JURAGAN ARJUNA

BAB 128



BAB 128

0Sejenak, suasana menjadi hening. Dan aku yakin, jika Bulik Ella ndhak mungkin akan percaya ucapanku. Biar bagaimanapun, Puri adalah anak perempuannya, anak satu-satunya yang pasti perilakunya akan sangat manis tatkala berkumpul dengan orangtuanya.     
0

"Bulik, jujur, aku juga ndhak enak untuk cerita semua ini kepadamu. Biar bagaimanapun Puri adalah anakmu. Dan kurasa, ndhak ada satu orangtua pun di dunia ini yang akan terima jika anaknya dijelek-jelekkan oleh orang lain. Namun, Bulik, apa yang kukatakan kepadamu adalah sebuah kenyataan. Bahkan aku telah memiliki saksi jika Bulik ndhak percaya."     

"Bukan... bukan, bukan karena aku ndhak percaya...," kata Bulik yang berhasil membuatku bingung. Apakah dia percaya denganku? Dengan ucapanku? Bulik Ella tampak tersenyum, kemudian dia menggeser duduknya. "Jujur, tabiat Puri sedari kecil memang seperti itu. Selalu ingin menang sendiri, dan ndhak mau kalah dengan kawan-kawannya. Apa pun yang dia inginkan harus didapatkan, apa pun caranya. Mungkin, semua ini karena didikan Eyang Kakung, dan Putrinya. Maklum, cucu pertama di keluarga suamiku, jadi selalu dijadikan Ndoro Putri kesayangan semua orang."     

Oh, jadi seperti itu, toh, ceritanya. Pantas saja Puri memiliki sifat yang teramat buruk seperti itu. Terlalu dimanja sedari kecil, jadinya sangat egois.     

"Tapi untuk kali ini, kurasa Puri sudah sangat keterlaluan. Bagaimana bisa, toh, dia berlaku seperti itu dengan Rianti. Dan jujur, Arjuna, Bulik sama sekali ndhak pernah bercerita perkara masa lalu biungmu, juga masa lalumu dengan Puri. Bulik jadi bingung, dari siapa gerangan dia sampai tahu rahasia itu?"     

"Jadi, perkara itu bukan dari Bulik Puri tahunya?" tanyaku memastikan. Bulik Ella tampak menggeleng. Bajingan, benar, siapa yang telah mengatakan ini kepada Puri? Sampai membuat Puri tahu, dan menjadikan ini sebagai guyonan kepada Rianti yang ndhak tahu apa pun tentang perkara ini. Amarahku semakin membuncah setiap kali mengingat wajah menyebalkannya Puri.     

"Bukan, Arjuna. Jika benar Puri memiliki rencana untuk membuat hancur mahkota Rianti, maka anak satu itu harus diberi pelajaran. Itu sudah tindakan yang di luar batas, dan ndhak pantas untuk dilakukan oleh manusia. Duh, Gusti... aku benar-benar ndhak habis pikir, bagaimana bisa anakku menjadi seperti ini, toh,"     

Bulik Ella langsung menangis sesugukan, membuat Manis langsung memeluknya agar seendhaknya bisa tenang. Aku pun ndhak tahu, harus bagaimana, dan harus berbuat apa. Sebab bagaimanapun, aku sendiri juga ndhak bisa percaya. Bagaimana bisa, seorang Biung yang teramat baik seperti Bulik Ella, bisa memiliki anak yang hatinya benar-benar busuk     

"Bulik yang sabar, toh. Aku tahu ini teramat berat untuk Bulik. Tapi bagaimanapun, ini adalah kenyataannya. Jadi, anggap aja jika ini semua adalah sebuah cobaan. Dan kita juga harus mencari celah, bagaimana bisa Puri bersikap seperti ini. kita cari jalan tengahnya, Bulik."     

Bulik Ella pun mengangguk, sembari mengusap air matanya dengan kasar. Manis langsung mengelus-elus punggung Bulik Ella, kemudian dia memandang ke arahku.     

"Sebenarnya, niatku ke sini hanya ingin mengatakan perihal ini saja, Bulik. Aku ndhak berharap kalau Bulik akan memukul, atau menegur Puri. Sungguh, aku sama sekali ndhak ingin hubungan anak—Biung akan menjadi berantakan hanya karenaku, karena adikku," jelasku pada akhirnya.     

Tapi, ndhak berapa lama, sosok Puri pun datang. Sembari membawa tas, dia masih dengan gaya anehnya itu. Pakaian yang ia kenakan itu aneh, jenis pakaian kekurangan bahan dan benar-benar jauh dari ciri khas seorang perempuan beradab. Maklum saja, bagi penduduk kampung, terlebih di zamanku, meski sudah mau menginjak tahun yang katanya tahun semuanya serba modern, tetap saja pakaian itu harus tertutup, itu adalah ciri perempuan baik-baik. Yang memiliki sopan santun, serta rasa malu karena mereka mampu menutupi bagian-bagian tubuhnya dengan sangat baik.     

Puri tampak melihatku, dan ekspersinya benar-benar sangat terkejut. Wajahnya tiba-tiba pucat pasi, kemudian dia hendak beranjak dari sana.     

"Puri, mau ke mana kamu?!" sentak Bulik Ella. Dengan nada yang cukup tinggi, dan mimik wajah yang agaknya emosi.     

Semoga, apa yang telah kukatakan tadi, ndhak merubah segalanya. Maksudku dalam artian, hubungan mereka ndhak akan berubah hanya karena masalah keluargaku.     

"Biung, untuk apa, toh, ada mereka di sini? Kenapa Arjuna ada di sini?" tanya Puri, tampak jelas kalau dia itu ndhak suka.     

Aku diam, pun dengan Manis. Sebab kurasa, ndhak perlu untuk saat ini banyak cakap terlebih, sudah ada Bulik Ella. Dia yang lebih berhak atas Puri, dari siapa pun itu.     

Plak!!     

Aku, dan Manis langsung kaget melihat tatkala Bulik Ella menampar Puri. Bahkan, sampai wajah Puri memerah. Puri memegang pipinya, kemudian memandang ke arah Bulik Ella dengan tatapan yang ndhak kalah marahnya juga. Lihatlah, betapa anak satu itu ndhak tahu diri. Di depan orangtuanya, dia bisa menunjukkan mimik sejahat itu, dia benar-benar anak yang ndhak tahu diuntung.     

"Kamu ini kenapa, Puri? Kamu ini kenapa! Aku telah mendidikmu dengan kasih sayang, dan dengan semua hal-hal baik yang ada pada dirimu! Tapi buktinya apa, toh. Kenapa kamu bisa tumbuh dengan cara yang seperti ini, Puri!" marah Bulik Ella.     

"Aku seperti apa, toh, Biung? Katakan? Apa yang telah dua orang kampungan ini katakan kepadamu? Ndhak usah percaya, ndhak usah percaya dengan apa pun yang mereka katakan, Biung. Mereka itu—"     

Plak!!     

Dan, itu adalah kali kedua Bulik Ella menampar Puri. Dan hal itu semakin membuatku geram dibuatnya. Bukan geram karena perlakuan Bulik Ella, tapi geram karena ucapan Puri. Andaikan pun aku adalah Bulik Ella, pasti aku akan melakukan hal yang sama. Atau bahkan malah lebih. Seperti, sia-sia mengandung sembilan bulan, melahirkan, dan merawatnya. Jika akhirnya, memiliki kelakuan yang busuknya ndhak karuan.     

"Kamu masih menyalahkan orang lain, Puri? Di mana pikiranmu itu? Di mana, toh, letak hatimu itu? Apa yang telah kamu lakukan kepada Rianti itu benar-benar perbuatan paling keji yang pernah Biung tahu. Dan yang melakukan hal keji itu... adalah anak Biung sendiri," Puri diam tatkala mendengar Bulik Ella terisak. Sementara aku, dan Manis hanya bisa saling pandang tanpa berani berucap sepatah kata pun. "Kenapa kamu bisa tahu tentang masa lalu dari Ndoro Putri Larasati? Dapat kabar burung dari mana kamu itu, Puri? Dan kenapa, hal itu juga kamu tuturkan kepada Rianti? Apa sebenarnya maksudmu ini? Terlebih, kamu telah menyuruh orang untuk merenggut mahkota Rianti. Apa itu pantas? Apa itu pantas dilakukan oleh manusia terlebih manusia itu adalah perempuan berpendidikan sepertimu, Ndhuk? Apakah itu pantas!"     

Rahang Puri tampak mengeras, kemudian matanya memandangku dengan tatapan tajamnya itu. Kubalas tatapannya lebih tajam lagi. Sampai dia mendongakkan wajahnya.     

"Ini semua karenamu, toh!" bentaknya kepadaku. "Dasar anak haram! Untung aku ndhak jadi menikah denganmu!"     

Plak!!!     

Rahangku mengeras mendengar ucapannya itu, ndhak terasa rasa panas merayap tanganku setelah menampar pipi mulusnya. Dia benar-benar bukan contoh seorang perempuan baik-baik yang harus dihormati olehku, Juragan Arjuna Hendarmoko!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.