JURAGAN ARJUNA

BAB 168



BAB 168

0"Juragan...." kini ucapan Ucup ndhak sesemangat tadi, dia tampak ragu-ragu yang diam membisu. Aku sangat penasaran dengan apa yang ada di isi otaknya sekarang, tapi aku yakin yang lebih penasaran adalah dia. Hahaha, biarkan! "Ju—"     
0

"Kamu tidak sedang kesurupan, kan? Atau sedang mendapat ilham dari Gusti Pangeran, kan?" selidikku. Ucup tampak kebingungan. "Atau kamu sedang mencuri ide orang?" selorohku lagi, dia langsung tersenyum, kemudian mengibas-kibaskan tangannya.     

"Ya tidak lah, Juragan! Ya kali aku mencuri ide orang! Aku punya ide ini, karena kemarin ada acara nikahan teman. Nah di sana ada minuman teh yang benar-benar tidak efektif. Makanya aku berpikir hampir semalaman, dan memiliki ide luar biasa seperti ini."     

"Bagus," kubilang. Ucup langsung mendelik.     

"Beneran, Juragan? Ideku bagus?" dia tanya, seolah ndhak percaya dengan apa yang aku katakan. Lihatlah, bagaimana senyuman itu tersungging dengan sangat merekah di setiap sudut bibirnya. Aku pun membalas senyuman itu, sembari mengangguk.     

"Aku benar-benar tidak menyangka, jika kamu bisa memiliki ide segila ini. Tapi, sebelum kamu memiiki ide segila ini, apa kamu tidak berpikir sebentar saja, untuk membangun sebuah pabrik memerlukan biaya berapa? Bahkan, pabrik yang berada di Kemuning itu, bukan hanya satu orang yang mendirikannya. Tapi banyak, mereka patungan dana untuk bisa membangun sebuah bisnis tersebut. Lalu, kenapa kamu memberikan ide yang lebih gila seperti itu, kepadaku, hanya kepadaku," kubilang.     

Tapi, Ucup tampaknya ndhak putus asa dengan penuturanku. Lihat saja matanya melebar seolah percaya diri, jika aku mampu. Dasar anak muda ini, mungkin dia pikir untuk membuat sebuah pabrik terlebih di Jakarta itu hanya butuh uang sepuluh ribu. Benar-benar, sebuah pemikiran anak kecil yang membayangkan bisa membangun istana di atas awan. Ya, dia itu, Ucup.     

"Juragan jangan salah. Asal Juragan tahu, sebelum aku mengutarakan pendapatku ini, aku juga sudah benar-benar mencari tahu tentang Juragan Arjuna,"     

"Maksudnya?" tanyaku semakin bingung. Bahkan diam-diam, dia mencari tahu tentangku. Dasar, niat benar pemuda satu ini.     

"Iya, Juragan. Aku tahu dari banyak orang, jika Juragan Besar di nusantara ini siapa? Juragan Besar Hendarmoko, yang telah memiliki perkebunan di titik-titik terbesar yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Di luar Jawa, dan dari Jawa Timur sampai Jawa Barat. Benar tidak apa yang kuadapat ini?" tanyanya. Aku hanya diam. "Dan dari semua itu, Juragan Besar Hendarmoko hanya memiliki dua keturunan. Yaitu Juragan Adrian Hendarmoko, dan Juragan Nathan Hendarmoko. Betul tidak?" tanyanya lagi, aku masih diam. "Kedua Juragan itu bukankah mereka adalah Romo dari Juragan Arjuna Hendarmoko, dan Ndoro Rianti Hendarmoko. Benar tidak?" aku hanya mendengus karena ucapannya yang nyleneh itu. Kenapa ndhak sekalian nenek moyangku disebutkan satu persatu. "Nah, secara otomatis, pemilik dari semua kekayaan yang bahkan tak terhitung jumlahnya itu adalah Juragan, juga Ndoro Rianti, kan? Terlebih, menurut orang Jawa, sistem pembagian harta warisan pun anak laki-laki dari keturunan pertama laki-laki memiliki bagian yang lebih besar dari anak perempuan. Ah, abaikan masalah pembagian harta!" serunya sembari meralat ucapannya. "Dengan uang yang tidak terhingga itu, mau Juragan apakan? Hm? Jadi kurasa, jika hanya untuk membangun sebuah pabrik teh di Jakarta bagi seorang Juragan Arjuna Hendarmoko bukanlah hal yang sangat sulit. Lihat saja, bahkan membeli seluruh kompleks ini yang orang lain tahu jika kompleks ini sangat mahal, Juragan tidak pernah merasa mengeluarkan uang besar, kan? Bahkan Juragan dengan sangat santai, memberikan setiap unit kompleks ini kepada para abdi dalem Juragan. Jadi, tentunya semua yang kutahu dan kukatakan tadi adalah benar adanya, dan tidak salah sama sekali. Benar?" aku kembali diam, tapi rasanya aku ingin tertawa sembari memasukkan kepala Ucup ke dalam got.     

"Aku saja sebenarnya setelah mengetahui asal-usul Juragan jadi heran. Bagaimana seseorang dengan kekayaan yang begitu tak terhingga bisa-bisanya berdiri di sini, menjadi Juraganku, dan memakai pakaian ala kadarnya, bertingkah ala kadarnya, mau berteman dengan abdi dalemnya dengan rendah hati, seolah tidak merasa kalau Juragan ini kaya sama sekali. Memangnya Juragan, uang sebanyak itu tidak berarti untuk Juragan, ya?" tanyanya lagi.     

Ya, bagaimana. Aku juga ndhak akan bisa menjawab pertanyaannya yang satu ini. Sebab sedari kecil, selain dimanjakan dengan adanya abdi dalem untuk merawat dan membantu pekerjaanku. Aku merasa, jika aku adalah manusia biasa seperti pada umumnya manusia-manusia yang lain. Terlebih, orangtuaku selalu mengajarkanku untuk menjadi orang yang rendah diri, sebab sejatinya ndhak ada manusia yang lebih tinggi, dan lebih rendah dari pada siapa pun. Semua manusia itu sama, nilai kita sama di depan Gusti Pangeran. Yang ada hanya satu, jika manusia yang dibedakan adalah kebaikannya. Semakin baik manusia maka akan semakin mulia, dan semakin busuk manusia maka akan semakin rendah nilai mereka. Itu saja, ndhak lebih.     

"Jadi, Juragan, bagaimana dengan ide cemerlangku itu, apakah Juragan mau mempertimbangkannya barang sekali? Kalau Juragan setuju, aku akan dengan senang hati mencarikan tanah yang cocok untuk pabrik ini, Juragan. Dan membantu semuanya dari enol, Juragan," rayu Ucup kepadaku.     

Aku masih diam saja, biarkan saja dia penasaran, sebab semakin membuatnya penasaran malah semakin membuatku senang. Aku ingin dia merasakan, jika dia sampai ndhak bisa tidur karena saking penasarannya dengan apa yang akan aku katakan.     

"Juragan, jawablah. Kenapa sedari tadi Juragan tidak mau jawab!" jengkel Ucup pada akhirnya.     

"Tunggulah barang seminggu, aku akan memberitahumu tentang jawabanku. Lagi pula, jika kamu datang ke sini dengan hanya mengatakan ide cemerlangmu saja itu percuma. Kamu harus membuat garis besarnya di atas kertas, tentang perencanaanmu itu, berapa kira-kira biaya yang dibutuhkan, berapa luas lahan yang harus dibeli, dan hal-hal apa saja yang dibutuhkan untuk idemu itu. Berapa banyak sumber daya manusia, dan sumber daya alam yang dibutuhkan. Dan yang lebih penting dari itu semua adalah, jangan sampai ide cemerlangmu itu sampai merusak alam indah kita. Sebab, kamu seharusnya lebih tahu juga. Jika kita membangun sebuah pabrik, pabrik apa pun itu. Maka, setiap hari kita akan membutuhkan bahan pokoknya setiap hari. Dan aku tidak mau hanya karena ini membuat perkebunan-perkebunan teh menjadi tidak produktif, dan kualitasnya semakin turun hanya karena ingin mengejar setoran dari kita. Apa kamu paham betul dengan apa yang aku maksud kan?" kataku kepada Ucup pada akhirnya, sembari menamparnya. Sebab kurasa, dia benar-benar buta perkara hal seperti ini. Yang dia pikir mungkin untuk membuat sebuah usaha, adalah cukup dengan ide usaha itu yang unik. Untuk selebihnya dia benar-benar ndhak peduli lagi. Padahal, yang dibutuhkan dari sebuah usaha bukan hanya itu. Akan tetapi, ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan. Masak-masak. Dan itu pun seumpama aku setuju, hal ini ndhak mungkin akan jadi dalam waktu sehari. Tapi, bertahun-tahun pun bisa. Semoga Ucup paham, dengan apa yang aku ucapkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.