JURAGAN ARJUNA

BAB 130



BAB 130

0"Sudah, sudah... ndhak akan ada gunanya, bercakap panjang lebar dengan perempuan ini. Kalau kamu ndhak anaknya Bulik Ella, entah sudah kuapakan kamu sedari tadi. Tapi untuk sejenak melihat peringai aslimu seperti itu, membuatku ndhak jadi marah. Malah kasian kepadamu. Karena apa?" kataku yang sengaja kugantung. "Karena kamu benar-benar terlihat sangat kasihan. Hidupmu tampak jelas ndhak bahagia. Sampai kamu mencari kebahagiaan dari orang-orang lain. Dan bahkan, mencari kebahagiaan itu, dengan menyakiti orang lain. Apa toh yang kurang dari keluargamu? Kamu kurang cinta? Perhatian? Kasih sayang? Atau waktu yang luang yang diberikan keluargamu untuk menghabiskan hari-hari mereka denganmu? Jika iya, seharusnya kamu mengutarakan ini kepada mereka. Bukan malah mencari pelampiasan, dan menyakiti orang lain atas masalahmu sendiri."     
0

Aku langsung mengambil beberapa barangku yang sedari tadi kutaruh meja, kemudian kugenggam tangan Manis.     

"Bulik, sepertinya aku harus pamit. Tujuanku untuk bertandang ke tempatmu adalah untuk mengatakan hal tadi. Ndhak ada niat sedikit pun untukku untuk menyakiti Puri, terlebih menamparnya. Jadi, maafkanlah perbuatanku tadi, dan kiranya aku telah menyakitinya selama ini. Maaf sekali lagi, jika aku ndhak bisa menjadikan Puri sebagai istriku, dulu. Tapi ketahuilah, sejatinya di mataku, sebelum kejadian Rianti, Puri telah kuanggap sebagai perempuan yang sangat menarik. Dia telah kuanggap sebagai adik perempuanku sendiri yang manja," kataku sembari tersenyum hambar. "Namun sekarang, pandanganku kepadanya rupanya telah berbeda. Dia bukan lagi semanis itu. Sekarang di mataku, dia ndhak ubahnya seorang perempuan berhati busuk, dan perempuan paling congkak sedunia. Tapi, Bulik, apa toh penuturanku ini. Seperti apa katanya, aku ini hanyalah pemuda dari hubungan terlarang kedua orangtuaku. Aku adalah anak haram, terlebih dulu dari lahir dari rahim seorang simpanan. Akan tetapi, Bulik, seburuk apa pun biungku dulu, serumit apa pun kisah cinta biung, dan romoku dulu. Aku, ndhak pernah sedikit pun merasa malu. Bahkan aku merasa bangga, sebab aku lahir di dunia, dari rasa cinta yang teramat besar dari mereka. Bahkan sampai romoku rela mengorbankan nyawanya demi melindungiku, dan Biung dulu,"     

Air mata Bulik Ella langsung mengalir, kemudian dia memelukku erat-erat. Aku ndhak tahu kenapa, air mataku ikut tumpah karenanya. Manis melepaskan genggamanku, seolah memberiku celah untuk membalas pelukan dari Bulik Ella.     

"Bulik tahu, Arjuna... Bulik tahu. Bulik tahu apa pun yang telah dialami oleh biungmu dulu. Sebab bagaimanapun, Bulik adalah salah satu saksi hidup untuk itu. Dan oleh karenanya, Bulik paling membenci orang-orang yang menjelek-jelekkan biungmu, siapa pun itu orangnya. Jadi, Arjuna, sejatinya, di mataku, dan di mata semua orang, Juragan Adrian adalah pecinta sejati yang akan terus menggenggam bara cintanya yang abadi sampai mati. Dan kamu, lambang dari semua itu."     

"Iya, Bulik, aku tahu," kubilang. ���Sekarang, aku pamit dulu, Bulik. Terimakasih telah memperbolehkanku, dan istri mampir. Dan terimakasih telah mendengar semua keluh kesahku di sini."     

"Kamu hati-hati, ya. Jaga istrimu juga," kata Bulik Ella. Mengelus lembut lengan Manis, dan aku sekilas, kemudian berjalan melewati Puri yang masih mematung di tempatnya.     

Kulihat dengan ekor mataku, jika saat itu Puri nyaris ndhak bergerak dari sana. Namun untuk kemudian, dia langsung masuk sembari berlari, masuk ke dalam kamarnya sembari membanting pintu kamarnya.     

Dan aku, ndhak mau tahu lagi tentang Puri. Sebab kelakuannya, telah membuatku angkat tangan karenanya. Dia adalah anak orang, dan kurasa bukan menjadi tanggung jawabku untuk mengajarinya. Selama dia ndhak mengusik hidup adiku lagi, maka selama itu aku ndhak akan menganggap keberadaannya ada.     

Aku, Manis, Paklik Sobirin, dan Suwoto langsung masuk ke dalam mobil. Kemudian, kulihat Suwoto yang tampak gusar sesekali melihat ke arahku.     

"Kenapa kamu memandangku dengan pandangan seperti itu, Suwoto? Apakah ada yang kamu tutupi dariku selama ini?" selidikku.     

Mata Suwoto langsung melebar, kemudian dia memasang senyum kaku. Entah, apa maksud dari gerak-geriknya itu, yang jelas dia benar-benar mencurigakan.     

"Oh, ndhak apa-apa, Juragan. Saya benar-benar masih menyelidiki perkara pemuda yang telah melakukan tindakan jahat itu."     

Aku langsung mengerutkan keningku, tapi tiba-tiba pikiranku teralih kepada Manis. Istriku, tampak diam membisu seolah tengah memikirkan suatu perkara yang benar-benar berat. Entah, perkara apa itu sampai membuatnya serisau itu. Terlebih, setiap kali aku melihat wajah Manis, hal yang selalu kuingat adalah, ucapannya kepada Puri. Perkara jika ia telah melihat semua kejadian yang telah terjadi waktu itu.     

Sejenak, kugenggam erat tangan Manis. Semua rasa bersalah membuncah jadi satu. Rupanya, dia telah tahu semuanya. Kedekatanku dengan siapa pun, dan apa saja yang telah kulakukan kepada mereka. Namun hebatnya, istriku ini tetap begitu tegar seolah semuanya ndhak pernah terjadi. Dia berdiri kokoh di sampingku tanpa ada niatan untuk pergi. Gusti, terimakasih telah memberiku istri seperti Manis. Jikalau istriku bukan dia, bakal seperti apa biduk rumah tanggaku ini, Gusti? Pasti secuil kesalahanku saja, akan diungkit-ungkit tatkala kami bertengkar nanti. Kalau dilihat seperti ini, aku merasa jika Gusti Pangeran telah begitu baik hati kepadaku. Jika endhak, mana mungkin jodohku adalah dia.     

"Ada apa, Kangmas?" tanya Manis, yang rupanya sedari tadi telah menatap heranku. Yang agaknya telah senyum-senyum sendiri dengan cara yang ndhak jelas. Duh Gusti, karismaku sebagai seorang Juragan, dan suami pasti akan anjlok gara-gara ini. Rasanya benar-benar malu sekali.     

"Terimakasih, Sayang," jawabku pada akhirnya, sembari mengulum senyum. Tapi, dia malah menarik sebelah alisnya, menjauhkan tubuhnya dariku. Apakah senyumku yang menawan ini adalah perkara aneh untuknya saat ini?     

"Kamu aneh," gerutunya. Iya, toh, pasti dia akan bilang seperti itu.     

Mbok ya kalau suami sudah bersusah payah membuat suasana romantis itu dia ikut romantis juga. Ndhak malah bilang kalau apa yang kulakukan adalah perkara yang aneh. Dasar, kenapa bisa aku menikah dengan perempuan paling ndhak peka sedunia ini, Gusti. Kenapa!     

"Pasti mau minta jatah, iya, toh?" selidiknya lagi. Aku langsung mendelik. A... apa? "Aku tahu tabiatmu, Kangmas. Kamu itu hanya akan manis kepadaku kalau ada maunya saja. seperti minta jatah, seperti itu."     

"Manis...," geramku yang tampaknya hilang sabar. Apakah di matanya, aku ini laki-laki yang hanya mementingkan nafsu, iya? Apakah dia pikir aku suami yang seperti itu? Terlebih, bisa-bisanya dia mengatakan hal itu di depan Paklik Sobirin, dan Suwoto. Dan membuat mereka cekikikan jelek karena ucapan dari Manis itu. "Kamu tahu ndhak, jawaban dari penjumlahan satu tambah satu itu berapa?"     

Manis langsung mengerutkan kening, sepertinya, dia benar-benar semakin bingung denganku.     

"Kenapa? Kok tiba-tiba bertanya hal itu setelah mendengus sambil memanggil namaku, Kangmas?" tanyanya semakin penasaran.     

"Jawab saja, satu tambah satu jawabannya berapa, Sayang?" tanyaku yang mengabaikan ucapannya yang ndhak jelas itu.     

"Ya dualah, Kangmas. Memangnya berapa lagi? Sebelas?"     

"Salah!"     

"Lho, kok salah?" tanyanya bingung.     

"Oh, saya tahu, Juragan! Dulu—"     

"Diam! Aku ndhaks edang bicara denganmu!" ketusku kepada Paklik Sobirin. Orangtua itu, ndhak melihat situasi benar, berani-beraninya dia menganggu pacaranku dengan Manis.     

"Satu tambah satu itu sama dengan...," kataku yang sengaja kugantung. "Aku cinta kamu,"     

Hening, ndhak ada ekspresi yang ditampilkan oleh Manis selain datar. Ndhak ada terkejut, ataupun senang. Dan itu benar-benar membuatku bertambah jengkel. Aku pun memilih memalingkan tubuhku, rasanya benar-benar malu, terlebih tatkala ditertawai oleh Paklik Sobirin juga Suwoto.     

Namun kemudian, kepala Manis bersender di bahuku, kemudian dia berbisik, "aku juga cinta kamu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.