JURAGAN ARJUNA

BAB 80



BAB 80

0"Jadi, kapan Romo, dan Biung akan menikahkanku dengan Manis?" tanyaku. Pada suatu sore di dipan belakang rumah saat kami sedang berbincang bertiga. Tentunya dengan ditemani dengan mendoan anget-anget, ndhak lupa wedang ronde menjadi pelengkap yang sangat nikmat. "Sebelum Manis kembali ke Jakarta dan pasti dia akan bali ke sini lama lagi," dengusku lagi. Aku benar-benar ndhak sabar untuk menjadikan Manis sebagai pendamping hidupku, agar aku ndhak lagi melakukan dosa-dosa yang malah semakin bertambah runyam. Lebih-lebih aku takut, kalau sampai Arjuna juniorku akan jadi lagi, sebelum Manis kuperistri.     
0

Tapi lihatlah mereka, tampak tenang dan mengabaikannku. Ini benar-benar membuatku kesal. Apa mereka ndhak mau, toh, melihatku bahagia dengan menikahi Manis? Atau malah mereka sengaja membuatku sengasara seperti ini? Atau jangan-jangan mereka ingin aku melakukan dosa lagi? Jika iya, maka aku akan dengan senang hati melakukannya. Toh, bagiku itu nikmat.     

"Kenapa kamu tanya kami? Bukankah kamu sudah pandai membuat anak dengannya. Seharusnya, kamu sudah pandai pula dalam urusan mengatur acara pernikahan," ketus Romo yang berhasil membuat wajahku memerah. Tampaknya, dia masih dendam denganku perihal hal itu. Dan menjadikan perkara kehamilan Manis sebagai bahan olok-olokkan, sampai terus diungkit seperti ini. Dasar, Romo, paling pintar membuat orang merasa bersalah, memang.     

"Romo—"     

"Hampir seluruh penduduk kampung mulai dari kejadian mengerikan di rumah Manis, sampai detik ini mulut tipis mereka ndhak henti-hentinya menjadikanmu dan Manis sebagai bahan gunjingan. Apa kamu pikir menikahkan kalian saat ini merupakan hal yang pantas untuk dibicarakan?" kata Romo lagi, sembari memotong ucapanku.     

Aku tahu sejatinya jika semua orang mungkin menggunjingku. Terlebih, karena hal yang terjadi di rumah Manis waktu itu. Seorang anak dari Juragan Nathan Hendarmoko, telah menjadi brutal dan membunuh semua orang, terlebih... suami dari Manis hanya karena ingin bersatu dengan perempuan yang ia cintai. Bukankah, bagi orang yang ndhak tahu kisah kami pasti akan mendikteku juga Manis sebagai orang-orang paling berengsek, egois, kejam, dan ndhak punya hati di dunia? Sampai harus membunuh hanya karena cinta? Padahal, masalahnya ndhak sesederhana itu. Padahal perkaranya ndhak hanya sekadar hati.     

Bisa saja aku diam dan melepaskan Manis untuk Minto. Tentu, aku akan ikhlas jika benar Minto jatuh hati dengan Manis, dan benar-benar akan menjaga Manis dengan seluruh jiwa—raganya. Namun ini, aku tahu persis siapa Minto, menikahi Manis adalah seolah menjadi sebuah kemenangan dalam sebuah pertaruhan. Untuk setahnya dia akan mencari perempuan-perempuan lain untuk memuaskan nafsunya. Terlebih, apa yang telah Minto lakukan kepadaku. Perbuatan kejinya untuk menghabisi, itu adalah perbuatan lain yang ndhak bisa aku terima. Bagaimana orang bisa terima jika dikeroyok oleh sekelompok orang, disiksa, dan akan dibunuh dengan cara yang mengerikan? Meski itu ndhak aku, siapa pun orangnya pasti akan balas dendam, toh? Aku yakin akan hal itu!     

"Romo, menikah itu untuk kebahagiaan dua insan manusia yang sedang jatuh cinta. Bukan karena gunjingan tetangga," bantahku. Untuk apa memikirkan gunjingan tetangga? Yang mau bahagia aku, dan Manis, bukan mereka? Yang merasakan hal ini aku, dan Manis, bukan mereka? Lantas kenapa mereka menjadi sok Tuhan dan mendikte setiap apa yang hendak aku lakukan, toh? Itu benar-benar lucu sekali.     

Kini bagian Biung yang mengelus punggung tanganku, "Arjuna, umumnya seorang laki-laki pasti akan seperti itu. Mereka cenderung ndhak peduli dengan gunjingan sana-sini. Yang mereka pikirkan hanyalah, asal mereka bisa bersatu dan bahagia dengan perempuan yang mereka cinta. Namun, sejatinya kamu juga harus paham, bahwa sejatinya perempuan itu lebih mengutamakan hati, perasaan. Itu sebabnya tatkala mereka jatuh hati mereka menjadi ndhak bisa berpikir dengan nalar. Lebih-lebih ucapan orang luar, sedikit banyak pasti akan menjadikan mereka sebuah beban," jelas Biung kepadaku, ucapannya pelan, tapi cukup untuk menghantam ulu hatiku. "Dan Biung yakin, saat ini Manis telah mendengar itu. Batinnya tengah berperang. Jadi Biung harap, seendhaknya kamu sedikit mengerti dan paham. Beri dia sedikit ruang dan waktu untuk menentukan mana langkah yang baik untuk kehidupannya. Tanpa harus merasa terpaksa, terlebih... kamu paksa. Iya, toh?"     

Kuhela napasku yang tiba-tiba terasa sesak. Ini benar-benar hal yang ndhak benar. Padahal, semua halangan sudah hilang. Sekarang, aku harus menahan diri lagi hanya karena gunjingan ndhak jelas dari orang-orang? Bodoh sekali, toh.     

"Kudengar, kamu telah bercakap cukup banyak dengan Suwoto. Lebih-lebih perihal Kangmas Adrian. Apa tebakanku benar?" tanya Romo Nathan setelah Biung masuk ke dalam karena ada sedikit urusan dengan Bulik Sari. Romo Nathan tampak menikmati wedang ronde yang dibuatkan oleh Bulik Sari tadi. Gestur tubuhnya benar-benar tampak begitu tenang.     

Kulirik Romo Nathan, kemudian aku mengangguk menjawabi ucapannya. "Katanya, hubungan asmara antara kalian bertiga cukup rumit," kubilang. Sebenarnya, benar-benar aku ingin bertanya langsung. Namun, sebisa mungkin aku tahan. Aku ingin mendengar cerita ini dari Romo Nathan sendiri. Apakah praduga Suwoto itu benar? Atau bahkan, ada sosok lain yang telah diharap oleh Romo Adrian untuk menjaga Biung.     

Romo Nathan tersenyum, seolah-olah kembali mengingat hal manis yang dulu telah ia alami. Meski aku sendiri ndhak tahu itu apa. Kemudian dia menghela napas panjang-panjang. Wajahnya yang biasanya ketus kini terlihat teduh, dan itu benar-benar sangat menenangkan.     

"Tapi aku percaya, bahwa baik Romo Adrian, dan Romo Nathan adalah laki-laki yang mencintai biungku dengan sepenuh hati," putusku pada akhirnya.     

"Kamu tahu untuk urusan hati, Biungmu adalah perempuan yang paling keras kepala, dan ndhak perasa di dunia. Jadi, beruntunglah kamu memiliki Manis, perempuan yang hatinya lembut. Seendhaknya, meski hubungan ndhak berguna kalian masih ndhak jelas seperti sekarang, tapi kamu tahu jika Manis benar-benar jatuh hati kepadamu."     

Aku tersenyum mendengar penuturan Romo itu. Aku jadi bisa membayangkan, bagaimana seorang Romo Nathan yang sifatnya ketus dan agaknya ucapannya pedas, bertemu dengan Bung yang ndhak peka. Yang ada ndhak akan terjadi yang namanya cinta. Melainkan pertengkaran dan perdebatan sepanjang masa. Apa benar dulu Romo Nathan, dan Biung seperti itu?     

"Memangnya dulu Romo sama Biung bagaimana?" kutanya, tertarik juga dengan kisah cinta orangtua ini.     

"Dia bahkan ndhak mengenaliku setelah pertemuan kami kembali. Yang ada di mata biungmu, hanya Kangmas Adrian," jawabnya dengan senyuman lebar.     

"Memangnya dulu sebelum Romo Adrian, Romo Nathan juga pernah bertemu dengan Biung?"     

Lagi, Romo Nathan tampak tersenyum. Entah bagaimana, kulihat dari senyum dan cara Romo menatap dengan begitu sendu, tampak benar kalau Romo Nathan benar-benar mencintai Biung. Bahkan, baru kali ini aku melihat laki-laki yang mencintai perempuan sampai seperti ini. Kalian tahu, tanda jika laki-laki benar-benar telah jatuh hati denganmu adalah, tatkala dia bisa mengesampingkan egonya, karena ndhak ingin menyakitimu, dan selalu ingin membuatmu menjadi perempuan paling bahagia di dunia. Bahkan untuk sekadar melihatmu meneteskan air mata pun dia ndhak akan pernah bisa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.