JURAGAN ARJUNA

BAB 67



BAB 67

0Beginilah Paklik Sobirin. Aku tanya apa, jawabnya selalu panjang seperti rel kereta api. Ditambah muter-muter dulu ndhak karuan. Mana ucapannya benar-benar ndhak begitu jelas, aku harus mengerutkan kening karena mencoba mencerna kata-katanya kalau dia sedang berceloteh panjang lebar seperti ini.     
0

"Jadi intinya? Ndhak usah muter-muter seperti rel sepur, toh, Paklik. Kepalaku yang sudah pusing ini akan semakin pusing!" marahku kepada Paklik Sobirin, Paklik Sobirin nyaris melompat, sambil mengelus dadanya dia pun tampak komat-kamit.     

Suwoto, dan Paklik Junet tampak menahan tawa. Dan itu benar-benar ndhak mengenakkan. Kenapa memangnya dengan marahku kepada Paklik Sobirin? Seperti mereka becus saja bercerita tentang apa yang kutanyakan sekarang. Cih!     

"Manis disekolahkan lagi oleh Mbakyu Larasati, Jun. Jadi kamu ndhak perlu cemas. Urusan jabang bayi, kan kalian bisa buat lagi setelah sehat nanti," celetuk Paklik Junet.     

Aku langsung melotot ke arahnya, kemudian dia tutup mulut. Menundukkan kepalanya mencoba sekuat tenaga untuk ndhak tertawa. Menyebalkan, memang, bagaimana bisa aku menjadi bahan ledekan oleh para abdi dalemku sendiri. Seolah-olah, melihat kelemahanku adalah hal yang sangat lucu sekali. Seolah-olah hal itu dijadikan senjata bagi mereka untuk meledekku habis-habisan. Awas saja jika lukaku sudah pulih, aku ndhak akan segan-segan untuk membuat mereka menderita sampai mereka meminta maaf sambil mencium kakiku.     

"Manis ingin menjadi seorang dokter. Itulah yang dia katakan kepada Ndoro Larasati tatkala melihat kondisi Juragan yang kritis beberapa waktu lalu. Dan setelah itu Ndoro Larasati menyuruh saya untuk mengurus beberapa hal, dan mendaftarkan Manis sekolah lagi. Terlebih waktkunya sudah tepat, ini adalah waktu ajaran baru, jadi ndhak perlu menunggu lama untuk mendaftarkan Manis untuk kuliah," jelas Paklik Sobirin.     

Sekolah lagi? Di mana gerangan Manis bersekolah sekarang? Aku harus mencari tahu keberadaannya sekarang, agar rasa penasaranku terbayar kontan!     

"Dia—"     

"Maaf, Juragan, urusan itu saya ndhak berani memberitahu Juragan. Sebab saya sudah berjanji kepada Juragan Nathan untuk tutup mulut, dan membiarkan Juragan Arjuna mencari Manis sendiri. Salah satu bukti jika benar Juragan Arjuna benar-benar jatuh hati dengan Manis."     

Apa benar Romo yang menyuruh Paklik Sobirin seperti itu? Mungkin ini adalah salah satu hukuman dari Romo karena kelakuanku beberapa waktu yang lalu. Aku maklum. Jika memang begitu aku akan mengerti. Aku akan ikuti apa yang Romo Nathan mau asalkan aku bisa bersatu dengan Manis. Ndhak peduli jika aku memulai semua hubungan ini dari awal lagi, tatkala aku berpisah dengannya dengan jarak dan waktu. Karena bagaimanapun aku yakin, jika jodoh ndhak akan pernah ke mana. Jodoh akan selalu menyatu yang disaksikan oleh alam semesta. Layaknya dua kutub magnet bumi, meski mereka jauh, mereka akan saling tarik—menarik dan terikat.     

"Andai Juragan tahu, bagaimana repotnya Juragan Nathan tatkala tahu jika polisi ada di kediaman Simbah Manis beberapa waktu lalu. Bahkan, Juragan Nathan sampai melakukan banyak peran, dan tipu daya agar supaya Juragan Arjuna ndhak terjerat perkara hukum. Dan itu adalah salah satu tanda betapa sayang Juragan Nathan kepada Juragan," kata Suwoto pada akhirnya. Kupikir dia ndhak punya hati, rupanya dia bisa melihat orang baik, dan buruk juga, ternyata. Aku tersenyum mendengar ucapan dari Suwoto, kemudian kuhela napas panjangku untuk sekadar mengisi paru-paruku dengan oksigen sebanyak-banyaknya. Seendhaknya aku bisa lega, seendhaknya semua hubunganku dengan orang-orang yang kusayang sudah kembali kepada jalurnya. Dan semoga, ini akan berjalan selama-lamanya. Selamanya.     

Benar apa kata orang-orang ini. Ndhak ada yang lebih sayang aku dari pada Romo Nathan. Bahkan, Romo begitu memperlakukanku seperti anak emasnya. Menjadikanku lebih berharga dari putra kandungnya sendiri. Romo, maafkan aku yang tadi sempat marah dan uring-uringan denganmu. Aku janji, setelah ini aku akan menjadi putra yang paling berbakti kepadamu, Romo. Dan aku janji, aku ndhak akan pernah mengecewakanmu setelah ini. Romo harus percaya, jika aku serius dengan janjiku ini. Pegang kata-kataku ini, Romo.     

"Aku ndhak peduli jika Paklik Sobirin ndhak memberitahuku di mana keadaan Manis. Tapi, aku juga ndhak bisa menjamin jika Paklik akan keluar dari ruangan ini dengan selamat jika tetap bungkam," ancamku pada akhirnya.     

"M... maksud Juragan?" tanya Paklik Sobirin. Wajahnya yang berminyak itu tampak semakin berminyak akibat keringat dingin terkucur dari pori-porinya. Bibirnya yang yang hitam tampak semakin pucat. Lihatlah, bagaimana wajah lucu Paklik Sobirin tatkala ketakutan seperti itu. Aku akan menekannya sedikit lagi, agar wajah ketakutannya semakin kentara. Atau jika bisa, akan kubuat dia ketakutan sampai rasa takut itu merajai mimpinya. Rasakan, memang enak aku kerjai, Paklik?     

"Aku ndhak akan membiarkanmu keluar dari ruangan ini hidup-hidup...," godaku. Paklik Sobirin langsung mendelik, kemudian dia melirik Suwoto yang tampak menggodanya juga sambil mengasak sebuah pisau yang ada di balik bajunya. "Aku akan menyuruh Suwoto untuk menghabisimu saat ini juga," imbuhku. Paklik Sobirin tampak ancang-ancang, seolah dia ingin lari. Tapi, dia langsung dihadang oleh Paklik Junet, juga Suwoto.     

"Jangan, Juragan, Jangan! Dik Amah sedang mengandung anak kami yang ke lima bagaimana Juragan dengan tega bertindak sekejam ini!" teriak Paklik Sobirin, sambil menutup kedua kupingnya, tubuhnya gemetar hebat karena ancamanku itu.     

Aku nyaris tertawa melihat tingkah Paklik Sobirin. Seendhaknya, hatiku lega jika Manis ternyata telah baik-baik saja. Meskipun aku tahu jika buah hati kami ndhak bisa diselamatkan. Seendhaknya setelah sesak yang terus memukul-mukul dada ada tiga orang abdi setia ini, seendhaknya mereka bisa menghiburku di saat-saat seperti ini. Untuk kalian bertiga, terimakasih... terimakasih telah selalu menemaniku. Terimakasih telah menjadi sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Jika ndhak ada kalian, aku ndhak tahu bagaimana keadaanku sekarang.     

"Saya akan mengaku, Juragan! Saya akan mengaku!" kata Paklik Sobirin.     

Setelah itu dia mengaku semua jika Manis saat ini tengah menuntut ilmu di kota Jakarta. Kabarnya alasan orantuaku memilih kota itu karena jauh dari kemuning, dan sebagai salah satu cara biar aku kebingungan mencari keberadaan Manis. Entahlah mereka, saat mereka ndhak tahu siapa gerangan perempuan yang kusuka, mereka terus saja mendesak seolah-olah besok adalah hari kiamat. Dan di saat semua sudah terbuka seperti ini, mereka malah memisahkanku dengan Manis. Sebenarnya mau mereka apa, toh? Atau jangan-jangan ini adalah akal bulus dari Rianti? Mengingat dia juga bersekolah di sana? Pasti, ini adalah siasat gadis tengik satu itu, agar dia memiliki kawan untuk bersekolah di Jakarta. Dasar!     

"Jadi, Juna, kapan rencana kita berangkat ke Jakarta untuk menjemput perempuanmu itu?" tanya Paklik Junet. Sepertinya dia cukup bersemangat untuk ikut ke Jakarta.     

Kuerbahkan tubuhku di kembali ke ranjang, kemudian kututup mataku rapat-rapat. Rasanya sangat lelah, sepertinya aku lebih butuh banyak istirahat.     

"Kapan-kapan, aku ingin benar-benar memulihkan tubuhku dulu. Lagi pula, banyak hal yang harus kupersiapkan untuk masalah perkebunan. Itu adalah hal yang terpenting mengingat menyangkut kehidupan banyak orang. Perkara Manis biarkan dulu, aku ingin tahu bagaimana dia mengemban rindu. Apakah dia bisa melakukannya lebih baik dari aku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.