JURAGAN ARJUNA

BAB 167



BAB 167

0Pagi ini Ucup datang ke rumah, katanya dia punya ide yang sangat hebat untuk memajukan perkebunan teh yang ada di Kemuning. Sebenarnya, aku ndhak terlalu paham tentang ide yang katanya cermelang itu, sebab masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan sampai tahun depan. Tapi, melihat antusias Ucup yang membara itu, membuatku menjadi ndhak tega. Mungkin benar jika dia sedang ada ide, jadi kubiarkan saja dia datang. Sekalian untuk membantu pekerjaanku yang ada di rumah.     
0

"Jadi, ide cemerlang apa yang ingin kamu sampaikan kepadaku, Cup? Sepertinya, kamu semangat sekali sampai tidak menunggu barang besok untuk bertemu denganku. Apa jangan-jangan, itu hanyalah alibimu semata, yang sebenarnya hendak kamu sampaikan adalah, jika kamu telah rindu denganku?" godaku.     

Ucup langsung mencibir, sepertinya rindu denganku menjadi hal nomor terakhir yang akan dia pikirkan setelah apa pun itu.     

"Ini benar-benar cemerlang, Juragan. Dan aku yakin Juragan akan menyukainya...," kata Ucup, kemudian dia menata duduknya. Pandangannya lurus-lurus kepadaku, kedua tangannya bergerak-gerak dengan pasti. "Juragan di kemuning kan punya perkebunan teh yang sangat luar biasa luas, benar? Dan itu milik Juragan?"     

"Lantas?" kutanya lagi, sebab aku benar-benar ndhak paham, apa hubungannya ide cemerlangnya itu dengan luas dari kebunku. Apakah barangkali dia akan memetak-metakkan kebunku dan disuruh menjual semuanya sebagai memodalkan usaha di Jakarta? Jika itu idenya maka, aku ndhak segan-segan untuk memukul kepalanya. Sebab, ndhak akan pernah mungkin, mustahil. Yang ada, aku bisa-bisa disunati Romo jika sampai melakukan hal gila itu.     

"Nah!" katanya, sembari menjentikkan jarinya. Dengan semangat yang luar biasa, matanya yang tadinya sudah lebar kini benar-benar semakin lebar. Malah-malah, persis seperti mata yang sedang melotot. "Daun-daun teh yang para pekerja petik itu Juragan setor ke mana? Ke pabrik teh, toh?" katanya.     

"Ya jelas ke pabrik, teh, toh. Ya masak aku setor ke hidungmu yang besar itu. kamu ini ada-ada saja. Pertanyaan macam apa, itu!" marahku pada Ucup. Apanya yang ide cermelang, jika ucapannya ndhak jelas arah dan tujuan. Bercakap dengan Ucup benar-benar bisa membuatku darah tinggi sekarang juga. "Dan sebagian, bagi daun-daun teh yang ndhak lolos sortir, diambil oleh para penduduk kembali. Banyak yang menggunakannya sebagai teh khas mereka sendiri, dicampur dengan bunga melati, krisan, atau pun bunga mawar. Dan sebagian lainnya ada yang dibuat kue-kuean, dan sebagai campuran bahan jajan-jajanan juga. Istilahnya, sebisa mungkin warga kampung Kemuning itu membuat apa yang telah menjadi sampah bagi pabrik teh, sebisa mungkin yang kiranya masih bisa diolah, akan mereka oleh sebaik mungkin. Andai kamu tahu, jika pola pikir orang kampung itu memiliki daya guna yang luar biasa. Oleh sebab itu, sistem ekonomi mereka itu terkesan irit, praktis, dan benar-benar bisa mengubah sampah menjadi sesuatu yang luar biasa," tuturku. Kini, arah pembicaraan kami menjadi serius. Sebab kalau endhak, aku bisa menendangnya keluar dari rumahku karena perilaku ndhak jelasnya itu.     

Ucup tampak mengangguk dengan semangat kemudian dia tersenyum, setelah kujelaskan panjang lebar seperti itu, apa dia benar-benar menangkap maksudku? Ataukah malah, otak udangnya itu benar-benar ndhak bisa berfungsi dengan baik dan benar barang sebentar. Bahkan aku sampai lupa, jika dia ndhak paham bahasa Jawa, sampai-sampai aku menerangkannya dengan bahasa medok khasku. Gusti, Ucup... Ucup!     

"Juragan selama ini melakukan hubungan bisnis dengan pabrik teh itu, bukan? Lalu, bagaimana jika seperti ini...," katanya lagi, aku kembali mendengus. Jika dia bilang seperti ini lagi, dia benar-benar akan kugantung seperti jambu monyet di kebun depan rumah. "Bagaimana jika Juragan seorang pemasok daun teh, dan Juragan pula yang memiliki pabriknya?"     

Ucapannya membuat alisku terangkat, ini adalah satu-satunya perkataan Ucup yang lain dari yang lain, perkataan yang lebih aneh dari pada tadi.     

"Juragan pernah berpikir tidak, untuk membangun sebuah pabrik teh di Jakarta. Sebuah pabrik teh inovasi terbaru. Dengan seperti itu, Juragan tidak perlu lagi seorang mitra untuk daun-daun teh Juragan. Dan Juragan bisa mengolah, dan menangani semuanya sendiri. Tidak ada yang dirugikan, tidak ada juga persortiran yang membuat para pemetik, dan Juragan rugi karena kecongkakan petugas sortir pabrik. Bukankah itu adalah hal yang luar biasa, Juragan?"     

"Pabrik teh?" kutanya, Ucup mengangguk kuat-kuat. "Tapi bukankah di sini sudah banyak pabrik teh? Lagi pula, di Kemuning juga sudah ada, kan, jadi untuk apa ada pabrik teh lagi?"     

"Nah, ini yang menjadikan inovasi terbaru, Juragan!" kata Ucup yang semakin semangat. "Teh yang akan kita buat ini, bukan hanya teh biasa. Tapi teh kemasan siap saji! Yang artinya, pabrik Juragan ini akan menghasilkan minuman teh yang dikemas di dalam suatu wadah, baik itu botol plastik, atau lain sebagainya. Jadi si pembeli teh ini akan merasa praktis. Mereka akan membeli kemudian langsung meminumnya, tanpa harus memasak air dulu, tanpa harus menyeduh dulu. Asal Juragan tahu, setahun, sebelas, bahkan berpuluh-puluh tahun lagi, bukan hanya Jakarta, tapi wilayah di Indonesia akan menjadi wilayah-wilayah yang sangat maju. Setiap titik di Kecamatan bahkan desa, akan ada toko-toko, dan swalayan-swalayan yang mengenalkan semua orang akan makanan dan minuman praktis dan cepat saji. Dan aku yakin, inovasi ini akan menjadi terbosan modern bagi generasi yang akan mendatang. Toh, bisnis ini juga adalah bisnis jangka panjang. Aku yakin, Juragan, jika kita melakukan usaha ini, maka kita bisa menciptakan sebuah lapangan kerja besar bagi seluruh masyarakat tentunya. Sebab aku juga yakin, beberapa tahun yang akan datang, para remaja-remaja lulusan sekolah, dan Universitas mereka akan berlomba-lomba dan bersaing mencari lapangan pekerjaan. Jadi, bagaimana dengan ide cemerlangku ini, Juragan?" aku terdiam sesaat mendengar penuturan panjang lebar dari Ucup, tanpa mengatakan apa pun. "Dan satu lagi, Juragan... aku tahu kalau mungkin, bisnis antar Juragan dan pabrik teh tersebut mungkin kontraknya masih lama, kan? Kita juga bisa mencari perkebunan-perkebunan teh lainnya. Toh di kota-kita sekitar Jakarta juga banyak perkebunan teh, kan? Jadi kita bisa mulai bisnis saling menguntungkan ini dengan pemilik-pemilik perkebunan lainnya. Setali tiga uang, Juragan. Juragan bisa membuka usaha di Jakarta, dan Juragan juga bisa memiliki banyak relasi bisnis di sini. Dengan seperti itu, bukankah relasi bisnis Juragan bertambah? Dan itu tentu adalah hal yang sangat menguntungkan, bukan?"     

Kupandang Ucup dengan seksama. Aku benar-benar ndhak tahu, semalam pemuda jelek ini habis dapat ilham apa dari langit. Apa dia mimpi ditabrak bintang? Bulan? Atau bahkan... matahari? Bagaimana bisa dia yang biasanya cengengesan memiliki ide yang benar-benar di luar dugaan. Bahkan, aku sendiri saja ndhak kepikiran sampai bisa memiliki ide seperti itu. Lagi, kupandang dia dengan tatapan yang semakin dalam. Ucup tampak clingkukan, kemudian dia menggaruk tengkuknya yang aku yakin jika ndhak gatal.     

"Ada apa, Juragan? Apakah ide cemerlangku ini sangat luar biasa? Atau malah... mustahil bagi Juragan?" tanyanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.