JURAGAN ARJUNA

BAB 196



BAB 196

0Setibanya di rumah, kami keluar dari mobil. Seperti pasangan kekasih pada umumnya. Kami bergandengan tangan dengan perasaan luar biasa bahagianya. Bagaimana endhak, toh, sebentar lagi aku akan menikah dengannya. Ya, dengan perempuan yang sangat aku cinta.     
0

Aku langsung menariknya buru-buru masuk ke dalam rumah, kemudian mencumbunya lagi dan lagi. Aku sudah ndhak sabar untuk selalu bersamanya, dan aku selalu ingin bercumbu dengannya. Dengan, atau tanpa alasan apa pun. Tapi tiba-tiba, dahiku berkerut, tatkala mendengar suara ketukan pintu oleh seseorang. Kurang ajar, manusia terkutuk mana yang berani-beraninya menganggu kesenanganku.     

Aku hendak mencium bibir Widuri lagi, tapi dia menghentikannya. "Tenang, Arjuna, kita masih punya banyak waktu. Kita lihat siapa yang bertamu di rumah kita di saat seperti ini."     

Aku pun mengangguk, kemudian berjalan ke arah pintu. Widuri yang pakaiannya sudah nyaris terlepas itu pun menungguku, duduk dengan tenang di kursi ruang tamu.     

Dan betapa kaget aku, tatkala tahu yang bertamu adalah Manis. Ya, Manis. Istri pertamaku yang kutinggal itu. Dia berdiri dengan memandangku tanpa kedip, sembari menggenggam erat tali tasnya. Sesekali, dia tampak menelan ludahnya dengan susah, dan matanya kini tampak nanar.     

Kulihat penampilanku sekilas, kemejaku memang kancingnya sudah nyaris terlepas sempurna, ada banyak bekas lipstik serta tanda-tanda cinta dari Widuri dari leher sampai dada.     

Aku diam sebentar, bingung. Antara mempersilakan dia masuk atau mengusirnya pergi. Kalau kusuruh masuk, pasti kegiatanku yang menyenangkan dengan Widuri akan tertunda, toh kekasihku juga belum tentu dapat menerima kehadirannya. Namun jika kuusir dia dari sini, dia pasti pulang dengan ndhak membawa apa-apa.     

"Siapa?" tanya Widuri, dia langsung memelukku, sambil memandang ke arah Manis. Alisnya terangkat setengah, kemudian dia memandangku. Dan, memandang Manis lagi dengan senyuman kecut. "Kenapa kamu ke sini? Aku dan Arjuna mau menghabiskan siang kami yang panas di atas ranjang," ketus Widuri.     

"Aku... aku... aku ingin bicara dengan kalian. Apa boleh aku masuk?" tanya Manis akhirnya.     

Aku masih diam, kemudian kupalingkan wajahku. Air matanya itu benar-benar membuatku benci. Air matanya itu benar-benar mengangguku.     

Widuri awalnya ndhak suka, tapi tiba-tiba dia tersenyum, kemudian dia berkata, "boleh, tapi tunggulah dulu di sini. Aku mau bercinta dengan kekasihku. Ya, kan, Sayang? Ayo kita lanjutkan tadi. Katamu kamu sudah tidak tahan. Bisa menikmati tubuhku setiap hari. Iya, kan?" katanya, sambil melirik ke arah Manis. Aku masih diam seribu bahasa, perasaanku benar-benar aneh. Otakku pun seolah berhenti berjalan sesuai semestinya. "Katamu kamu ingin punya anak denganku, karena istrimu tidak bisa memberimu keturunan. Ayo, kita lanjutkan. Kita harus bercinta habis-habisan sekarang."     

Widuri langsung menarikku untuk masuk ke kamar. Kebetulan, pintu kamarnya dengan ruang tamu adalah berhadap-hadapan. Dan dengan sengaja Widuri membuka pintu kamar itu lebar-lebar, mungkin niatnya, supaya Manis melihat dia bercinta denganku di sini.     

Aku diam, saat Widuri hendai membuka pakaianku. Membuatnya mengerutkan keningnya, seolah dia ndhak suka.     

"Apa harus seperti ini? Bagaimanapun dia istriku. Melakukan ini dengan membuka pintu lebar-lebar bukanlah hal yang baik. Bagaimana perasaannya?"     

"Kenapa?" sentak Widuri, matanya tampak marah kemudian dia bersedekap. "Kenapa, Arjuna? Kamu kasihan sama dia? Kamu tidak tega sama dia? kamu memiliki perasaan sama dia, itu sebabnya kamu tidak mau menurutiku? Kamu tidak mencintaiku?!"     

"Bukan sepe—"     

"Oh, jadi sekarang kamu tidak tega sama dia? Jika nanti aku menyuruhmu ke orang pintar agar melupakannya, dan aku memintamu menceraikan dia sesuai janjimu itu, kamu juga tidak akan melalukannya?!"     

"Widuri, Widuri, Sayang... bukan seperti itu. Aku cinta, sama kamu. Aku malu melakukan apa pun untukmu asalkan kita bisa bersama dalam hubungan yang sah. Tapi, kita bercinta di depan orang. Aku benar-benar tidak terbiasa. Aku—"     

Widuri langsung menjatuhkan tubuhku, dan dia sudah menindihku tanpa mengenakan busana. Sesekali, aku mencuri pandang ke arah Manis yang tampak kaget dengan kejadian itu, kemudian dia menundukkan wajahnya dalam-dalam.     

"Kamu cinta aku, kan? Kamu menciumku di depan banyak orang saja tidak masalah. Apalagi bercinta hanya di depan dia?" katanya. Dan setelah itu, aku seolah dihipnotis, semua kewarasanku akan hal-hal yang bersifat memalukan telah menguap entah kemana. Widuri sengaja mengeluarkan desahan-desahan kenikmatan itu dengan sedikit lebih keras. Bahkan, dia terus berucap hal-hal intim kami dengan sangat keras. Sekali, dua kali, bahkan entah berapa kali kami melakukan hubungan intim ini. Sampai pada batas kesanggupan kami. Hingga pada akhirnya, Widuri menutup tubuh polosnya dengan jarik, dan dibuat kemben dengan begitu asal. Kemudian aku yang masih merebahkan tubuhku di ranjang, melihat dia keluar dari kamar, mendekat ke arah Manis sambil merekok.     

Kusipitkan mataku untuk memastikan apa yang kulihat itu. Widuri merokok? Sejak kapan? Aku kok ndhak tahu kalau dia merokok?     

"Ada apa? Cepat katakan karena aku sangat lelah karena melayani calon suamiku seharian," ketus Widuri.     

Kulihat Manis berdiri, kemudian dia berlutut tepat di samping Widuri. Dia langsung menangis, dan tangannya disatukan di depan dada seperti sedang memohon. Gusti, kenapa hatiku resah melihatnya seperti itu? Aku benar-benar ndhak tahu dengan apa yang ada dalam hatiku.     

"Mbak Wudiri, aku tahu kamu adalah perempuan dari keluarga baik-baik, kamu adalah seorang dokter, dan kamu sangat cantik jelita. Aku yakin, dengan semua yang melekat pada tubuhmu itu sangat mudah bagimu untuk memilih pemuda mana pun yang kamu inginkan. Tapi... tapi," suara Manis tampak tercekat di tenggorokan, kemudian dia tampak mengusap air matanya dengan kasar. "Tapi, Mbak Widuri, tolonglah, tolong lepaskan suamiku. Tolong kembalikan suamiku untukku, Mbak. Aku tidak punya apa-apa lagi selain dia. Aku tidak akan bisa hidup tanpa dia. Sebagai seorang perempuan, kita sama-sama perempuan, pasti kamu lebih dari paham tentang masalah ini, kan? Mbak Widuri pasti juga akan sakit kalau melihat suaminya bersama dengan perempuan lain, kan? Jadi aku mohon, Mbak. Aku mohon, tolong kembalikan suamiku. Carilah pemuda yang tidak memiliki istri."     

"Apa-apaan kamu itu!" sentak Widuri. Bahkan aku sangat kaget, tatkala kalinya mendorong kepala Manis dengan keras, sampai Manis terjatuh. Dan entah kenapa air mataku langsung menetes bersamaan dengan hal itu. Hati kecilku ingin menolong Manis, tapi sebagian besar lainnya melarang. Jujur, aku ndhak tahu apa yang harus kulakukan sekarang.     

"Andai, Mbak Wuduri... andai saja suamiku bersamamu atas dasar cinta sama cinta. Andai saja dia memilih perempuan lain karena dia telah jatuh cinta lagi. Maka aku tidak akan merasa keberatan. Aku sangat ikhlas, dan turut bahagia dengan kebahagiaan suamiku. Akan tetapi, apa yang kamu lakukan ini adalah hal yang salah. Kamu menggunakan cara kotor untuk merebutnya dariku. Kamu—"     

"Tutup mulutmu!"     

Kini Widuri berdiri. Sambil berkacak pinggang dia memandang Manis dengan garang.     

"Cuih!" dia langsung meludahi Manis tepat di wajahnya, kemudian dia kembali memandang Manis dengan garang. "Dia sudah membuangmu, dan dia telah memilihku. Jadi, berhentilah mengemis dan mengatakan sesuatu yang ambigu!"     

"Tutup mulutmu perempuan ndhak tahu diri!"     

Aku kaget, melihat Romo, Biung, dan beberapa abdi dalemku berada di sini. Seketika, aku langsung mengambil posisi duduk. Segera aku bergegas berpakaian untuk mendekat ke arah orangtuaku.     

"Romo... Biung."     

Plak!!     

Pipiku terasa panas, tatkala tamparan itu mendarat dengan sangat sempurna di sana. Biung tampak murka, matanya nanar memandang ke arahku dengan amarah yang membuncah.     

"Jangan panggil aku Biung, Arjuna. Karena aku bukan biungmu lagi."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.