JURAGAN ARJUNA

BAB 64



BAB 64

0Rahangku semakin mengeras karena ini, bajingan tengik memang Minto itu. Ndhak sadarkah jika yang sedang terjatuh itu adalah istrinya? Bagaimana bisa dia begitu kasar dengan seorang perempuan?     
0

"Arjuna, kamu baik-baik saja? Kamu ndhak terluka berat, toh? Kamu...."     

"Manis! Yang sopan kamu! Aku ini suamimu! Bagaimana bisa saat ada suamimu, kamu malah menanyakan kabarnya pemuda begundal yang ndhak tahu diri ini!" bentak Minto.     

Kemudian laki-laki itu langsung mendorongku ke belakang, membuat perutku mendadak terasa nyeri. Berengsek!     

"Manis apa itu milikku?" tanyaku. Kupandag Manis yang tampak kaget, aku yakin dia ndhak bodoh sampai ndhak tahu apa maksudku.     

"A—"     

"Apa? Kamu mau jawabi apa!" bentak Minto kepada Manis, yang hendak menampar pipi Manis yang baru saja bangkit dari duduknya. "Jangan berani-beraninya kamu bercakap dengan pemuda ndhak tahu diri ini setelah kamu memiliki suami! Bercakap satu kata lagi, akan kurobek mulutmu agar kamu sadar diri!"     

"Jawab, Manis. Itu milikku, toh?" tanyaku yang ndhak mempedulikan teriakan Minto. Aku hanya butuh kepastian, dari apa yang telah kulihat sekarang. Perut buncit Manis yang tampak begitu nyata, dan aku yakin bukan Mintolah pemiliknya.     

"Iya."     

Kuulurkan tangaku ke arah Manis, dan itu berhasil membuat Minto semakin emosi. Meski dia berusaha keras untuk menepis tanganku. Tapi usahaku begitu kuat sampai tenagaku ndhak tergoyahkan dengan tepisan-tepisan Minto.     

"Maka ikutlah denganku. Kamu ndhak seharusnya melakukan pernikahan ini. Bagaimana bisa kamu menikahi laki-laki yang bukan merupakan Romo dari bayi yang ada di perutmu ini?"     

Bukk!!!     

Aku langsung tersungkur saat Minto meninju pelipisku. Menginjak perutku sampai aku ndhak bisa berdiri. Dan darah segar kembali merembes dari bekas jahitanku. Aku yakin, dari rasa perih dan sakitnya yang teramat, jika jahitanku kini telah terkoyak karena injakan dari Minto.     

"Arjuna! Cukup, Minto, cukup!" teriak Manis pada akhirnya. "Kita sudah menikah, aku telah memenuhi keinginanmu, dan Simbah! Jadi sekarang biarkan aku bersama dengan Arjuna! Aku ingin hidup semati dengan Arjuna!" teriak Manis frustasi, dia terus mengusap wajahnya dengan kasar, kemudian mengacak rambutnya. Wajahnya tampak merah padam, kemudian dia mencoba untuk mengangkat kaki Minto dari perutku.     

"Diam kamu!" teriak Minto ndhak kalah sengit.     

Manis langsung ditampar, sampai ia tersungkur lagi di tanah. Rasanya, ingin sekali aku bangkit. Tapi, rasanya perutku benar-benar sakit sekali. Bahkan aku bisa merasakan jika luka itu kembali terbuka, darah itu kembali keluar dengan lancangnya. Sialan! Kenapa bisa luka sialan ini harus membuat langkahku pincang, seharusnya aku bisa mengatasi lukaku ini tanpa membuatnya menjadi beban untuk aksi balas dendamku kepada Minto sialan itu!     

"Jangan sentuh Manisku! Sekali lagi kamu menyakitinya, kubunuh kamu!" bentakku, saat melihat Minto hendak menginjak perut Manis. Aku langsung berlari, memegang kaki tangan Minto dan menahannya sekuat mungkin.     

"Silakan! Coba saja kalau kamu bisa! Bahkan, berdiri kamu ndhak mampu, mana mungkin mau membunuhku!" katanya sembari tertawa. "Kamu ke sini, apa kamu ingin melihat aku bercumbu dengan Manismu ini? Atau kamu ingin melihat aku mengangkanginya? Bisa kamu bayangkan, jika saat ini Manis telanjang, dan aku menjilati setiap inci dari kulit mulusnya, menciumi leher, dan bibirnya, kemudian memasukkan milikku pada dirinya."     

"Cih!" umpat Manis dengan amarah yang tampak jelas di wajahnya. "Asal kamu tahu, ndhak ada kebanggaan jika kamu berhasil tidur denganku. Toh pada kenyataannya, Arjunalah yang kuberikan malam pertamaku, Arjuna telah kuberi hal paling berharga pada diriku, Arjuna—"     

Plak!!!     

"Diam kamu perempuan jalang!" marah Minto semakin meradang. "Bangga kamu telah menjadi perawan yang sudah kelon (tidur) dengan pemuda biadab itu? Bangga kamu telah dijamah olehnya tanpa ada ikatan suami istri yang sah? Bangga kamu? Hah!"     

"Aku ndhak peduli! Aku cinta dengan Arjuna, dan aku akan memberikan apa pun untuk dia! Dan asal kamu ingat, aku juga telah mengandung janin dari Arjuna!"     

"Diam!" Teriak Minto kesetanan.     

Dia langsung mengambil parang yang ada di dalam lemari, kemudian mendekat ke arah Manis. Aku berusaha sekuat tenaga untuk berdiri, menolong Manis segera mungkin agar dia ndhak sakiti oleh Minto.     

"Kamu, kamu bangga hamil anak pemuda ndhak tahu diri ini? Kamu bangga mencintai pemuda ndhak tahu diri ini?" tanyanya, sambil menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Leherku ditahan oleh lengan besarnya, membuatku yang menahan luka di perutku ndhak bisa berbuat apa-apa, menahan napas sebaik mungkin, kalau endhak aku akan benar-benar kehabisan napas karena cekikan dari lengan Minto.     

Manis menjerit, sepertinya dia tahu jika lukaku kembali berdarah. "Jangan, jangan kamu sakiti Arjuna. Jangan! Kumohon!" pinta Manis. Sambil menyatukan kedua tangannya, seolah dia tengah mengiba.     

Aku langsung dilempar begitu saja oleh Minto sampai tersungkur ke tanah, tapi kutarik tangannya sampai dia ikut jatuh bersamaku.     

"Manis lihatlah, sumber kebahagiaanmu akan kumusnahkan. Setelah itu, kamu akan bisa merasakan bagaimana rasanya hidup bagai di neraka."     

"Ndhak usah banyak bacot, Bangsat!"     

Bukk!!     

Kupukul pelipis Minto, kemudian aku duduk sambil melempar parangnya. Aku ndhak selemah itu, dan aku ndhak akan semudah itu jatuh karenanya. Tekadku datang ke sini ndhak main-main, dan aku ndhak mungkin datang ke sini hanya untuk menyerahkan nyawaku dan menjadi yang kalah. Aku datang ke sini untuk menang, untuk membalas dendamku kepada Minto, untuk membawa pengantinku, serta buah hatiku. Jadi, siapa pun, siapa pun yang bersekongkol dengan Minto, pasti akan kuhabisi hari ini, apa pun itu caranya, aku ndhak peduli!     

"Aku sudah sangat lama ingin menguliti wajah busukmu itu," geramku emosi. Aku tertatih hendak mendekat ke arah Manis, tapi kemudian tangan Minto kembali menarik bajuku sampai aku kembali ambruk dan menindih tubuhnya.     

Jrep!!!     

"Aku bukan pemain bersih sepertimu, Arjuna," bisiknya, setelah menancapkan sebuah pisau di dadaku.     

Aku terdiam, semua otot-otot wajahku agaknya tampak nyata, bersamaan dengan deruan napas, dan rasa sakit yang kucoba untuk tahan. Setelah aku terguling di sisi kiri Minto, kulihat darah terkucur dengan sangat deras dari dadaku, bahkan rasanya napasku tersengal dengan sangat berat.     

"Arjuna... Arjuna!" teriak Manis.     

Aku tersenyum melihatnya setakut itu. Itu berarti aku masih sangat berarti di dalam hidupnya. Itu berarti dia begitu takut untuk kehilanganku.     

Kulihat Minto meraih parang yang baru saja kulempar itu, kemudian kembali mendekat ke arahku. Dan bersiap-siap untuk menebaskan parang itu tepat di leherku.     

"Saatnya kamu mati, Bedebah!" teriak Minto.     

Kupejamkan mataku, kusebut nama Suwoto berkali-kali. Aku yakin dia tahu, dan aku yakin dia akan datang kepadaku. Jika kami memiliki ikatan batin sebagai Juragan dan tuannya, aku yakin jika dia akan datang. Meski aku tahu, kecil kemungkinan itu akan terjadi. Dan sampai saat di mana, aku benar-benar ndhak tahu, apakah ini benar-benar akan menjadi akhir dari hidupku. Jika iya, maka semua usahaku untuk membalas dendam akan percuma, jika iya maka usahaku untuk bertandang jauh-jauh ke sini akan sia-sia. Kupejamkan mataku erat-erat, saat parang itu sudah hampir sampai di leherku, tapi tiba-tiba....     

Jrep!     

Jrep!     

Mataku langsung terbelalak melihat apa yang terjadi, dua sosok yang ada di depanku sudah terkapar tak berdaya dengan berlumuran darah. Sementara bisa kulihat, Suwoto tampak berdiri dengan angkuh, sambil menggenggam parangnya yang penuh dengan darah, bola matanya tampak menghitam, dan aku mulai paham, jika Suwoto ini, bukan lagi Suwoto yang kukenal tadi. Di belakang Suwoto ada Paklik Sobirin yang berdiri ketakutan, dia tampak kaget melihat apa yang terjadi di sini. Sambil tertarih kuabaikan mereka, kemudian kudekati tubuh Manis, dan kudekap erat-erat kepalanya di dalam dadaku. Gusti, kenapa harus seperti ini?     

"M... Manis!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.