Sentuhan Dendam Penuh Gairah

Lebih Baik Tenggelam



Lebih Baik Tenggelam

0Gu Xiaoran tidak bisa tinggal diam, dia pun langsung berlari ke lantai bawah. Tapi di seluruh wilayah perbukitan ini adalah properti pribadi milik keluarga Lin, jadi tidak ada taksi yang lewat.     
0

Selain itu, Mo Qing berkata bahwa Kebun Mawar itu memiliki tanah seluas puluhan ribu hektar. Kini Gu Xiaoran sendiri juga tidak tahu harus pergi ke mana untuk mencari Mo Qing.     

"Nona Gu, kamu mau ke mana?" Sopir pribadi yang bertugas di Vila Linyuan menghampirinya.     

"Kebun Mawar."     

"Sebentar lagi akan hujan deras dan ini sudah malam, jadi lebih baik Nona pergi besok siang saja." Sopir itu berkata dengan ramah.     

"Tapi Tuan Mo memintaku pergi ke sana."     

Ketika Gu Xiaoran menyebut nama Mo Qing, sopir itu tidak berani untuk tidak mematuhinya. Pada akhirnya sopir itu pergi untuk mengambil mobil dan meninggalkan rumah bangsawan itu untuk mengantar Gu Xiaoran pergi ke Kebun Mawar.     

Saat itu Xie Baoling sedang terburu-buru kembali ke Vila Linyuan, kebetulan dia melihat Gu Xiaoran yang sedang masuk ke dalam mobil. Ketika melihat Gu Xiaoran ada di sana ekspresi wajahnya langsung tampak terkejut.     

Mo Qing telah menemukan Gu Xiaoran? Batin Xie Baoling.     

Meski badai hujan lebat belum turun, namun angin kencang sudah menyambut lebih awal.     

Ketika Gu Xiaoran menemukan Mo Qing, saat itu Mo Qing sedang mengenakan jas hujan dan mengarahkan penduduk desa untuk melakukan kegiatan pengendalian kerusuhan.     

Saat memberikan arahan kepada penduduk desa, Mo Qing terlihat begitu tenang dan tegas tanpa terlalu banyak berbicara. Dia hanya menyampaikan beberapa perintah singkat, namun itu sudah efektif untuk mengendalikan simulasi kerusuhan itu menjadi kondusif.     

Mata Mo Qing selalu tertuju ke arah Kebun Mawar dan sama sekali tidak menyadari bahwa Gu Xiaoran sedang berdiri di belakangnya.     

Setelah mendengarkan laporan kegiatan pengendalian kerusuhan selesai, Mo Qing berbalik badan dan seketika dia pun langsung melihat sosok mungil yang sudah basah kuyup dan hendak pergi.     

Mo Qing sedikit terkejut saat melihat Gu Xiaoran ada di belakangnya. Kemudian dengan cepat dia pun langsung menyusul sosok mungil itu dan meraih lengannya, "Gu Xiaoran?"     

Gu Xiaoran tidak bisa menghindarinya dan hanya membalasnya dengan senyuman, "Kebetulan lewat."     

"Kebetulan lewat?" Mo Qing sedikit tersenyum.     

Kemudian dengan cepat Mo Qing melepas jas hujan kenakan, lalu memakaikannya kepada Gu Xiaoran, "Kenapa kamu ke sini?"     

Seketika Mo Qing langsung menarik tubuh Gu Xiaoran yang tampak kedinginan itu ke dalam pelukannya. Kemudian Mo Qing pun langsung menggendongnya. Dia tidak tega melihat Gu Xiaoran berdiri tanpa alas kaki di tanah yang dingin. Karena itu dengan berpelukan seperti ini, mereka bisa merasakan kehangatan tubuh satu sama lain.     

"Aku hanya ingin melihat pemandangan Kebun Mawar saat hujan." Gu Xiaoran tidak akan memberitahu Mo Qing bahwa dia sedang mengkhawatirkannya, sehingga dia pun berbohong dan berkata bahwa ingin melihat kebun mawar saat sedang turun hujan.     

"Jangan berbohong kalau kamu tidak bisa berbohong, atau itu hanya akan memperburuk keadaan." Kata Mo Qing sembari berjalan menggendong Gu Xiaoran.     

"Kalau bukan demi melihat Kebun Mawar, memangnya apa yang aku lakukan di sini?" Kata Gu Xiaoran menolak untuk mengakui yang sebenarnya.     

"Menurutmu?" Mo Qing menahan senyum dan lengannya mengencang sembari mencium dahi Gu Xiaoran.     

Suhu tubuh Mo Qing yang hangat menembus pakaian Gu Xiaoran yang basah, seketika jantung Gu Xiaoran berdebar kencang, kemudian dia pun bertanya, "Apa kamu mau terus basah-basahan seperti ini?"     

"Kalau begitu ayo kita cari tempat lain." Kata Mo Qing sambil tersenyum masam. Kemudian Mo Qing tiba-tiba menggendong Gu Xiaoran di punggungnya sembari berjalan cepat menuju trotoar, sehingga Gu Xiaoran pun beberapa kali menjerit karena ketakutan.     

Hujan semakin deras, dan saat mereka sudah di dalam mobil, pakaian yang mereka kenakan sudah basah kuyup.     

Mo Qing menurunkan Gu Xiaoran yang semula dia gendong, namun Gu Xiaoran justru merangkul leher Mo Qing sambil sedikit berjinjit, kemudian Gu Xiaoran tiba-tiba mencium bibirnya.     

Tubuh Mo Qing sedikit menegang, kemudian dia membalasnya dengan memeluk Gu Xiaoran erat-erat, lalu menundukkan kepalanya dan mulai menciumnya.     

Ditengah suara hujan yang sangat deras itu, hanya suara detak jantungnya seolah menjadi satu-satunya suara di dunia ini yang bisa dia dengar.      

Semakin lama Mo Qing semakin mendekat, sehingga membuat napas Gu Xiaoran terengah-engah, wajahnya juga tampak memerah seolah terbakar oleh panasnya api yang membara. Berada dalam situasi yang seperti ini membuatnya tidak bisa lagi berpikir dengan jernih.     

Meskipun Gu Xiaoran tahu bahwa dirinya hanya dianggap sebagai bidak catur oleh Mo Qing, namun dia merasa lebih baik ketika tenggelam kenyamanan yang dia rasakan saat ini.     

Gu Xiaoran tahu bahwa suatu hari nanti hanya rasa sakit hati yang akan dia dapatkan, namun saat ini Gu Xiaoran memilih untuk menikmati momen ini daripada memikirkan rasa sakit hati akan dia dapatkan suatu hari nanti.     

Mereka begitu menikmati ciuman mesra ini di tengah deru hujan yang semakin deras.     

Jari-jari Mo Qing membelai kulit di bagian belakang leher Gu Xiaoran. Di tengah hujan yang lebat Mo Qing menyentuhnya dengan lembut. Dekapan Mo Qing yang hangat membuat jantung Gu Xiaoran berdebar lebih kencang daripada sebelumnya.      

Setelah beberapa saat kemudian, Mo Qing mendongakkan kepala Gu Xiaoran dan menatap mata Gu Xiaoran dengan tatapan yang berbinar-binar disertai nafsu birahi yang terus meningkat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.