatkala aku tahu kalau Suwoto ndhak ada, aku langsung cepat-cepat berjalan keluar rumah lewat belakang.     

Aku segera berlari sekuat mungkin, dan sejauh mungkin agar Suwoto dan antek-anteknya itu ndhak mengikutiku. Kemudian, langkahku memelan tatkala melihat sosok yang ada di ujung jalan. Dia berdiri, sambil menatapku, dan dengan senyumnya itu.     

"Widuri...."     

Senyumku merekah melihatnya ada di sini, kemudian kupeluk dia dengan sangat erat. Aku sangat rindu dengannya, bahkan aromanya pun membuatku sangat candu. Entah kenapa aku bisa merasakan hal seperti ini kepadanya. Ya, kepada Widuri perempuan yang paling kukasihi.     

"Kenapa bisa kamu ada di sini?" tanyaku, Widuri masih tersenyum dengan sangat jenaka.     

"Ya, tentu saja aku ada di sini, Arjuna. Aku sangat yakin, kalau kamu akan mencariku. Jadi, ayo kita pergi, pergi ke rumahku, dan kita akan memulai hidup kita berdua selamanya, tanpa ada yang menganggu."     

Aku mengangguk menerima ajakannya, bersama selamanya dengan perempuan kucinta, tentu itu adalah hal yang kudamba-damba.     

Mobil yang dikendarai Widuri berhenti di sebuah kompleks, aku ndhak tahu di mana itu. Karena sangat jauh dari tempatku berada.Widuri lantas melihat ke arahku, kemudian dia tersenyum simpul.     

"Ini rumahku, Sayang. Ayo masuk," ajaknya, setelah mobilnya terparkir dengan sempurna di depan sebuah bangunan bertingkat.     

Widuri menggamit lenganku, dan aku pun diajaknya masuk. Sebuah rumah dengan gaya yang benar-benar modern. Dan yang memilikinya adalah Widuri.     

Tunggu....     

"Di mana orangtuamu? Apakah ini hal yang baik aku menginap di rumahmu? Kita belum menikah," tanyaku kepadanya.     

Tapi, Widuri seolah ndhak peduli, kemudian dia menuntunku di sofa, dan mencium bibirku sekilas.     

"Orangtuaku sudah lama tidak ada. Dan aku tinggal sendiri. Ini adalah rumah kita berdua, Sayang. Jadi, kita bisa melakukan apa saja tanpa ada yang menganggu," jelasnya.     

Apa yang aku dengar tentunya merupakan kesenangan tersendiri untukku. Bisa berdua saja dengan Widur dan menghabiskan waktu panjang kami bersama, tentu itu adalah hal yang paling kudamba.     

Kukerutkan alisku saat Widuri menarik tanganku, untuk kemudian aku dituntun ke dalam sebuah ruangan. Aku kembali bingung, tatkala tahu di ruangan itu ada seperti kolam yang bentuknya bundar, dan di dalam air penuh dengan bunga, wangi-wangian, serta dupa.     

"Ini—"     

"Ini adalah aromaterapi, Arjuna. Kita habiskan malam ini dengan mandi bersama, bukankah itu seru?" ajaknya.     

Kupandang arah atas yang ndhak beratap itu, rembulan sedang purnama. Dan aku tahu jika hari ini adalah hari lahirku.     

Lagi, kupandang Widuri dengan perasan campur aduk. Tapi lagi-lagi, perasaan ganjilku itu lenyap tatkala Widuri menarikku, dan melepaskan setiap helai pakaian yang aku kenakan. Kini, kami sudah sama-sama ndhak memakai seutas kain pun, Widuri langsung menggiringku untuk masuk ke dalam kolam itu. Aneh, dan semakin aneh. Semua rasa ragu yang tadi muncul langsung menghilang, di mataku, di hatiku seolah penuh dengan nama Widuri. Dan aku benar-benar ndhak bisa hidup tanpa Widuri. Aku terlalu jatuh hati kepadanya sampai mati.     

"Jadi, kapan kita bisa bermain-main?" godaku. Widuri tampak mengherlingkan matanya, kemudian jemarinya terus bermain di dada bidangku.     

"Kapan pun kamu mau, Sayang."     

*****     

"Jadi, di mana dia?"     

"Dia ada di kamar, Nek. Kami menghabiskan ritual itu semalam suntuk."     

"Dia sudah tidur denganmu, itu adalah kuncinya. Dan kita telah memilikinya seutuhnya."     

Aku keluar dari kamar, melihat sosok perempuan tua sedang berbincang dengan Widuri. Dia, siapa? Kenapa dia tampak ndhak asing sama sekali di mataku.     

"Oh, Arjuna? Kamu... kamu...," kata Widuri tergagap, sepertinya dia kaget dengan keberadaanku yang yang sudah berada di luar kamar. Widuri, dan sosok perempuan itu saling tukar pandang, kemudian keduanya tampak tersenyum kaku. "Sini...," katanya lagi, setelah dia menuntunku untuk duduk di sampingnya. "Ini adalah nenekku. Dia baru saja datang dari Jawa Timur," katanya.     

Aku kemudian tersenyum, meski dialeg dari perempuan tua itu ndhak ada medok-medoknya aku pun akhirnya mencium punggung tangannya.     

"Oh, maaf... aku... aku,"     

"Iya, aku tahu. Kamu Arjuna Hendarmoko, kekasih dari cucuku, kan?" potong Simbah itu.     

Aku kemudian menggaruk tengkukku dengan sungkan. Kenapa Simbah ini ndhak marah sama sekali? Padahal seharusnya dia sangat marah sekarang, melihat seorang laki-laki bersama dengan cucunya, dan menghabiskan malam-malam bersama tanpa sebuah ikatan apa pun.     

"Kamu...," kata Simbah itu lagi, memandangku dari atas sampai bawah. "Kamu benar-benar persis seperti romomu. Tubuhmu, wajahmu, benar-benar nyaris serupa."     

"Iya, kata orang-orang aku memang mirip dengan Romo Nathan."     

"Oh, tentu bukan. Bukan Romo Nathanmu. Tapi, Romo Adrian,"     

Aku langsung kaget tatkala Simbah itu menyebut nama Romo Adrian. Kenapa dia bisa tahu? Tahu dari mana dia perihal Romo Adrian? Bahkan, orang-orang yang baru mengenalku pun hanya beberapa yang tahu kalau aku bukan anak kandung dari Romo Nathan.     

"Tidak usah kaget seperti itu," katanya. Tersenyum simpul sambil mengelus tanganku. "Aku ini dulu pernah menjadi teman baik dari Eyang Putrimu. Saat Romo Adrianmu masih menikah dengan istri pertamanya. Dan sampai ada berita kalau dia memiliki keturunan laki-laki satu-satunya, yang lahir dari rahim istri terakhirnya. Benar-benar tidak kusangka, keturunannya benar-benar luar biasa. Gagah, dan sangat tampan. Apa kamu tahu, jika anak laki-laki dari Adrian memiliki kekuasaan yang tidak terhingga? Bahkan, harta warisnya lebih dari separuh yang dimiliki oleh Romo Nathanmu."     

Aku kembali diam mendengar ucapan itu. Kenapa dia sampai tahu sedetil itu. Padahal untuk bagian hak waris, aku benar-benar ndhak mengetahuinya.     

"Jadi, sebenarnya aku sudah tahu kamu, Arjuna. Nenek yang sering menceritakannya kepadaku. Nenek punya keinginan untuk menjodohkan kita. Tapi sayang, kamu menikah dengan orang yang salah. Perempuan yang bahkan tidak memberimu keturunan sama sekali. Aku pikir awalnya kamu benar-benar jauh dari dugaan. Seorang Juragan kuno dan kampungan. Tapi ternyata, melihat wajahmu, melihat tubuhmu, benar-benar melebihi sosok pemuda mana pun yang ada dalam khayalanku. Dan aku janji, akan memberimu seorang anak, sebagai penerus keturunanmu untuk mendapatkan warisan itu."     

Aku mengangguk saja mendengar ucapan dari Widuri. Kepalaku seolah buntu, aku ndhak bisa memikirkan apa pun selain hubungan ranjangku dengannya. Kemudian, aku tersenyum sekenanya dengan Simbah itu. Untuk kemudian dia izin keluar sebentar. Kupandang Simbah itu. Dia benar-benar seperti bukan berasal dari Jawa Timur. Semuanya tampak begitu berbeda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.