JURAGAN ARJUNA

BAB 66



BAB 66

0Sementara aku hanya bisa menelan ludahku dengan susah. Otakku mencari-cari di mana gerangan Manis namun ndhak ketemu. Yang ada hanya, wajah jelek Paklik Sobirin, dan Paklik Junet. Wajah tua Suwoto, wajah jutek Rianti, juga orangtuaku. Di mana Manis gerangan, Gusti? Apa dia baik-baik saja? Bagaimana kabarnya? Bagaimana dengan luka yang ia derita? Di mana dia sekarang? Sungguh, aku benar-benar ingin tahu kabar Manis dengan segera!     
0

"Apa pantas sekarang adalah waktunya untuk menanyakan kabar yang kata dokter dia sudah melewati masa koma? Dan dia hanya menunggu sadarnya saja setelah semua kerusuhan yang ia lakukan? Katakan kepadaku, Larasati, berapa puluh nyawa yang melayang hanya karenanya? Hanya karena darah Hendarmoko melekat kuat kepada diriny! Dia... anak jelek ndhak tahu diri ini, mewarisi sifat Hendarmoko, kepekaan batin Hendarmoko. Itu sebabnya, manusia ini...," kata Romo yang kini sedang menunjuk Suwoto, "manusia tua, seperti cebol, dan hitamnya ngalahin bokong panci ini tunduk kepada tuannya, Arjuna Hendarmoko."     

"Maksud Kangmas itu apa, toh? Bukankah kejadian kemarin itu hanyalah kecelakaan semata? Bukankah itu juga yang telah polisi jelaskan kepada semuanya. Lantas sekarang Kangmas kembali menyalahkan Arjuna atas segalanya?" lagi, insting seorang Biung membela putra kesayangannya. Dan sampai kapan pun, Biung akan seperti itu. Selalu memasang taring tajamnya untuk melindungiku kepada semua orang mencoba untuk menyakitiku.     

"Ya! Andaikan aku ndhak memanipulasi semuanya, akan dipenjara anak jelek ini! kamu tahu, keturunan dari Suwoto anak—buyutnya ndhak bisa mengikuti perintah siapa pun yang memiliki trah sebagai tuannya. Bahkan aku, dan Kangmas Adrian pun ndhak bisa melakukan itu, Larasati. Tapi anak jelek ini, anak jelek ini bisa melakukannya."     

Jujur, sebenarnya aku ndhak begitu paham dengan apa yang dimaksud oleh Romo Nathan. Trah sebagai tuannya itu apa? Apa maksud dari perkataan Romo Nathan? Bukankah aku adalah keturunannya? Bukankah aku adalah darah daging dari Romo Adrian? Lantas, kenapa bisa Romo Nathan mengatakan hal itu? Atau apakah, sebenarnya Eyang Kakung memiliki suatu kekuatan yang ndhak bisa dilihat oleh mata? Semacam ilmu atau, aji-aji seperti itu?     

"Tunggu, tunggu... bisa kalian jelaskan di mana Manis?" tanyaku pada akhirnya. Mereka langsung memelotiku seolah aku ini adalah orang yang akan mereka hukum ramai-ramai. "Apa Manis baik-baik saja? Apa anakku juga baik-baik saja?" tanyaku lagi. Gusti, apa toh yang mereka lakukan ini? Aku butuh sebuah jawaban, tapi apa yang mereka lakukan jauh dari apa yang aku harapkan!     

Kini ekspresi mereka tampak berubah, tampak kalut, dan aku ndhak menyukai ekspresi seperti itu.     

"Jika kamu penasaran dengan kabar Manis, bagaimana kondisinya, bagaimana dia sekarang, terlebih... bagaimana dengan benih yang telah kamu tanam pada rahimnya. Kamu harus cari tahu sendiri, bukankah kamu sudah cukup dewasa untuk sekadar mengambil keputusan gila sebelumnya?" marah Romo Nathan lagi. Gusti, Romo Nathan, bisa ndhak jadi orangtua bersikap lebih bijak dan ndhak kolot seperti ini? Iya aku salah, aku akui itu. Tapi aku mohon, jawab pertanyaan yang benar-benar telah membuatku sangat penasaran!     

"Arjuna—"     

"Larasati, ayo bali. Untuk apa kamu tetap di sini menunggui anak ndhak tahu diri ini. Ayo!" kata Romo Nathan, sembari menarik tangan Biung untuk diajaknya pergi. Lihatlah tingkah Romo Nathan itu, seolah dia adalah orang yang paling benar sendiri di sini. Menyebalkan sekali!     

"Aku ndhak mau, Kangmas! Anakku baru saja siuman, bagaimana bisa Kangmas menyuruhku untuk bali, toh!"     

"Larasati!"     

Dan akhirnya, Biung pun mengikuti langkah Romo Nathan. Sementara Rianti hanya diam membisu kemudian mengikuti langkah Romo, dan Biung. Matanya nanar, memandangku sambil terisak. Aku bisa lihat jika dia sangat khawatir akan keadaanku, tapi sebagai seorang putri dari Nathan Hendarmoko, aku juga jauh lebih paham jika dia ndhak bisa membantah Romo. Padahal aku yakin, jika akan banyak tanya yang ingin ia sampaikan, akan banyak rasa sayang yang ingin ia curahkan kepadaku, kepada kangmasnya sendiri.     

"Jadi siapa di antara kalian yang akan menjelaskan apa yang terjadi setelah aku ndhak sadarkan diri?" tanyaku kepada tiga orang yang masih berada di ruangan rawat inapku.     

Mereka tampak saling pandang, seolah-olah pertanyaanku adalah hal terberat bagi mereka. Namun demikian, melihat tinkah Romo kurasa Manis dalam kondisi baik-baik saja. Ya, semoga benar seperti itu. Sebab ndhak ada satu doa pun yang selalu kupanjatkan selain kesembuhan, dan keselamatan Manis. Terlebih, melihat luka Manis yang sedalam itu. Hal itu benar-benar membuatku kalut luar biasa. Gusti, tolonglah... tolong dengarkan jeritan hatiku.     

"Sebenarnya semuanya berada dalam kondisi sekarat di kamar Manis waktu itu, Juragan. Kecuali Minto, dia langsung mati karena tikaman dari Juragan dengan Suwoto...," jelas Paklik Sobirin pada akhirnya. Dadaku kembali terasa sesak mengingat kejadian mengerikan itu. kejadian yang membuatku menjadi penjahat untuk pertama kali dalam seumur hidupku. Kejadian yang mungkin saat tua nanti, akan benar-benar menjadi penyesalan yang paling dalam. Penyesalan bukan karena aku memperjuangkan Manis, penyesalan karena aku telah menghilangkan banyak nyawa karenanya.     

"Lalu? Bagaimana keadaan Manis? Bagaimana keadaan buah hati kami? Di mana dia sekarang? Apa dia baik-baik saja?" tanyaku ndhak sabaran. Tubuhku terasa gemetaran menanyakan hal itu. Luka yang didapat Manis tepat diperutnya, aku benar-benar takut jika terjadi sesuatu kepada buah hati kami. Sungguh, aku ndhak mau itu sampai terjadi.     

"Mbok ya sabar, toh, Juragan. Tanyanya satu-satu, memangnya Sobirin itu pembawa berita apa toh kok ya diberondong pertanyaan sebanyak itu," kata Suwoto. "Biacara saja belepotan seperti tai kerbau, kok ya Juragan paksa untuk menjadi cerewet seperti burung beo, yang ada nanti dia ikut kabur, menyusul Juragan Nathan yang baru saja melangkah pergi."     

Aku berdecak, namun ndhak kugubris keluhan Suwoto. Saat ini yang kupedulikan adalah Manis. Bukan siapa pun lagi.     

"Manis dan Juragan dibawa ke rumah sakit. Keadaan Juragan benar-benar sangat kritis waktu itu. Sementara Manis harus kehilangan janin yang ia kandung karena luka di perutnya cukup parah. Setelah melakukan operasi, dan beberapa hari penyembuhan, Manis boleh pulang. Namun dia ndhak dizinkan oleh Juragan Nathan untuk membesuk Juragan. Sebab Juragan Nathan benar-benar marah besar. Atas keputusan sepihak Juragan Arjuna membabat habis orang-orang Minto, dan dengan mendatangi rumah Manis tanpa sepengetahuan beliau. Namun terlepas dari itu semua, semenjak kedatangan Juragan Arjuna ke sini, Juragan Nathanlah orang yang paling khawatir akan keadaan Juragan Arjuna," kata Paklik Sobirin sembari menunduk. "Bahkan, beliau sampai ndhak pulang berhari-hari sebelum mendengar kabar jika Juragan Arjuna telah melewati masa kritis. Juragan Arjuna hendaknya ndhak boleh seketus itu dengan Juragan Nathan, sebab bagaimana pun, beliau adalah orang yang sayang sekali dengan Juragan. Beliau, adalah seorang Romo yang paling sayang kepada putranya yang pernah saya temui."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.