JURAGAN ARJUNA

BAB 197



BAB 197

0"Jangan panggil aku Biung, Arjuna. Karena aku bukan biungmu lagi."     
0

Aku diam, ndhak mengatakan apa pun. Tapi, tiba-tiba duniaku menjadi gelap gulita. Seolah-olah duniaku telah kiamat saat ini juga. Bagiku, Biung adalah duniaku, Biung adalah segalanya untukku. Tapi, kenapa Biung sampai berkata seperti itu? Apa yang salah dariku? Aku ndhak melakukan kesalahan apa pun. Aku hanya telah jatuh hati kepada Widuri, itu saja. Kurasa ndhak ada yang salah dengan itu semua. Toh, buktinya semua Juragan memiliki istri lebih dari satu adalah perkara yang lumrah. Tapi, tapi kenapa sampai Biung mengatakan hal yang mengerikan itu kepadaku, Gusti? Kenapa?!     

Plak!!     

Aku kembali kaget, saat Romo Nathan memukul pelipis Widuri sampai Widuri terjatuh. Aku buru-buru membantu Widuri untuk berdiri, melihat pelipisnya yang memerah. Bahkan Widuri tampak terhuyung ke belakang.     

"Perempuan biadab ndhak tahu diri, kamu! Apa yang kamu lakukan benar-benar sudah keterlaluan! Memakai ilmu hitam untuk menjerat putraku agar bisa melancarkan tujuan busukmu itu, kamu pikir apa kamu bisa melakukannya semudah itu, hah! Bahkan, kamu memiliki seribu anak laki-laki dari anakku pun, kamu ndhak akan pernah bisa mendapatkan sepeserpun harta warisan keluarga Hendarmoko. Paham kamu!" bentak Romo Nathan tepat di depan wajah Widuri. Widuri menunduk, wajahnya pucat, kemudian dia berangsut memeluk tubuhku dengan sangat erat.     

"Arjuna tolong aku. Kamu tahu persis jika kita saling cinta, kan? Kamu tahu persis jika aku tidak melakukan apa pun yang salah kepadamu selain kita bercinta, kan? Kita... kita hanya dua orang yang telah jatuh cinta. Lantas kenapa orangtuamu memperlakukanku dengan sekasar ini, Arjuna?"     

"Ck! Ck! Buah benar-benar jatuh ndhak jauh dari pohonnya ya. Kamu benar-benar pandai bersandiwara seperti bulikmu, Mbakyu Ayu, mantan istri pertama Kangmas Adrian Hendarmoko," Romo memicingkan matanya, memandang Widuri dengan tatapan dingin yang sangat menyakitkan. Untuk kemudian, dia tersenyum dengan cara yang menakutkan. "Bulikmu meninggal bersama dengan keturunannya, sehingga keluargamu kurang puas dari harta yang telah diberikan oleh kangmasku dengan cuma-cuma. Lalu keluargamu tahu kalau kangmasku memiliki keturunan yaitu seorang putra. Kebetulan juga adik dari bulikmu melahirkanmu, seorang bayi perempuan. Dari saat itu kamu mulai tumbuh dengan didikan dan ajaran jika tatkala kamu besar nanti jodohmu adalah putraku. Maka kamu harus mengamalkan riutal-ritual untuk bisa menarik laki-laki yang kamu kehendaki. Terutama untuk menjaga tubuhmu itu tetap suci sampai pada akhirnya laki-laki yang kamu incar yang melakukannya denganmu untuk yang pertama kali. Kamu sudah tahu semuanya, toh, tanggal lahir putraku, hari lahir putraku, dan apa saja kelemahan putraku. Sehingga, selama ini kamu terus mengintai, kamu melihatnya lengah, memasukkan beberapa syarat kotor kepada putraku sampai membuatnya ndhak berdaya karenamu. Kemudian, kamu membuatnya ndhak bisa jauh darimu dan semakin tergila-gila denganmu dengan cara dia terus menginginkan tubuhmu. Ilmu pelet yang kamu gunawan benar-benar sudah di luar nalar, bahkan ritual tepat di malam hari lahir putraku kamu bisa melakukannya dengan sangat sempurna. Tapi sayang, musuhmu adalah aku. Dan aku ndhak akan pernah membiarkan itu terjadi. Jangankan satu kamu, ribuan kamu, dan ribuan kamu yang mungkin mengandung benih putraku pun ndhak akan pernah ada artinya untukku. Sebab bagiku, kamu hanyalah sampah, yang saat ini tengah mengotori pakaian putraku. Dan sampah, akan lebih baik dimusnahkan, sebelum busuk dari sampah itu menyakiti indera penciumanku. Paham kamu?!"     

"Cukup, Romo! Apa yang Romo lakukan? Apa yang Romo katakan benar-benar ndhak masuk akal! Aku mencintai Widuri, dan Widuri ndhak melakukan apa pun untuk itu! Berhenti Romo menyalahkan Widuri, sebab di sini akulah yang salah. Dan Manislah yang salah. Bukan Widuri!"     

"Bodoh, kamu!" bentak Romo kepadaku.     

Dia langsung mendekat ke arahku, kemudian memandang ke arahku penuh dengan kebencian. Sampai kapan pun, seumur hidupku, aku benar-benar ndhak pernah ditatap oleh Romo dengan pandangan seperti itu. Pandangan yang penuh dengan kebencian, dan itu benar-benar sangat menyakitkan hatiku.     

"Rasa angkuh, dan percaya dirimu sebagai trah dari Hendarmoko benar-benar telah membuatmu lupa diri. Bahkan sekadar untuk membentengi dirimu sendiri dari orang jahat saja kamu ndhak becus, apalagi membentengi dirimu dari yang ndhak kasat mata,"     

Aku diam, ndhak menjawabi ucapan Romo Nathan. Sebab aku sendiri benar-benar ndhak tahu apa yang harus kulakukan. Aku merasa jika aku sehat jasmani dan rohani. Tapi entah kenapa semua orang mengatakan jika aku ini ndhak sehat, jika aku sudah diguna-guna. Diguna-guna siapa? Aku merasa ndhak diguna-guna siapa pun di dunia ini. Aku sehat, aku yakin akan hal itu.     

"Romo, apa yang Romo lakukan?!" pekikku, tatkala tanganku digenggam kuat oleh Romo kemudian aku diseret-seret olehnya.     

"Ayo, pulang kamu! Pulang!" ucap Romo Nathan sembari berteriak.     

Sementara tanganku yang lain direngkuh erat oleh Widuri, yang membuat tubuhnya ikut terseret denganku.     

"Widuri...."     

"Aku ndhak mau pisah sama kamu, Arjuna. Kamu pergi, aku ikut. Ke mana pun kamu aku ikut. Aku harus ikut!" teriaknya histeris. "Mereka... mereka ini adalah orang-orang jahat, Arjuna. Mereka bertujuan ingin memisahkan kita, Arjuna! Mereka ingin memisahkan kita!" teriak Widuri. Dia menangis histeris, seolah ketakutannya itu benar-benar nyata. Aku langsung memeluknya dalam-dalam kemudian kukecup puncak kepalanya.     

Dan tiba-tiba, Paklik Sobirin, dan Suwoto menjerit. Manis langsung pingsan saat itu juga. Aku benar-benar ndhak paham dengan situasi ini. Situasi macam apa ini, toh? Aku benar-benar sangat bingung.     

Sebenarnya ini adalah perkara yang sangat sederhana namun kenapa semua orang di sini ndhak ada satu pun yang mengerti? Aku mencintai Widuri, aku ingin menjadikan Widuri istri ke duaku. Apakah itu salah? Apakah itu suatu hal yang sampai-sampai membuat semua orang lantas ke sini dengan cara yang teramat kasar? Gusti, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku ndhak bisa jauh dari Widuri, aku ndhak bisa hidup tanpanya. Apa yang harus kulakukan agar orangtuaku mau untuk mengerti?     

"Pulang kamu! Pulang!" kata Romo Nathan yang masih menyeretku. Kemudian, aku langsung menepis genggaman tangan Romo. Aku berhenti sejenak dan menatapnya lekat-lekat.     

Hatiku rasanya ingin menangis tatkala orangtuaku sendiri memperlakukanku seperti ini. Hatiku sangat hancur tatkala orangtuaku sendiri malah lebih memilih membela Manis, yang hanya menantunya dari pada aku yang anak kandungnya sendiri.     

"Baik, Romo... baik...," putusku pada akhirnya. "Aku akan ikut pulang denganmu. Tapi...," kataku terhenti, kemudian aku melirik ke arah Widuri. "Widuri harus ikut bersamaku."     

Setelah mengatakan itu, Biung tampak langsung lemas. Air matanya sudah mengalir begitu saja di kedua pipinya. Aku hendak menolongnya, tapi Biung seolah ndhak ingin aku menyentuhnya. Kemudian dia memilih untuk melangkah ke arah Romo sambil memeluk tubuh Romo erat-erat. Di dalam pelukan itu, tangis Biung pecah. Seolah-olah apa yang terjadi hari ini benar-benar merobohkan segala dinding tegarnya. Aku yang mendengar itu hanya diam, tapi tekad dan tujuanku ndhak pudar. Aku akan membawa Widuri bersamaku, apa pun yang terjadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.