JURAGAN ARJUNA

BAB 35



BAB 35

0"Jadi Paklik ke rumah dulu apa kuantar pulang?" tanyaku.     
0

Paklik Sobirin tampak meringis. Tadi, kata mantri luka yang diperoleh Paklik Sobirin itu cukup dalam. Lumayan serius kalau ndhak dirawat benar-benar, aku ndhak bisa bayangkan bagaimana reaksi Bulik Amah tatkala tahu jika suami tercintanya ini terluka. Sebab aku tahu betul tabiat Bulik Amah, mungkin karena rasa cintanya yang begitu mendalam kepada Paklik Sobirin membuatnya terlalu merasa cemas berlebihan tatkala Paklik Sobirin mengalami apa pun. Lebih-lebih, luka yang menurutku cukup parah ini.     

"Di rumah Juragan saja, Juragan. Besok pagi saya pulang," jawab Paklik Sobirin. Benar juga, nanti kalau dipulangkan bakal repot. Bulik Amah bekerja di rumah hampir 24 jam, kalau Paklik Sobirin pulang, lantas siapa yang akan merawatnya.     

Kupapah dia kemudian kududukkan di kursi tamu. Sementara itu dari dalam tampak Romo Nathan datang.     

"Lho, ada apa dengan Kakek peyot ini? Apa dia akan segera mati?" tanya Romo.     

Romo ini benar-benar, sudah jelas melihat Paklik Sobirin jalannya saja aku papah. Kok ya tega benar masih mengata-ngatai dengan sekasar itu. Ndhak kasihan ini lho, tua-tua seperti ini, kan, dia abdi dalemnya juga. Abdi yang palings setia, malah. Setelah Mbah Marji, sang abdi dari Romo Adrian.     

Paklik Sobirin tampak mendengus, lalu dia menujuk mata kakinya yang telah diperban oleh mantri tadi.     

"Kaki saya, Juragan. Terluka, parah," jawabnya, sedikit ketus. Rupanya, Paklik Sobirin sangat dekat dengan Romo, buktinya ndhak ada takut-takutnya sama sekali dengan Romo. Lihat saja bagaimana ekspresi, dan nada bicaranya tatkala ketus dengan Romo, persis seperti Biung waktu marah dengan Romo. Gusti, benar-benar lucu sekali.     

"Oh, hanya itu? Ndhak diamputasi sekalian? Sayang sekali, kurang mendebarkan itu. Aku saja yang melihat ndhak merasa sakit sama sekali. Apa lagi prihatin."     

"Juragan!" kata Paklik Sobirin.     

Aku nyaris tertawa tatkala mendengar ucapan Romo seperti itu. Terlebih sentakan marah Paklik Sobirin. Lihatlah, betapa merah wajah Paklik Sobirin sekarang karena kesal dengan Romo. Bisa kubayangkan, selama hidupnya mengabdi dengan Romo, pasti Paklik Sobirin harus ekstra mendapat sabar. Kalau endhak, bisa-bisa kena penyakit darah tinggi.     

Romo Nathan memandang ke arahku, kemudian dia menghela napas panjang. Kurasa, yang dituju sedari tadi adalah aku. Bukan Paklik Sobirin. Membuat strategi Paklik Sobirin emosi, adalah salah satu tujuannya. Agar Paklik Sobirin dengan senang hati ndhak mau dekat-dekat dengannya. Dasar, akal bulus Romo Nathan ada-ada saja.     

Dan setelah kuantar Paklik Sobirin ke kamarnya, Romo Nathan terus mengikutiku. Berdiri di sampingku, kemudian masih saja mengikutiku sampai aku hendak masuk ke dalam kamar. Setelah aku tahu jika benar Romo ingin bercakap denganku, aku mencari tempat kiranya tenang. Memandang Romo sambil menghela napas dalam-dalam.     

"Romo sudah tahu...," katanya. Kukerutkan keningku ndhak paham, sambil memandang wajah bagus Romo Nathan. Bahkan di usia senjanya ini, Romo tampak ndhak berubah. "Pertengkaranmu dengan Biungmu, Romo sudah tahu."     

Aku kaget tatkala Romo Nathan mengatakan itu. Apakah Biung mengadu kepada Romo perihal kejadian tadi? Dasar Biung, bisa endhak barang sekali saja. Jika ada perkara dengan anaknya sedikit saja ndhak usah mengadu kepada Romo? Jadinya selalu seperti ini, sudah capek-capek dimarahi Biung, dan diceramahi. Ditambah pula dengan dengan Romo Nathan. Untung aku memiliki Romo sebaik Romo Nathan, coba kalau romoku cerewet? Bisa-bisa kupingku berasap karena ocehan orangtuaku.     

"Ndhak usah dibahas, Romo. Ndhak penting," kujawab. Sambil tersenyum kecut kepada Romo Nathan.     

Aku hendak pergi, tapi Romo Nathan menepuk bahuku, sepertinya dia sadar akan satu hal. Mungkin dia pikir aku telah kecewa kepadanya atau apa. Padahal, bukan sama sekali.     

"Maafkan Biungmu. Dia hanya terbawa emosi saja, toh. Ndhak ada maksud dari Biungmu untuk berkata macam-macam. Sejatinya kamu sendiri sudah tahu, siapa Kangmas Adrian di hati Biungmu, toh? Ndhak perlu kamu ragukan lagi."     

Aku tergugu mendengar ucapan Romo Nathan seperti itu. Mataku mendadak terasa begitu panas. Hatiku tiba-tiba merasa sangat bersalah karenanya. Memaksa Romo Adrian untuk tetap berada di tempat terindah dalam hati Biung, sama saja dengan mencabik-cabik hati Romo Nathan, dan menyisakan banyak luka.     

Aku pun tersenyum kecut, sebelum membalas ucapan Romo. Kutundukkan wajahku dalam-dalam, kemudian kupandang lagi wajah lelah Romo Nathan.     

"Aku ndhak ragu, Romo. Hanya saja... kurasa, terlalu ndhak pantas jika Biung berkata telah menyesal menikahi Romo Adrian, yang berarti dia juga telah menyesal melahirkanku ke dunia ini," jelasku. Sebab sungguh, sungguh demi Gusti Pangeran. Aku sama sekali ndhak ada niat untuk menyakiti Romo Nathan, hanya saja perkataan Biung benar-benar membuatku merasa, jika aku terlahir atas kesalahan yang telah disesalinya. Dan itu benar-benar membuatku terluka.     

"Bukan... bukan seperti itu...," kata Romo Nathan lagi. "Dia hanya ndhak ingin kamu mempermainkan perempuan, itu saja, ndhak lebih. Dan kurasa, itu adalah perumpamaan yang dijabarkan oleh Biungmu. Bukan berarti Biungmu benar-benar telah menyesal karena melahirkanmu. Endhak sama sekali, biungmu hanya ingin kamu ndhak melakukan kesalahan, dan kecerobohan yang sama seperti apa yang dia, dan Kangmas Adrian lakukan dulu. Apa kamu paham posisi seperti itu?" kata Romo, mencoba untuk menjabarkan agar aku mengerti. "Memberi pengertian, bukan karena dia benar-benar telah menyesal," ulangnya lagi.     

"Maksud Romo?" tanyaku yang semakin ndhak paham. Apa yang disesali? Apakah kesalahan Romo Adrian, dan Biung separah itu dulu?     

"Kamu tahu, toh, tentang cerita kelam Biung, dan Romomu dulu? Ketika Biungmu harus menjadi seorang simpanan?" tanya Romo Nathan tampak hati-hati.     

Kudengar Paklik Sobirin tampak berdehem, mungkin dia sungkan. Atau merasa, ini bukanlah ranahnya untuk mendengar. Dia pula, katanya kakinya lagi sakit. Gemar benar keluar kamar. Malah membuatku, dan Romo Nathan sungkan. Kemudian dia melangkah pelan-pelan, melewatiku, dan Romo Nathan, kembali ke kamarnya sambil menutup pintu kamarnya pelan-pelan.     

"Dulu, Kangmas Adrian telah memiliki dua istri sebelum ia mengutarakan perasaannya kepada Biungmu...," kata Romo Nathan yang berhasil membuatku terdiam. "Dan karena hubungan diam-diamnya dengan Biungmu mengubah semuanya, memisahkan Romo Adrianmu dengan dua istrinya, bahkan membuat anak-anak mereka kehilangan seorang Biung. Mungkin saat kamu membahas ingin mengawini Ningrum, Biungmu menjadi sensitif. Karena mungkin kamu dianggap main-main dengan Ningrum yang berakibat kelak kamu akan menyakitinya. Biungmu ingat betul lho, saat kamu mengakui jika kamu telah berhubungan dengan perempuan, dan kamu bilang kamu jatuh hati kepadanya. Lantas, di mana gerangan perempuan itu berada? Ndhak sekali pun kamu punya niatan untuk membawanya ke sini? Memperkenalkannya dengan kami? Saranku, Juna... jangan pernah bermain hati, jika kamu ndhak ingin menyakiti. Pilihlah pasangan sesuai apa yang hatimu inginkan. Jangan karena terpaksa atau sebagai pelampiasan semata, apa kamu paham?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.