JURAGAN ARJUNA

BAB 77



BAB 77

0Sore ini aku sudah duduk berdua dengan Suwoto, kami saling pandang tapi dalam mulut tertutup rapat-rapat. Sebenarnya, ada banyak pertanyaan yang sudah menjejali otakku. Hanya saja, tatkala Suwoto sudah berada di sini semuanya sirna begitu saja. Seperti embusan napas, hilang dan ndhak berbekas. Tersapu angin yang telah lalu, membuatku mencari-cari di mana gerangan jejak itu.     
0

"Omong-omong, Juragan mau bicara apa? Sudah lima belas menit ini Juragan memanggil saya namun Juragan diam saja," kata Suwoto pada akhirnya, membuatku menarikkan sebelah alisku, konsentrasiku kemudian kembali teralih kepadany. Memandangnya dengan seksama dari ujung kaki, sampai ujung rambutnya.     

Usianya mungkin sepantaran dengan Romo Adrian, hanya saja perawakannya yang lebih pendek dariku, membuatnya terkesan awet muda. Terlebih, sepertinya dia adalah pekerja keras. Tampak benar dari badannya yang tampak masih bugar itu. Pekerja keras? Apa yang dia kerjakan setelah kematian Mbah Kakungku? Apa dia hanya tidur-tiduran sambil berlagak menjadi seorang mandor tersohor karena merasa ndhak ada ndhak ada satu orang pun yang berani dengannya? Atau malah, yang dia kerjakan menghabisi orang-orang yang membuat gara-gara dengannya. Yang mana? Aku benar-benar ndhak tahu, bahkan semua penuturannya waktu itu, sekarang di akal logikaku mentah semua.     

"Suwoto, bagaimana perasaanmu setelah membunuh romoku? Kudengar kamu telah membunuhnya dengan menggunakan ilmu hitam. Apa itu benar?" tanyaku pada akhirnya.     

Mata Suwoto tampak melebar, kemudian dia terdiam sejenak. Mungkin dia kaget jika aku adalah putra kandung dari Adrian Hendarmoko, atau malah dia sudah tahu, hanya saja dia cukup terkejut dengan pertanyaanku itu. Sebab yang kutahu, kabar kelahiranku disembunyikan oleh orangtuaku, agar aku ndhak diambil oleh Eyang Kakung, atau bagaimana aku ndhak tahu. Yang jelas kata Biung, dan Romo, Eyang Kakung ndhak tahu kalau aku masih hidup.     

"Keluarga saya memiliki kewajiban mematuhi peritah majikannya. Ndhak peduli siapa, ndhak peduli orang mana. Ketika titah untuk membunuh itu muncul, maka kami akan melaksanakannya dengan patuh. Kami, sudah terlatih dari muda untuk ndhak memakai hati. Jadi, Juragan jangan bertanya kepada saya tentang perasaan saya setelah membunuh Juragan Adrian. Sebab bagi saya, setelah membunuh adalah sama saja. Saya merasa bangga, karena telah menjalankan amanat yang saya emban dari Tuan saja. Lagi pula dulu, tujuan yang diserang oleh Juragan Besar Hendarmoko bukan hanya Juragan Adrian. Namun begitu, entah bagaimana caranya, Juragan Adrianlah satu-satunya yang meninggal. Juragan Adrian pun tahu tentang ini. Dan saya juga ndhak paham, bagaimana korban yang satunya bisa selamat. Saya kira Juragan Adrian telah melakukan sesuatu untuk menyelamatkannya. Namun aku pikir lagi jika benar seperti itu, bukankah seharusnya Juragan Adrian juga bisa menyelamatkan nyawanya sendiri?"     

Aku terdiam mendengar penjelasan dari Suwoto. Sebab apa yang dikatakannya benar-benar masuk akal. Jika Biung waktu itu bisa diselamatkan oleh Romo seperti apa yang dikatakan oleh banyak orang. Lantas, kenapa Romo Adrian malah menjadi korbannya? Sebab teluh, biasanya ndhak akan pernah salah sasaran. Terlebih, jika di penyerang memiliki ilmu hitam yang luar biasa seperti keluarga Suwoto ini. Lantas apa alasan Romo Adrian sampai memilih jalan itu? Bukankah Romo Adrian sangat mencintai Biung? Bukankah seharusnya yang dia inginkan hidup selama mungkin bersama dengan Biung? Gusti, aku benar-benar ndhak paham dengan pikiran romoku sendiri.     

"Jadi bukan cuma satu orang yang dituju untuk kamu bunuh dengan ilmu hitam itu?" tanyaku lagi untuk memastikan. Sebab kata Manis, sebenarnya yang akan dibunuh oleh Eyang Kakung hanya Biung, tapi entah bagaimana menjadi Romo yang menerima kesialannya.     

"Bukan, sebenarnya dari awal yang hendak dibunuh Juragan Besar Hendarmoko adalah Juragan Adrian, dan satu orang lainnya adalah biungmu, Ndoro Larasati. Tapi, tepat seminggu sebelum aku melakukan perintah dari Juragan Besar Hendarmoko, benar memang aku sempat bertemu dengan Juragan Adrian untuk sekadar berbincang."     

Aku kaget bukan main mendengar penuturan itu. Gusti, bagaimana bisa, seorang Romo kandung tega menghabisi anaknya sendiri? Bukankah selama ini menurut penuturan Romo Nathan jika Romo Adrian adalah anak yang paling penurut dengan Eyang Kakung? Bagaimana bisa, darah dagingnya sendiri dihabisi dengan cara teramat keji.     

"Perbincangan macam apa itu? Apa aku boleh tahu?" tanyaku yang mulai penasaran. Sebenarnya percakapan apa yang dilakukan oleh Romo Adrian dengan Suwoto sampai-sampai Romo Adrian mengambil keputusan sebesar itu. Gusti, aku baru tahu jika masalah ini benar-benar pelik sekali. Kenapa ada cinta yang sepelik ini? Apakah terlalu mustahil bagi seorang Juragan jatuh hati kepada warga kampung yang ndhak punya? Apa salah dari hubungan seperti itu, Gusti?     

"Jika tebakanku benar. Apakah dulu adik dari Juragan Adrian juga jatuh hati dengan biungmu?" tanyanya.     

Kukerutkan keningku bingung. Sebab aku ndhak tahu cerita macam itu sebelumnya. Yang kutahu adalah, Romo Nathan telah menikahi Biung setelah Romo Adrian meninggal. Dan itu pun katanya, Romo Nathan sebenarnya ndhak mencintai Biung. Jadi, sama sekali ndhak mungkin kalau Romo Nathan telah jatuh hati kepada Biung saat Biung dengan Romo Adrian.     

"Kurasa, itu adalah praduga yang ngawur," kataku. Kepalaku benar-benar sangat pusing memikirkan masalah ini. Masak iya ada cinta segitiga? Ndhak mungkin, toh. Terlebih Romo Nathan, dan Romo Adrian saudara kandung.     

Tapi, Suwoto tampak tersenyum mendengar jawabanku itu, "nanti, coba Juragan pastikan. Sebab ini benar ada kaitannya dengan apa yang telah disampaikan oleh Juragan Adrian. Sebab waktu itu, ada sedikit tawar menawar antara aku dan Juragan Adrian. Beliau berkata, jika hanya dirinya saja yang meninggal apakah pertikaian dan perang darah ini akan berakhir? Namun kutanya, bukankah jika beliau meninggal itu berarti akan membuat istri tercintanya itu sendirian, karena ditinggal pergi olehnya. Namun, waktu itu Juragan Adrian tampak tenang, beliau tersenyum saja. Kemudian beliau menjawab, jika benar beliau takut kehilangan istrinya, jika benar beliau takut ndhak bisa melihat istri terlebih anaknya. Tapi seendhaknya dengan ini, semua masalah akan terhenti, dan beliau percaya, telah ada seseorang yang mampu menggantikannya menjaga istrinya bahkan jauh lebih baik lagi,"     

Gusti, kebenaran baru macam apa, ini? Aku benar-benar ndhak menyangka. Jika Romo Adrian sebenarnya sudah mengetahui semua rencana jahat Eyang Kakung. Dan dengan senang hati dia menyerahkan nyawanya tanpa syarat, karena ada seseorang yang telah bisa menjaga Biung dengan baik? Dan apa benar jika seseorang itu adalah Romo Nathan? Gusti, apa aku harus percaya dengan semua ini? Aku benar-benar ndhak tahu mana yang baik, dan mana yang buruk. Terlebih, keduanya adalah romoku. Aku ndhak bisa memilih salah satu di antara mereka. Aku ndhak bisa menuduh mana yang benar, dan mana yang salah. Sebab bagaimanapun, hati ndhak bisa dipaksa. Hati memiliki jalannya sendiri untuk menentukan siapa yang harus ia cintai. Ya, sama sepertiku ini. Memilih jalannya sendiri untuk jatuh hati, meski banyak luka, dan derita, aku menerimanya dengan lapang dada.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.