JURAGAN ARJUNA

BAB 157



BAB 157

0"Jadi Juragan, sebenarnya banyak perkara yang hendak aku sampaikan...," kata Suwoto, tatkala kami sudah kehilangan akal. Aku nyaris gila, mencari ke seluruh penjuru rumah tapi ndhak kutemui sama sekali di mana Manis berada. Lantas Suwoto berkata, barangkali Manis telah dibawa kabur oleh Hasnah ke suatu tempat. Karenanya, Hasnah ndhak sendiri. Dia memiliki kawan, yang dengan suka rela mau membantu tindakan bejat Hasnah yang sampai detik ini aku ndhak tahu apa itu. "Hasnah telah hilang akal, Juragan. Dan itu karena orang-orang di sekitarnya."     
0

"Hilang akal apa, toh, Suwoto? Mbok ya kalau bicara itu yang jelas," kubilang. Ucup yang agaknya menangkap isi percakapan kami meski setengah-setengah itu pun hanya diam di balik kemudi, sambil sesekali memandang Suwoto dengan tatapan penasarannya.     

"Dulu, Hasnah itu bukanlah perempuan seperti itu, Juragan. Menurut sumber yang saya dapatkan, Hasnah adalah anak yang cukup periang pada masanya. Terlebih, dia terlahir dari keluarga berada. Namun pada suatu hari, orangtuanya bercerai, Ayah dari Hasnah ini tengah selingkuh dengan perempuan lain. Dan sayang seribu sayang, Hasnah dipaksa tinggal bersama ayahnya di saat ia ingin memilih ibunya. Hingga pada akhirnya, ibunya meninggal dengan cara ndhak wajar. Dia menjadi korban tabrak lari, yang membuatnya mau ndhak mau harus ikut ayahnya. Kemungkinan, meninggalnya ibunya Hasnah ndhak lain, dan ndhak bukan adalah, ada sangkut pautnya dengan campur tangan ayahnya, Juragan. Sebab saat itu, kabarnya ibunya Hasnah menang harta gono-gini yang sangat membuat Ayah Hasnah naik pitam. Ndhak sampai di situ saja, tatkala ia hidup bersama Ayah, dan Ibu tirinya, Hasnah menjadi anak yang ndhak keurus. Meski waktu itu usianya sudah cukup besar. Saking ndhak keurusnya, sampai orangtuanya itu ndhak tahu, kalau Paman Hasnah, yaitu adik dari ayahnya telah berkali-kali memperkosa Hasnah di kamarnya sendiri. Hasnah hamil waktu itu, sampai dia nyaris ndhak meneruskan sekolahnya. Tapi, ayahnya ndhak peduli, Juragan. Dia dipaksa mengugurkan bayinya. Dan sejak saat itulah Hasnah menjadi berubah. Berubah ndhak percaya diri dengan orang lain, ketakutan bertemu dengan orang lain, dan menutup diri dari dunia luar. Karena rasa trauma dan bencinya kepada sosok laki-laki dalam hidupnya, membuat Hasnah memiliki kelainan. Sebab dia berpikir, semua laki-laki sama. Dia akan menyakiti perempuan, seperti apa yang telah ia rasakan. Dan hal itu, membuatnya menjadi memiliki perilaku menyimpang. Menargetkan perempuan-perempuan tercantik yang pernah dia temui, lalu merusaknya," Suwoto tampak diam sejenak, mencoba mengambil udara sebanyak-banyaknya. Pasti, dia ngos-ngosan, bercerita sepanjang itu tanpa ada berhenti. "Merusak dengan cara meniduri perempuan-perempuan itu, dan memberinya obat-obatan terlarang, Juragan. Sebab dia ndhak mau hancur, dan rusak sendiri. Dia ingin semua perempuan harus memiliki nasib yang sama dengannya,"     

Deg!     

Aku ndhak bisa berpikir apa-apa lagi tatkala mendengar hal itu keluar dari mulut Suwoto. Apa maksud dari semua ini? Ya, aku tahu... dan aku juga sangat prihatin dengan kejadian apa pun yang menimpa Hasnah. Yang sampai membuat Hasnah hancur sehancur-hancurnya. Dan kurasa, siapa pun yang mengetahui perkara itu pasti akan sangat prihatin. Namun, jika keterpurukannya terselebung niat jahat malah membuat yang baik menjadi ndhak baik, yang iba menjadi benci, dan sebagainya. Terlebih, dia akan membuat hancur korbannya dengan cara meniduri, dan memberinya obat-obatan?     

Seketika tanganku mencengkeram kuat, rahangku mengeras tatkala mencerna ucapan dari Suwoto. Jadi, dia mendekati Manis bukan karena dia hendak berkawan. Melainkan, mengincar Manis untuk dijadikan korban atas apa yang telah menimpanya. Kurang ajar! Hasnah, tunggu... setelah aku bertemu denganmu, maka aku ndhak akan segan-segan untuk mematahkan lehermu.     

"Kira-kira sudah ada berapa orang yang telah menjadi korbannya ini, Suwoto?" tanyaku kemudian.     

"Sudah banyak, Juragan. Akan tetapi dia termasuk perempuan yang sangat pintar. Untuk menghindari agar aksinya ndhak terbongkar, dia mengambil korban dari beberapa tempat yang agaknya jauh. Dan jika benar dugaan saya, maka Ndoro Manis adalah korban pertama yang ada di Universitas yang telah dia incar."     

Gusti, apalagi, ini! Bagaimana bisa semuanya menjadi seperti ini? Aku ikut Manis ke Jakarta hanya karena ingin hidup tenang, dan damai dengannya. Namun pada kenyataannya, masih begitu banyak orang yang berniat jahat kepadanya.     

Aku harus cari Manis, aku harus menemukannya sekarang juga. Sebab aku ndhak mau kalau sampai tubuh Manis dijamah oleh siapa pun. Ndhak perempuan jalang itu, atau pun orang-orang lainnya.     

"Ucup di manakah tempat yang dimaksud oleh Suwoto? Apakah masih lama? Kita harus segera ke tempat itu sebelum Manis kenapa-napa. Dia sedang sakit, dia sedang lemah, dan dia pasti ndhak punya banyak tenaga untuk sekadar melawan perempuan jalang itu!"     

"Sabar, Juragan... sabar!" kata Ucup mencoba menenangkanku. "Sampai Juragan tidak bicara dengan Bahasa Indonesia yang baik, dan benar. Untung aku paham. Sebentar lagi kita sampai. Dan hitungannya, jika baru saja dia pergi dari rumah Juragan dan kita langsung mengikutinya, otomatis, jika pun dia sampai dia pun baru sampai. Tidak mungkin sudah sampai sedari tadi, kan?" katanya kemudian, seolah hendak menenangkanku.     

"Aku juga tahu tempat yang dimaksud oleh Paman Suwoto ini, Juragan...," kata Ucup lagi yang mulai berbicara. Ucup lantas membelokkan mobilnya pada gang, yang jalannya dua kali lebih sempit dari jalan pertama. Kemudian, mobil sering berbelok-belok entah ke mana saja. "Tempat itu memang tempat yang terkenal tidak terawat. Sebagai tempat berkumpulnya anak-anak yang tidak benar. Siapa yang pernah menginjakkan kaki di sana, adalah orang yang pasti dicap sebagai orang yang tidak baik."     

"Sudah sampai?" tanyaku mengabaikan celotehannya yang ndhak penting itu.     

"Sebentar lagi, di depan," dia jawab.     

Aku bisa melihat di ujung pandanganku, sebuah mobil sedan terparkir di sana. Rahangku kembali mengeras. Ingin sekali aku melompat tapi aku selalu diingatkan oleh Suwoto untuk ndhak gegabah. Suwoto agaknya ingin menangani semuanya sendiri, aku cukup duduk manis di dalam mobil dan menerima beres. Namun bagaimanapun, aku ndhak bisa seperti itu. Biarlah dia yang memberesi perkara antek-antek dari Hasnah, sebab untuk urusan Hasnah, dan juga Manis. Mereka berdua adalah tanggung jawabku. Aku harus mengurusi semua dengan kedua tanganku sendiri. Terutama Hasnah, aku akan benar-benar membuat perhitungan dengannya sampai dia merasa bagaimana neraka dunia itu berada.     

"Saya bagian turun dulu, Juragan. Memastikan, apakah di dalam ada banyak orang apa endhak," kata Suwoto. Tatkala mobil sudah berhenti, Ucup sengaja menghentikan mobilnya ndhak terlalu dekat, sebab khawatir bisa memancing kecurigaaan Hasnah dan antek-anteknya.     

Setelah itu, kami mengendap-endap, masuk ke dalam bangunan bertingkat yang ndhak terawat. Di sana benar-benar bangunan kosong yang seolah ndhak dihuni siapa pun, yang ada hanya coretan-coretan tangan jahil, dan seperti telah dibuat pesta-pesta ndhak jelas. Liat saja, berapa banyak botol minuman keras yang berjajar rapi di sana.     

"Kamu sendiri?" tanyaku pada Suwoto, dia pun mengangguk. "Kamu ndhak bawa senjata apa-apa?" tanyaku lagi. Sebab aku melihat Suwoto memakai tangan kosong.     

"Bahkan tangan saya diikat pun, saya masih bisa membunuh mereka semua sekaligus, Juragan," ucapnya percaya diri. Dia langsung melangkah masuk ke dalam gedung itu, membuatku sejenak menunggu. Menunggu dia kembali, dan berharap dia akan baik-baik saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.