JURAGAN ARJUNA

BAB 48



BAB 48

0Kurang ajar benar adik perempuanku satu itu. Kenapa bisa, kalau dia jauh aku rindu. Tapi kalau dekat menyebalkan seperti ini. Bagaimana bisa, dia menuduh kangmasnya meraba-raba perempuan? Dasar, ndhak sopan! Terlebih, perempuan itu adalah Ningrum?!     
0

"Kamu—"     

"Oke, cukup... cukup!" katanya, seolah melarangku untuk berbicara. "Kangmas ditunggu Romo, dan Biung di ruang kerja Romo. Setelah itu sarapan." setelah mengatakan itu, Rianti langsung pergi. Membuatku pelan-pelan turun dari dipan untuk menemui orangtuaku.     

Ada apa? Aku langsung terduduk mendengar kata Rianti jika Romo ingin menemuiku. Kehela napasku yang mendadak berat.     

Aku benar-benar penasaran kenapa Romo, dan Biung ingin bertemu denganku. Apakah ini ada kaitannya dengan rapat desa yang akan diadakan nanti siang?     

Mengabaikan pemikiran-pemiran yang ada di otakku, aku langsung bersiap untuk mandi. Kemudian pergi menemui orangtuaku. Mumpung Ningrum masih tidur. Sebab aku ndhak mau, dia akan menjerit seperti apa yang dilakukan Rianti, kalau aku masuk kamar lagi tanpa mengenakan busana. Nanti dia pikir, kalau aku hendak memperkosanya. Padahal, aku sudah terbiasa ganti baju di kamar. Aku bergegas pergi, setelah merasa siap, keluar dari kamar dan menuju tempat orangtuaku berada.     

"Ada apa, Romo?" tanyaku, saat masuk ke dalam ruang kerja Romo. Romo tampak sedang duduk bersama Biung, keduanya sepertinya sedang menikmati teh. Aku tersenyum simpul, tatkala melihat seorang abdi dalem baru keluar dari balai kerja Romo sambil membawa nampan, kemudian aku berjalan di dekat Romo, dan Biung.     

"Oh, sudah di sini. Sini....," kata Romo, melambaikan tangannya kepadaku seolah menyuruhku untuk duduk. "Ini lho, Biungmu ingin bicara sedikit denganmu. Padahal sebenarnya, percakapan ini bakal ndhak penting."     

Kukerutkan keningku mendengar ucapan Romo itu, kemudian aku pun duduk di antara mereka "Bicara? Apa, Biung?" kini pertanyaan itu kulemparkan kepada Biung.     

Biung tersenyum, kemudian dia meraih tanganku. Menciumnya dengan sayang kemudian menaruh tanganku di pipinya.     

"Putraku, sudah cukup matang, rupanya...," katanya, yang berhasil membuatku bingung bukan kepalang. Aku curiga dengan penuturan Biung, sebab pasti ini adalah pertanda yang ndhak mengenakkan hati.     

Apa sebenarnya yang akan dikatakan Biung?     

"Kenapa kamu dengan Puri? Apa ada yang salah? Apa kamu ndhak jatuh hati kepadanya, Juna?" tanya Biung. Yang berhasil membuatku tambah bingung.     

"Kok jatuh hati sama Puri. Biung—"     

"Sudah, kamu ndhak usah bohongi Biung. Biung sudah paham kamu ini seperti apa. Sikap kasarmu dengan Puri, benar-benar mengingatkan Biung dengan romomu, Romo Nathan. Benar-benar sama persis," ucapnya lagi.     

Aku langsung kaget, benar-benar bingung dengan ucapan Biung. Jujur, aku ndhak tahu bagaimana kisah cinta antara Biung, dan Romo Nathan dulu, yang meski sampai saat ini sering digembar-gemborkan oleh para abdi dalem sebagai cinta paling manis sepanjang masa, dengan rasa asam karena sikap-sikap ketus, nan kejam Romo kepada Biung. Namun aku sendiri juga tahu betul, jika perlakuanku kepada Puri benar-benar jauh dari kata perlakuan kejam karena hendak mencuri hati. Tentu saja bukan itu!     

"Biung, bukan karena aku ketus kepadanya lantas Biung memukul rata jika apa yang kulakukan sama seperti apa yang Romo Nathan lakukan kepada Biung dulu. Sebab kami jelas berbeda, Biung," jawabku. Aku benar-benar ndhak habis pikir dengan jalan pikiran Biung. Aku ndhak mencintai Puri, apakah hal itu ndhak cukup jelas untuk Biung bisa melihatnya? Apakah perlakuanku kepada Puri ndhak cukup membuat Biung sekadar melihat bagaimana bencinya aku? Atau paling endhak seperti ini, apakah Biung sama sekali ndhak tahu seperti apa Puri ini yang sebenarnya?     

"Arjuna—"     

"Larasati, sudahlah. Semua itu berbeda. Apa kamu paham?" kini Romo Nathan yang berbicara. "Arjuna terhadap Puri, itu murni karena dia ndhak suka. Karena Arjuna jengah, Larasati. Mata putra kita, masak kamu ndhak bisa melihat bagaimana? Jijik dan pura-pura benci kepada perempuan yang dicinta itu jelas berbeda, lho. Berbeda jauh," kata Romo Nathan menengahi, aku masih diam, melirik Romo yang kini tengah menyesap tehnya. Dadaku berdesir hebat, rahangku mengeras, namun aku ndhak berani mengatakan apa-apa lagi.     

"Lantas siapa, Kangmas? Jika Kangmas pikir aku salah. Lantas siapa perempuan yang dicintai oleh Arjuna? Apa Kangmas tahu?" tanya Biung tampak mulai frustasi. "Sudah sebesar ini, dan aku tahu jika dia adalah putraku. Namun kenapa, Kangmas, dalam perkara hati, dia ndhak mau sedikit saja terbuka kepada biungnya? Apakah ndhak pantas jika aku menjadi pendengar resah hatinya? Apa ndhak pantas aku sebagai Biung untuknya meluapkan isi hatinya? Jika iya dia telah memiliki kekasih hati, kenapa sampai detik ini ndhak pernah ia bawa ke sini. Kangmas, jika kamu tahu siapa perempuan yang ia cintai, katakan kepadaku. Katakan, Kangmas! Apa Kangmas tahu siapa dia?"     

"Ya," jawab Romo Nathan. Dan itu berhasil membuat dadaku terasa sesak.     

Apa maksud dari Romo menjawab itu? Apa benar dia benar-benar tahu siapa perempuan yang kucinta?     

"Siapa, Kangmas? Katakan kepadaku siapa?" tanya Biung tampak ndhak sabaran. Emosinya mulai ndhak beraturan. Entah kenapa, setelah Manis hendak menikah, Biung menjadi seperti ini. Begitu mendesaakku seolah-olah ingin aku lekas menikah juga. Padahal jujur, aku belum mau untuk itu.     

"Biung, ada apa toh ini? Kenapa Biung begitu penasaran dengan perempuan yang kucinta? Bukankah sebelumnya Biung ndhak seperti ini? Biung biasa saja dan santai-santai, toh?"     

"Kenapa kamu harus bertanya dengan jawaban yang sudah ada di depan mata, Sayang? Kamu tahu apa ucapan dari putra kita? Dia, ndhak suka disentuh dan menyentuh siapa pun yang endhak dia cinta. Itu, jawabannya cukup jelas, bukan?" kata Romo lagi. Kutundukkan wajahku sebab aku benar-benar resah ndhak karuan.     

Bagaimana jika Romo Nathan benar-benar tahu? Bagaimana jika setelah ini Biung akan tahu? Sebab bagaimana pun, lusa... lusa Manis akan menikah dengan Minto. Bagaimana ini, Gusti?     

"Siapa, toh, Kangmas, siapa? Beritahu aku."     

"Itu bukan ranahku untuk mengatakannya. Lagi pula kurasa, lebih baik kamu ndhak perlu tahu dulu perkara ini. Ndhak ada gunanya."     

"Ndhak ada gunanya apa, toh, Kangmas?" paksa Biung. Aku baru tahu jika Biung bisa sefrustasi ini. Ada apa? Apa Biung curiga sesuatu?     

"Biung, Biung mendapat kabar burung apa? Kenapa Biung sampai serisau ini?" tanyaku pada akhirnya.     

Biung pun menangis. Dan itu benar-benar membuatku kebingungan karena tingkah Biung yang aneh itu.     

"Ada kabar yang ndhak enak. Dan Biung ingin memastikan sesuatu."     

"Kabar apa, Biung, katakan kepadaku. Jika ada kabar tentangku, bukankah seharusnya Biung bertanya langsung kepadaku agar Biung tahu jawaban dari kerisauan Biung?" kubilang. Kuraih tangan Biung, dan kucium tangan Biungku ini. Aku tahu, Biung adalah perempuan paling tenang, dan aku ndhak mau ketenangannya terganggu hanya karenaku.     

"Kamu ndhak mencintai perempuan yang sudah bersuami lagi, toh?" tanyanya. Memandangku dengan rasa khawatir, dan cemasnya itu.     

"Biung percaya sama Arjuna. Arjuna ndhak akan pernah berhubungan dengan perempuan yang seperti Biung pikirkan. Arjuna ndhak akan pernah menyakiti perasaan Biung, dan Romo. Kecuali...."     

"Kecuali apa, Arjuna?"     

"Kecuali perempuan yang kucintai mungkin menikah dengan orang lain," kujawab pertanyaan Biung itu dengan hati hancur. Bisa kulihat, Biung tampak terdiam beberapa saat. Aku ndhak tahu, apa yang ada di benak Biung. Dan apa yang ada di benak Romo Nathan sekarang. "Ah, sudahlah... jangan bahas masalah yang ndhak berguna ini. Dari pada Biung sedih ndhak jelas. Bukankah lebih baik Biung berada di rumah Manis sekarang? Membantu karena acara sudah dekat? Arjuna ada pertemuan dengan warga kampung. Arjuna mau mandi dulu kemudian sarapan, dan berangkat. Titip Ningrum, ya."     

Aku hendak pergi, kemudian Romo menepuk bahuku. Seolah ingin mengatakan sesuatu. Kupandang wajah Romo yang tampak keruh itu. Tumben, biasanya ndhak pernah seperti itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.