JURAGAN ARJUNA

BAB 127



BAB 127

0Setelah perjalanan yang cukup lama, akhirnya kami sudah sampai tepat di alamat Bulik Ella. Rumahnya cukup bagus, sangat bagus malah sebab model rumahnya adalah model rumah modern khas rumah orang kota.     
0

Untuk sesaat bisa kulihat dengan jelas, kalau Suwoto dan Paklik Sobirin terpukau dengan model rumah Bulik Ella.     

"Waduh bagus benar rumah ini. Seperti rumah-rumah orang londo (belanda) zaman penjajahan dulu, iya, toh? Pantas saja kalau anaknya sangat angkuh, terlahir dari keluarga yang benar-benar kaya seperti ini," celetuk Paklik Sobirin.     

Tapi, tujuanku ke sini bukan untuk mengagumi rumah Bulik Ella, pun dengan memaklumi sifat congkak dari Puri. Terlebih, setelah kejadian Rianti. Aku benar-benar ndhak habis pikir, bagaimana bisa Puri melakukan hal serendah, dan sekotor itu. Apa yang telah ia lakukan, benar-benar ndhak melambangkan lahir dari mana dia waktu dulu.     

"Mau di luar seperti ini terus, atau masuk?" tanya Manis, yang berhasil membuatku, Paklik Sobirin, dan Suwoto agaknya kaget.     

Kemudian aku berjalan lebih dulu, menuju ke arah pintu rumah Bulik Ella. Besar, itu adalah yang bisa kugambarkan untuk ukuran sebuah pintu utama sebuah rumah.     

Kuketuk pintu itu dengan sedikit kencang, sebab aku takut, jika nanti barangkali Bulik Ella ndhak mendengarkan. Sebab, rumahnya yang terlampau besar.     

"Permisi! Bulik Ella!" kini giliran Manis yang berseru setelah beberapa ketukanku ndhak digubris sama sekali.     

Apa orangnya ndhak ada di rumah, ya? Apa mereka sedang pergi? Atau malah mereka sedang tidur, itu sebabnya mereka ndhak mendengar? Melihat rumah sebesar dan semewah ini, ndhak mungkin kalau mereka ndhak memiliki seorang abdi barang satu saja. Terlebih katanya, suami dari Bulik Ella adalah seorang Juragan.     

"Kulanuwuuun!" (ucapan salam khas jawa) teriak Suwoto yang agaknya ndhak sabaran. Dia terus mondar-mandir seperti setrikaannya Bulik Sari, sembari terus bergumam ndhak karuan. "Begini lho kalau rumah besar tapi penghuninya sedikit, dipanggil sampai pita suara kita putus saja mereka ndhak bakal dengar!" gerutunya.     

Aku tersenyum saja mendengar ucapan itu, iya aku paham perkara ucapan Suwoto. Itu sebabnya aku memiliki mimpi memiliki rumah yang mungil untuk kutempati bersama Manis, Ningrum, dan adik-adik ningrum nanti. Selain karena aku suka, rumah mungil itu praktis, sederhana, dan ndhak ruwet.     

Ndhak lama setelah itu, pintu besar bercat putih itu pun terbuka. Seorang wanita seusia Biung keluar dari sana sembari menata rambut ikalnya yang ia gerai. Dia tampak terkejut, melihat keberadaanku dan rombongan. Iya, dengan rombongan. Bagaimana endhak, berkunjung saja membawa tiga orang ikut serta. Aku jadi sungkan sendiri dibuatnya malah.     

"Lho, Arjuna? Putra dari Larasati?" kata Bulik Ella.     

Aku hanya mengsem, mengiyakan ucapannya itu. Mau bagaimana lagi, bingung juga rasanya kalau sudah bertemu seperti ini. Kalian pasti tahu posisiku, toh? Di saat kita di rumah sudah niat untuk memberitahu tentang kejelekkan anak dari seseorang, tapi di sisi lain, orangtuanya teramat baik kepada kita.     

"Lho... lho, ada apa ke sini? Duh Gusti, senang benar aku lho ini, kamu mau main ke rumah Bulik..," katanya kemudian, yang membuatku bertambah-tambah sungkannya. "Duh Gusti, penganti baru. Ayo... ayo masuk," ajaknya. Sembari menarik tangan Manis dengan lembut untuk masuk ke dalam rumah. Aku dan Manis hanya diam, benar-benar diam dengan perasaan canggung kami. Tapi, hati kami seolah saling mengerti. Apa yang akan kita lakukan setelah ini?     

Dan dari semua pertanyaan itu adalah, hanya ada satu jawaban. Yaitu, ndhak tahu. Aku benar-benar ndhak tahu!     

"Oh ya, bagaimana kabar Biung, dan Romomu? Baik-baik saja, toh?" tanyanya lagi, setelah kami duduk di kursi yang terbuat dari busa. Sementara Paklik Sobirin dan Suwoto, memilih untuk duduk di luar, sembari menikmati kopi.     

"Baik, Bulik... semuanya baik-baik saja."     

"Gusti, syukurlah. Aku ini sebenarnya rindu, ingin bertandang lagi ke sana. Tapi, Paklikmu ini, lho, sibuk benar kerjaannya. Ndhak bisa ditinggal barang sebentar," jelasnya kemudian.     

Seorang abdi dalem datang, sambil membawa cemilan ringan, bersama dengan minumannya. Ndhak lupa juga, buah-buahan segar, sepertinya baru saja dipetik. Mungkin dari kebun Bulik Ella sendiri.     

"Jadi, kalian ada perlu apa? Mau bertanya apa? Atau butuh apa dari Bulik ini, katakan?" tanyanya kemudian. Sebab aku yakin, Bulik Ella pun ndhak akan percaya kalau aku tibat-tiba datang ke rumahnya tanpa ada maksud dan tujuan. Sebab bagaimanapun, meski dia adalah kawan baik Biung, ini adalah kali pertama aku bertandang (berkunjung) ke rumahnya.     

Lama, aku belum menjawab. Sembari melirik Manis yang tampak diam membisu. Ndhak seperti biasanya yang cerewet, tapi aku pun yakin, jika sejatinya Manis lebih sungkan dari pada aku. Bagaimanapun, Kangmas Rianti adalah aku. Terlebih, asal mula masalah dengan Puri pun aku. Jadi, akulah yang harus berbicara jujur terlebih dahulu.     

"Ehm, jadi begini, Bulik, tujuanku bertandang ke sini adalah dengan maksud, dan tujuan tertentu...," kataku kemudian, Bulik Ella tampak tertawa. Ah, dasar aku ini, gemar benar berbasa-basi. "Ini ada hubungannya dengan putri Bulik, yaitu... Puri."     

Bulik Ella tampak mengerutkan keningnya setelah mendengar penuturanku itu. Sepertinya dia masih bingung dengan apa yang aku katakan.     

"Puri? Kenapa? Apa perkara dia yang jatuh hati denganmu waktu itu?" tanya Bulik Ella lagi.     

"Sebenarnya ini bukan perkara jatuh hatinya denganku semasa dulu, Bulik. Tapi, perkaranya dengan Rianti. Namun begitu, keduanya masih berhubungan. Mungkin, Puri agaknya menyimpan dendam denganku. Itu sebabnya dia ingin membagi dendamnya itu kepada Rianti," jelasku pada akhirnya.     

Bulik Ella benar-benar tampak kaget. Mungkin sekarang dia pikir, aku mengada-ngada, karena telah menjelek-jelekkan putri kesayangannya.     

"Bulik, bisakah aku menjelaskan tentang sebuah cerita kepadamu? Sebelum kamu mengambil sebuah keputusan atas apa yang telah aku ucapkan adalah benar atau salah," kemudian aku menata dudukku, sembari menghela napas panjang. "Saat ini, apakah Puri sedang berada di Jakarta, Bulik?" tanyaku, sebelum aku mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya. Sebab aku hanya ingin memastikan, di mana posisi Puri saat ini berada.     

"Iya, dia sedang berada di Jakarta. Baru dua bulan kira-kira, sebab dia sedang berkunjung ke rumah kawannya yang ada di sana, sembari ingin melupakan patah hatinya terhadapmu," jelas Bulik Ella.     

Sekarang, aku bisa tahu garis besarnya. Itu adalah alasan yang diberikan oleh Ella untuk pergi dari rumah, untuk menjalankan rencana jahatnya itu.     

"Bulik tahu apa yang dilakukan Puri tatkala di Jakarta?" Bulik Ella tampak menggeleng, pantaslah dia ndhak tahu apa maksud Puri bertandang ke Jakarta. Dasar aku ini, pertanyaan macam apa itu, toh. "Puri bertandang ke Jakarta, tujuannya, selain untuk bertemu dengan kawannya, adalah untuk menemui Rianti—adik perempuanku, Bulik," kubilang lagi.     

"Lho, menemui Rianti? Ada urusan apa gerangan sampai Puri menemui Rianti? Kurasa, mereka ndhak saling kenal, toh?" tanya Bulik Ella semakin penasaran.     

"Iya, mereka ndhak saling kenal. Dan ini adalah inti dari apa yang hendak aku sampaikan kepada Bulik," kulihat Bulik Ella tampak serius memandang ke arahku. "Puri bertandang ke Jakarta menemui Rianti, entah dengan bagaimana caranya Puri bisa berada dalam acara Universitas yang Rianti ikuti beberapa waktu yang lalu. Masalahnya di sini adalah, Puri menceritakan semua masa lalu Biung yang sangat menyakitkan dengan Romo Adrian, beserta musibah-musibah yang telah dialami Biung dulu. Mulai dari Biung merupakan seorang simpanan, mulai dari Biung dikucilkan, dan diusir warga kampung, diperkosa pemuda-pemuda ndhak tahu diri, sampai Biung mengandung aku, di luar nikah. Semua... semua Puri ceritakan kepada Rianti dengan sangat rinci. Padahal, hal ini sudah menjadi kesepakatan keluarga, kalau Rianti ndhak perlu tahu. Karena kami ndhak mau membuat Rianti menjadi sedih. Kami ingin memberikan sebuah keluarga yang utuh untuknya. Dan yang lebih kejam dari pada itu semua adalah...," kataku terhenti, jujur aku benar-benar takut mengatakan hal ini, aku takut jika Bulik Ella akan salah paham dengan ucapanku. "Maaf, Bulik, jika mungkin ucapanku ini sulit dipercaya oleh hati, akal, dan pikiranmu. Namun percayalah, aku berkata yang sesungguhnya, aku memiliki saksi atas itu semua. Dan yang terkejam dari itu semua adalah, Puri mengutus kelompok pemuda untuk merenggut kesucian Rianti tatkala acara mendaki gunung itu, Bulik. Namun rencananya digagalkan oleh seseorang. Akan tetapi, adikku... adikku ndhak selamat dari musibah itu. Ada pemuda lain yang ndhak bertanggung jawab telah merenggut mahkota adikku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.